Pengendalian Rokok

Jokowi-Amin Mengecewakan, Koalisi Masyarakat Sipil Beri Rapor Merah

Jum'at, 25/11/2022 17:40 WIB
Di sudut Kota Jakarta terdapat sebuah kampung yang dikenal sebagai Kampung Bebas Asap Rokok. Nekat merokok di sini siap-siap kena denda Rp 50 ribu. Sejumlah RT di wilayah RW 06, Kelurahan Kayu Manis, Matraman, Jakarta Timur, menjadikan lingkungannya sebagai Kampung Bebas Asap Rokok. Robinsar Nainggolan

Di sudut Kota Jakarta terdapat sebuah kampung yang dikenal sebagai Kampung Bebas Asap Rokok. Nekat merokok di sini siap-siap kena denda Rp 50 ribu. Sejumlah RT di wilayah RW 06, Kelurahan Kayu Manis, Matraman, Jakarta Timur, menjadikan lingkungannya sebagai Kampung Bebas Asap Rokok. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Tinggal dua tahun lagi masa jabatan presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden ma`ruf Amin. Ketegasan pemerintah soal rokok masih dianggap maju mundur tanpa memperlihatkan komitmen dan ambisi untuk menekan angka perokok tanah air.

Adviser Indonesia Institute for Social Development (IISD) Sudibyo Markus mengungkapkan kekecewaannya, ia berandai-andai Jokowi bertindak sebagai negarawan dalam mengatasi persoalan rokok."Seandainya Jokowi bisa bisa berlaku sebagai negarawan bukan petugas partai," katanya dalam Konferensi Pers Peredaran Produk Tembakau Tanpa Kendali: Rapor Merah 2022 Pemerintahan Jokowi-Amin, Jumat (25/11/2022)

Regulasi rokok elektrik sejatinya akan dimasukkan ke dalam poin revisi PP 109 Tahun 2012. Namun hingga kini belum ada titik terang dari proses revisi regulasi tersebut. Pada semula, untuk mempercepat proses revisi PP 109 Tahun 2012, Kementerian Kesehatan RI diharapkan kembali mengajukan Izin Prakarsa ke Presiden Jokowi pada tahun 2022. Wacana yang justru tidak terealisasi sampai detik ini.

“Isu rokok sepertinya memang tidak masuk ke dalam agenda prioritas utama Presiden Jokowi. Jika memang ada deadlock antar Kementerian/Lembaga, Presiden seharusnya mengambil inisiatif untuk melakukan Ratas Kabinet dan memimpin jalannya diskusi. Seperti ketika pemerintah RI menangani kasus Covid 19 misalnya. Jika kondisi terus seperti sekarang, jangan harap visi Indonesia Emas 2045 dapat tercapai,” Kritik Sudibyo.

Disamping itu di kalangan petani, kata Sudibyo, muncul persoalan lain seperti petani yang kurang mendaptkan sosialisasi diversivikasi produk tembakau selain rokok." Tembakau tak harus jadi rokok, bisa dialihkan ke produk lain, industri harus memikirkannya, disamping itu dukungan pemda juga sangat penting," ucap dia.

"Satu-satunya jalan, kalau pemerintah melaksanakan Framework Convention on Tobacco Conctrol (FCTC), tidak ada pasal yang bertentangan dengan perundang-undangan pemerintah," lanjut dia.

Ajang KTT G20 juga tak luput menjadi sorotan masyarakat sipil. Hal ini tidak terlepas dari masuknya PT. HM Sampoerna dan Djarum Foundation sebagai sponsor hajatan akbar negara-negara dunia. Sektor kesehatan Indonesia juga dianggap paling buruk dibanding negara G20 lain, mengingat Indonesia menjadi satu-satunya negara G20 yang belum melakukan aksesi terhadap Framework Convention on Tobacco Conctrol (FCTC).

“Masuknya PT. HM Sampoerna dan Djarum Foundation sebagai sponsor KTT G20 menunjukkan bahwa negara tidak peka dengan masalah rumah tangganya sendiri. Lebih-lebih lagi, pemerintah RI tidak firm terhadap isu perlindungan hak anak dan kelompok rentan. Hal ini juga melukai semangat SDGs, di mana secara jelas menuntut komitmen negara-negara dunia untuk melalukan kontrol ketat terhadap produk tembakau atau rokok,” ucap Senior Advisor Human Rights Working Group (HRWG) Rafendi Djamin.

Perspektif Hak Azazi Manusia (HAM) akan lebih efektif dalam mendorong efektifitas gerakan tanpa rokok." ketidaan regulasi atas rokok eletrik, melakukan konsolidadi untuk mendesak pemerintah membuat regulasi yang tegas, demi hak atas kesehatan, untuk efektifitas gerakan pengealian tembakau untuk gerakan HAM, tekanan perjanjian internasional lebih efektif untuk menjalankan kebijakan," Tukas , Pemerhati HAM Nasional Asep Mulyana.

Terkait penetapan cukai terbaru, Pemerintah RI tidak hanya menaikkan cukai rokok konvensional, melainkan cukai rokok elektrik. Cukai rokok elektrik akan dinaikkan sebesar 15 persen terhitung selama lima tahun ke depan.

"Kenaikan cukai rokok tidak cukup untuk menekan prevalensi perokok elektrik di Indonesia. Berdasarkan hasil Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021, jumlah perokok elektrik meningkat hampir 10x lipat sejak tahun 2011," ujarnya.

Menurut Asep, regulasi kita masih sangat longgar terhadap rokok elektrik. Idealnya, rokok elektrik diperlakukan
sama dengan rokok konvensional." Perlu ada peringatan kesehatan bergambar pada rokok elektrik, pelarangan atau minimal pembatasan iklan, promosi, dan sponsor, hingga memasukkan rokok elektrik sebagai produk yang turut diatur dalam peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) tiap Kota/Kabupaten di Indonesia,” Papar Asep.

Kepala Pusat Studi Center of Human Development ITB AD, Roosita Meilani Dewi mengungkap meski Kementerian Keuangan RI telah memutuskan kenaikan cukai rokok konvensional sebesar 10 persen untuk tahun 2023 dan 2024, namun angka tersebut masih jauh di bawah standar yang direkomendasikan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).

“Sesuai dengan masukan WHO, cukai rokok idealnya dinaikkan minimal 25 persen per tahun. Selain itu, kebijakan kenaikan cukai rokok jadi terasa kurang dampaknya, mengingat rokok ketengan masih mudah diakses masyarakat, khususnya anak-anak. Penjualan ketengan membuat rokok jadi semakin murah. Untuk masalah rokok ketengan ini, Kementerian Perdagangan memang terkesan lepas tangan,” Tegasnya.

Rosita berharap, pemerintahan setelah Jokowi-Amin lebih progresif."Kami berharap pemerintah setelah jokowi, kami minta pemerintah lebih ambisius dan prgresif utnuk pengandalian rokok, bukan cuma ditulis di RPJM tapi juga dilaksanakan!," tutupnya.

 

 

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar