Dahului Berbicara soal Calon Presiden dan Kriteria:

Jika Tidak Segera Ditegur, Berarti Megawati Merestui Jokowi

Selasa, 29/11/2022 13:25 WIB
Presiden Jokowi dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarno Putri. (Pontas).

Presiden Jokowi dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarno Putri. (Pontas).

Jakarta, law-justice.co - Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi menilai bahwa Ketua Umum (Ketum) PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri harus tegas menegur petugas partai yang mendahului berbicara soal calon presiden (capres).

Kata dia, salah satunya menegur Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang telah berbicara soal kriteria pemimpin yang memikirkan rakyat, yaitu berambut putih dan muka berkerut.

Pasalnya kata dia, Megawati sebelumnya telah menegur sejumlah kadernya yang mendahului berbicara capres dari PDIP.

Bahkan, beberapa waktu lalu, Megawati juga menegur Ganjar Pranowo yang mengaku siap nyapres. Alasan teguran tersebut karena penentuan capres adalah prerogatif ketum sesuai dengan amanat partai.

"Tindakan Jokowi yang telah sebutkan ciri-ciri fisik capres itu dapat dikatakan telah memby-pass ketumnya, yakni Megawati. Mesti ada teguran terhadap Jokowi jika memang soal capres adalah prerogatif ketum," ujar Muslim.

Karena menurut Muslim, jika Megawati tidak menegur Jokowi meski sudah ada sentilan dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDIP Hasto Kristianto, publik akan menganggap bahwa omongan Jokowi adalah pesanan dari Megawati.

"Apalagi sampai saat ini Jokowi adalah petugas partai. Mega juga harus tegur Jokowi sebagaimana teguran kepada Ganjar. Jika Mega tidak tegur Jokowi dalam acara di GBK itu, publik anggap apa yang dilakukan Jokowi itu atas restu Megawati," kata Muslim.

Apalagi kata Muslim, dalam acara relawan di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) pada Sabtu (26/11), terpampang poster-poster tiga periode. Artinya, ada narasi perpanjangan kekuasaan dan tunda pemilu.

"Jika Megawati tidak tegur dan menindak Jokowi dengan poster tiga periode itu berarti secara diam-diam Mega juga mengaminkan itu, Jokowi tiga periode dan tunda pemilu. Padahal perpanjangan kekuasaan tanpa pemilu adalah pelanggaran konsitusi, anti demokrasi dan kedaulatan rakyat," jelas Muslim.

Muslim menilai, Megawati tidak bisa hanya mendiamkan apa yang terjadi di SUGBK. Karena, ada penggiringan opini tiga periode yang artinya adanya opini perpanjangan kekuasaan tanpa pemilu.

“Publik menunggu teguran Mega terhadap Jokowi. Jika tidak, maka acara GBK itu adalah unsur kesengajaan PDIP untuk perpanjangan kekuasaan Jokowi tiga periode dan tunda pemilu,” tutupnya.

Kriteria Pemimpin "Berambut Putih" Sudah Direstui Megawati

Pendiri Indonesia Political Power, Ikhwan Arif menilai kriteria pemimpin berambut putih dan wajah berkerut pilihan Presiden Joko Widodo disinyalir sudah mendapat restu dari Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri.

Pasalnya kata dia, Jokowi adalah petugas partai. Maka kode-kode politiknya tidak bisa dilepaskan dari partai yang menaunginya, yakni PDIP.

"Pak Jokowi tidak mungkin asal-asalan memberikan kode tanpa arah yang jelas. Bisa saja sudah ada pembahasan dulu dengan Bu Megawati," kata Ikhwan Arif seperti melansir rmol.id.

Saat ini, kata Ikhwan, PDIP terus didesak relawan untuk segera mendeklarasikan bakal capres 2024. Desakan demi desakan pun membuat Mega sebagai Ketum PDIP tidak bisa tinggal diam.

Melihat lebih jauh, narasi Presiden Jokowi yang menonjolkan jagoannya melalui ciri-ciri fisik juga mirip dengan apa yang dilakukan Megawati saat meng-endorse Jokowi di Pilpres 2014 silam.

Megawati kerap menyebut Jokowi cungkring dan kurang makan saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Narasi-narasi tersebut lantas membawa Jokowi melenggang dan memenangi Pilpres 2014.

"Berkaca dari fenomena ini, bisa saja Megawati sudah memberikan kode serupa yang disampaikan Pak Jokowi," tutupnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar