Kasus Suap Rektor Unila

Ironi Mahasiswa Titipan Pejabat, Demi Gengsi Lulusan Kampus Negeri (1)

Kamis, 01/12/2022 18:20 WIB
Gedung rektorat kampus Unila (Net)

Gedung rektorat kampus Unila (Net)

Jakarta, law-justice.co - Kasus suap masuk perguruan tinggi Universitas Lampung (Unila) menjadi saksi bisu persaingan ketat untuk diterima masuk jurusan kedokteran di Indonesia.

Adapun sejumlah orang tua dan wali mahasiswa rela membayar ratusan juta rupiah kepada oknum pejabat kampus agar dapat berkesempatan menempuh pendidikan sebagai seorang calon dokter.

Berkat kasus tersebut, sosok rektor Unila yakni Karomani turut ditangkap KPK dan ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis (20/10/2022).

Kasus ini tak hanya menjadi tinta hitam bagi dunia pendidikan, namun sekaligus menujukkan tantangan dan kesulitan yang dihadapi oleh para calon mahasiswa kedokteran.


Lantas, seberapa sulit bagi seorang calon mahasiswa untuk dapat diterima di jurusan kedokteran di Indonesia?

Rintangan masuk jurusan kedokteran: Dari biaya, prestise, hingga tingkat kesulitan


Salah satu hambatan pertama bagi para calon mahasiswa untuk dapat diterima di jurusan kedokteran di Indonesia adalah biaya yang fantastis. Adapun jurusan kedokteran kadung dicap oleh masyarakat sebagai salah satu jurusan kuliah dengan biaya paling mahal ketimbang jurusan lainnya dalam kluster keilmuan yang sama.


Persepsi tersebut tentu tak salah, sebab hal itu senada dengan yang disampaikan oleh Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Daeng M Faqih.

dr. Daeng blak-blakan mengungkap bahwa mahasiswa jurusan kedokteran harus membayar Rp 20 juta tiap semester atau tiap enam bulan waktu aktif perkuliahan.


"Saya tahu karena keponakan sekolah ke dokteran juga di UGM, itu per semester juga sampai Rp 15 juta, ada yang sampai Rp 20 juta, mungkin di atas Rp 20 juta, itu per semester," ujar dr. Daeng saat berbincang dalam channel youtube Aagym Official, Senin (8/6/2020).

Jika dikalikan dengan sampai seorang mahasiswa kedokteran lulus kuliah, maka ia harus membayar total Rp 200 juta. Sebab, normalnya mahasiswa kedokteran menempuh kuliah sampai 10 semester alias lima tahun. Biaya ini tak jauh berbeda baik di perguruan tinggi maupun swasta.

"Kalau 5 tahun itu dikalikan 10 semester, lumayan. Kalau sekarang hampir sama antara (universitas kedokteran) negeri dan swasta sama aja, kebutuhan SPP-nya hampir sama sekitar Rp 20 juta per semester," kata dia lagi.

Prestise alias gengsi masuk jurusan kedokteran juga menjadi salah satu tantangan bagi calon mahasiswa.

Adapun prestise tersebut muncul lantaran prospek pekerjaan yang jurusan kedokteran sangat menggiurkan, yakni tak lain memberikan pintu masuk untuk menjadi dokter dengan bayaran yang tentu menjanjikan.


Berkat cap prestisius, jurusan kedokteran terbilang ramai peminat sehingga seleksi masuk semakin ketat. Para calon mahasiswa harus bersaing dengan satu sama lain untuk masuk diterima di perguruan tinggi jurusan kedokteran.

Mengutip laman bimbel online STAN, passing grade masuk beberapa jurusan kedokteran seperti di UI dan UGM berkisar dari angka 689 hingga 724, yakni sebuah angka yang cukup tinggi untuk nilai tes masuk perguruan tinggi.


Covid-19 menambah minat orang masuk jurusan kedokteran


Pandemi Covid-19 juga turut menambah panjang daftar tantangan masuk jurusan kedokteran.

Mengutip penjelasan Direktur Association of American Medical Colleges (AAMC), Geoffrey Young melalui laman Forbes, pandemi tersebut mendorong publik untuk berbondong-bondong masuk ke jurusan kedokteran.

Para tenaga kesehatan yang menunjukkan kiprahnya membendung pandemi membuat masyarakat kagum, terinspirasi, dan tergerak untuk ikut menjadi dokter.

Fenomena ini dinamakan dengan Fauci Effect, diambil dari nama salah seorang dokter yang berjasa dalam menanggulangi pandemi yakni Anthony Fauci

 

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar