Revisi RUU IKN Seolah Membenarkan Tak Ada Investor Mau Suntik Dana

Jum'at, 25/11/2022 16:40 WIB
Titik Nol IKN (pikiran rakyat)

Titik Nol IKN (pikiran rakyat)

Jakarta, law-justice.co - Direktur Institute For Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menilai proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara masih akan sulit menarik minat investor. Salah satu penyebabnya adalah jumlah penduduk yang sangat rendah. Ia pun membandingkannya dengan proyek pengembangan Kota Batam yang dibangun pemerintah sebagai kota industri sejak 1970.

"Batam yang dibangun dari lahan kosong, sekarang setelah 50 tahun tidak mampu menyaingi Singapura dengan populasi hanya 1,2 juta orang. Padahal puluhan tahun Batam menikmati berbagai fasilitas investasi dan kemudahan ekspor dan impor," ujarnya, dikutip dari Tempo, Jumat (25/11/2022)


Berkaca dari pengalaman tersebut, Yusuf memperkirakan IKN membutuhkan penduduk hingga 3 sampai 5 juta orang agar investor tertarik dan bersedia menanamkan modalnya. Namun, ia masih ragu hal itu dapat direalisasikan mengingat tak mudah menarik penduduk untuk masuk dan menetap di IKN. Sebab, penduduk Kabupaten Penajam Paser Utara sebagai lokasi IKN kini tidak sampai 200 ribu jiwa.

Untuk menarik sumber daya global dalam jumlah masif ke kota baru juga mustahil dilakukan tanpa sejarah komersial kawasan yang panjang. Selain itu, untuk menarik minat para penyuntik modal, Yusuf memperkirakan perlu visi keunggulan kota dan arah pengembangan kota yang fokus, kawasan industri dan perdagangan bebas, keberadaan hub transportasi yang besar, serta konsistensi kebijakan dalam jangka panjang.

Pembangunan IKN juga diperkirakan memakan waktu sangat panjang. Membangun kota baru diatas tanah kosong, tuturnya, tidak akan mungkin selesai dalam satu hingga dua tahun. Dia menuturkan proyek IKN membutuhkan waktu 30 sampai 40 tahun. Karena itu, investasi di IKN membutuhkan jaminan kelangsungan pengembangan IKN dalam jangka panjang.

Ditambah Kabupaten Penajam Paser Utara, menurut dia, nyaris tidak memiliki daya tarik untuk menarik masuk sumber daya global, kecuali bisnis pertambangan dan kehutanan. Terlebih kontribusi terhadap PDB nasional yang sangat kecil, yakni tidak sampai 0,1 persen.

Karena itu, ia tak yakin atas klaim pemerintah bahwa akan banyak investor yang tertarik untuk berinvestasi di sana. Keraguan tersebut terbukti dari mundurnya SoftBank, Vision Fund, dan investor strategis lainnya. Menurut dia, sejumlah janji investasi yang sempat diucapkan para investor terhadap pembangunan IKN lebih banyak berupa basa-basi politik kepada pemerintah.

"Mereka sekedar menjaga hubungan baik sekaligus memelihara kepentingan investasi mereka yang sudah ada," kata Yusuf. Ketika proyek IKN mulai dijalankan, para investor itu mundur teratur.

Yusuf memperingatkan pemerintah bahwa proyek IKN di Penajam Paser Utara itu berpotensi besar sepenuhnya hanya akan menggantungkan diri pada pembiayaan publik, dari pemerintah dan atau BUMN. Proyek ini juga diprediksi akan menjadi beban APBN dalam jangka panjang. Indikasi itu semakin kuat setelah pemerintah baru saja berencana merevisi Undang-undang (UU) IKN yang baru berumur 10 bulan.

Menurut Yusuf, revisi UU IKN itu membenarkan dugaannya bahwa sejak awal, tidak akan ada investor yang tertarik masuk menyuntikkan modal ke IKN. Bahkan terbitnya UU IKN yang dibahas secara kilat hanya dalam waktu sekitar 40 hari saja, dinilai tetap tak akan mampu menarik minat investor.

"Sejak awal, tidak akan ada yang tertarik masuk ke IKM sehingga IKN harus bergantung sepenuhnya pada APBN atau akan mangkrak," ucapnya.

Yusuf menyarankan agar pemindahan ibu kota sebaiknya dibatalkan atau ditunda dan diserahkan ke pemerintahan selanjutnya. Bahkan sebaiknya, rencana mengenai IKN paling cepat dibahas lagi oleh pemerintahan hasil pemilu 2034. Sebab menurutnya dalam 10 tahun ke depan, pemerintah seharusnya berkonsentrasi pada upaya pemulihan ekonomi pasca pandemi dan krisis global, serta mendorong Indonesia keluar dari middle income trap.

"Apabila terus memaksakan pembangunan IKN saat ini, di tengah kelemahan APBN dan ketidakjelasan sumber pembiayaan swasta, hanya akan menunjukkan arogansi penguasa," tuturnya.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar