Buntut Haris Pertama Endus Tambang Bermasalah di Maluku Utara

Kamis, 01/12/2022 16:40 WIB
Ketua KNPI Haris Pertama  (Okezone)

Ketua KNPI Haris Pertama (Okezone)

Jakarta, law-justice.co - Pengurus Besar Forum Mahasiswa Maluku-Utara Jabodetabek (PB FORMMALUT) membantah tudingan KNPI versi Haris Pertama soal polemik wacana 80 wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) di Maluku Utara.


Ketum PB Formmalut M. Reza Syadik menilai terdapat sejumlah kejanggalan polemik yang beredar atas tudingan yang diungkap oleh Ketum DPP KNPI versi Haris. Salah satu kejanggalannya ialah sebuah keterangan fiktif tanpa bukti dan validasi dari pihak KNPI.

"KNPI sebagai organisasi nasional yang kiprahnya telah teruji mengawal sejarah bangsa ini sepatutnya melakukan tabayyun terlebih dahulu, sebelum mengeluarkan pernyataan yang menyesatkan publik," Reza dalam keterangan tertulis, Selasa (29/11).

Reza Syadik berharap KNPI dapat membaca secara cermat dan bijak soal 80 WIUP tersebut. Sebab, menurutnya, pernyataan KNPI tidak dapat dijadikan sebagai dasar pembenaran atas sikap dan tindakan yang telah mencemarkan nama baik Pemerintah Provinsi Maluku-Utara.

"Dalam hal ini Gubernur Maluku Utara dan sejumlah pejabat tinggi di Maluku Utara yang namanya turut dicatut oleh KNPI," lanjutnya.

Reza menyebutkan PB Formmalut sebagai poros organik pemuda Maluku Utara di Jakarta itu merasa perlu memberikan keterangan terbuka atas polemik 80 WIUP yang dituduhkan oleh KNPI.

Pertama, WIUP sesuai dengan UU 3 Tahun 2020 menjelaskan bahwa Gubernur hanya menetapkan wilayah (WIUP) yang kemudian diusulkan kepada pemerintah pusat dalam hal ini adalah Kementrian ESDM untuk diberikan izin dalam bentuk (IUP) kepada perusahan terkait.

Kedua, pemberian izin adalah kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemprov tidak lagi memiliki legalitas untuk mengeluarkan izin usaha pertambangan pasca revisi UU Minerba.

Ketiga, pernyataan yang menyebutkan bahwa terdapat tumpang tindih IUP merupakan kewenangan dari Pemerintah Pusat untuk memverifikasi setiap usulan WIUP yang diajukan, jika ditemukan terdapat tumpang tindih maka pemerintah pusatlah secara automatis akan menghentikan WIUP tersebut.

"Maka dengan ini, Gubernur tidak memiliki kekuatan hukum apapun selain WIUP dan Pemerintah Provinsi Malut tidak memiliki kewenangan atas tuduhan 80 WIUP bermasalah yang disangkakan oleh DPP KNPI," jelasnya.

Tak hanya itu, Reza juga memberi saran untuk pihak manapun yang merasa bukan putra Maluku Utara agar berhenti mengeksploitasi kepentingan di daerahnya itu.

"Justru bagi kami bila perlu gubernur perbanyak usulan Wilayah Izin Usaha Pertambangan bila ada potensi di 10 kab/kota untuk didorong ke Provinsi Maluku Utara, demi kesejahteraan Masyarakat Malut kedepan," tegasnya.

Sebelumnya, Tim investigasi kasus tambang DPP KNPI menduga terjadi adanya praktik gratifikasi dalam penerbitan WIUP di Maluku Utara.

Wakil Ketua Umum DPP KNPI Mohammad Nurul Haq yang akrab disapa Mamat mengatakan berdasarkan hasil penelusuran Tim Investigasi DPP KNPI terhadap kasus tambang di Indonesia menemukan terdapat 80 usulan WIUP yang diterbitkan oleh Gubernur Maluku Utara kepada Kementerian Energi Sumber Daya Mineral.

Dari 80 Usulan WIUP tersebut terdapat 51 WIUP dalam status tidak memenuhi ketentuan.

“Dari 51 WIUP ada sekitar 40-an usulan WIUP tumpang tindih. Ada juga yang masuk Kawasan Hutan Lindung, ada yang titik koordinatnya sama dengan perusahaan lain,” kata Mamat dalam keterangan tertulis pada Senin (21/11).

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar