Koruptor Diminta Tahu Diri, Jangan Nyaleg Pada Pemilu 2024

Kamis, 01/12/2022 20:40 WIB
Ilustrasi Koruptor. (totabuan.co)

Ilustrasi Koruptor. (totabuan.co)

Jakarta, law-justice.co - Masih banyaknya politikus-politikus ambisius yang masih tetap ingin eksis mencalonkan diri sebagai wakil rakyat diminta tahu diri. Bisa mawas diri untuk membuang ambisinya berkuasa di ranah politik lagi.

Ini karena sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengatur itu. Sehingga aturan main tersebut jangan sampai diterobos.

Adanya putusan MK ini diharapkan mengakhiri perdebatan terkait pelarangan mantan narapidana korupsi untuk maju sebagai calon legislatif (Caleg) pada Pemilu 2024.

Aturan main tersebut dinilai sudah sangat jelas bila mengacu pada putusan MK yang menyatakan, koruptor dilarang mencalonkan diri sebagai caleg selama lima tahun setelah keluar dari penjara.

Hal ini sebagaimana tertuang dalam putusan MK nomor 87/PUU-XX/2022, yang mengabulkan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

“Dengan adanya putusan ini, seharusnya mengakhiri perdebatan antara penyelenggara Pemilu dengan partai politik yang pernah terjadi sebelumnya untuk melarang mantan napi menjadi caleg, namun ditolak oleh sejumlah parpol dalam Pemilu 2019,” ungkap pegiat antikorupsi ICW , Donal Fariz, yang juga menjadi salah seorang penggugat, Rabu (30/11/2022).

Donal juga meminta, penyelenggara Pemilu dalam hal ini KPU, Bawaslu dan partai politik untuk mematuhi putusan MK tersebut. Sebab, putusan tersebut mengikat secara keseluruhan.

“KPU, Bawaslu dan Parpol harus tunduk melaksanakan putusan MK ini,” tegas aktivis antikorupsi ini.

MK dalam putusannya melarang mantan narapidana korupsi untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif (caleg) selama lima tahun setelah keluar dari penjara. Hal ini sebagaimana tertuang dalam putusan MK nomor 87/PUU-XX/2022.

“Ketentuan norma pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu perlu diselaraskan dengan memberlakukan pula masa menunggu jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara yang berdasar pada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan adanya kejujuran atau keterbukaan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana sebagai syarat calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota,” demikian bunyi putusan MK yang dibacakan Hakim Konstitusi Suhartoyo.

Suhartoyo menjelaskan, bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang pernah menjalani pidana dengan ancaman pidana penjara lima tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik yang bersangkutan mantan terpidana sebagaimana diatur dalam norma pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu tersebut tidak sejalan dengan semangat yang ada dalam persyaratan untuk menjadi calon kepala daerah dalam norma Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada.

Pembedaan syarat untuk menjadi calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dengan calon kepala daerah bagi mantan terpidana tersebut dapat berakibat terlanggarnya hak konstitusional warga negara.

Senada dengan hal ini, perbedaan secara faktual dalam norma Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu sepanjang frasa “kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana” sejatinya tidak lagi selaras dengan pemaknaan yang telah dilakukan oleh Mahkamah dalam putusannya atas norma Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada.

“Oleh karena dalil Pemohon yang menyatakan adanya persoalan konstitusionalitas terhadap norma Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu dapat dibuktikan, namun oleh karena pemaknaan yang dimohonkan oleh Pemohon tidak sebagaimana pemaknaan yang dilakukan oleh Mahkamah, maka permohonan Pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian,” ucap Suhartoyo dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi hakim konstitusi lainnya.(jawapos.com/JPG)

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar