Ternyata Kemasan Galon Air Minum juga Mengandung Penyebab Gagal Ginjal

Kamis, 01/12/2022 14:00 WIB
Pekerja agen air minum kemasan sedang memindahkan galon air minum untuk segera di distribusikan ke toko, di Jakarta, Selasa (15/11) (Devi Puspitasari/Law-Justice.co)

Pekerja agen air minum kemasan sedang memindahkan galon air minum untuk segera di distribusikan ke toko, di Jakarta, Selasa (15/11) (Devi Puspitasari/Law-Justice.co)

Jakarta, law-justice.co - Cemaran senyawa Etilena Glikol (EG) dan Dietilena Glikol (DEG) pada obat sirop pemicu gangguan ginjal akut pada anak ternyata juga terdapat pada kemasan plastik PET. Adapun kemasan PET ini banyak digunakan pada kemasan air minum kemasan botol dan galon air.

Ahli Polimer dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Akhmad Zainal Abidin mengatakan bahan baku kemasan galon sekali pakai PET, bukan BPA. Kendati begitu, timbul kegaduhan di masyarakat melalui narasi, risiko kesehatan pada kemasan galon guna ulang bahan polikarbonat yang mengandung BPA.

BPA adalah zat yang terdapat dalam kemasan, biasanya kaleng atau plastik. Fungsinya untuk memperkuat daya tahan kemasan sehingga bisa digunakan ulang. Komposisi BPA dalam wadah atau kaleng ini sangat kecil, dan tidak mudah untuk terurai.


“Jadi yang perlu ditulis pada kemasan itu adalah mengandung Etilena Glikol, karena bahan baku PET itu Etilena Glikol, juga ada tambahan zat lainnya yakni, antimon. Sebenarnya ada kebijakan pemerintah yang melarang penggunaan plastik sekali pakai. Tapi kemudian tiba-tiba mendorong penggunaan galon sekali pakai. Itu kan tidak rasional,” jelas Akhmad Zainal dalam diskusi, dikutip Kamis (1/12/2022)

Kebijakan Pelabelan BPA

Kebijakan pelabelan BPA pada air minum dalam kemasan galon yang diupayakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terus menuai kontroversi di kalangan akademisi. Draft awal kebijakan pelabelan BPA tersebut dinilai cenderung diskriminatif hingga mengenyampingkan kepentingan publik lainnya yakni, kebutuhan suplai air minum yang sehat untuk konsumsi harian masyarakat.


Narasi perlindungan kesehatan publik yang menjadi dasar kebijakan pelabelan BPA tersebut dinilai tidak memenuhi urgensi. Menurut ahli, terkait kandungan BPA pada kemasan pangan sebenarnya lebih mengkhawatirkan pada kemasan makanan dalam kaleng.

“BPA juga ada pada lapisan kaleng ataupun karton kemasan makanan. Dari berbagai penelitian, paparan BPA umumnya didapati dari makanan kaleng dan hanya sedikit dari kemasan air minum. Jadi, bila mau ada pelabelan BPA harusnya dimulai pada kemasan makanan kaleng dulu,” jelas Guru Besar Bidang Keamanan Pangan & Gizi di Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Ahmad Sulaeman

Sejumlah fakta yang ada, diantaranya kebutuhan konsumsi air minum masyarakat Indonesia masih bergantung dari AMDK dengan suplai 29 miliar liter per tahun. Sementara menurut data UNICEF hampir 70 persen sumber air minum bagi rumah tangga Indonesia tercemar limbah feses.

Ini diperkuat hasil studi Kementerian Kesehatan, Studi Kualitas Air Minum Rumah Tangga (SKAMRT) yang dilakukan pada 2020, menyatakan bahwa 7 dari 10 rumah tangga Indonesia mengonsumsi air terkontaminasi bakteri E. coli.

Syarat Air Minum yang Sehat

Kemenkes merekomendasikan kebutuhan air dalam sehari yaitu sekitar 8 gelas per hari. Betapa air memang sangat penting bagi tubuh.


Air harus aman dikonsumsi dengan syarat yang terbagi jadi dua garis besar yaitu, secara fisik dan kandungan. Secara fisik air tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Adapun secara kandungannya, harus bebas dari cemaran dan mikroba berbahaya.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar