PKS Protes, Tolak Usulan Pemerintah untuk Revisi RUU IKN

Kamis, 24/11/2022 17:40 WIB
Tim Transisi IKN resmi terbentuk, ini daftar anggotanya (IDX chanel)

Tim Transisi IKN resmi terbentuk, ini daftar anggotanya (IDX chanel)

Jakarta, law-justice.co - Atas usulan pemerintah, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyetujui Revisi Undang-Undang Nomor 3 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara IKN) masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2023. Padahal, UU IKN baru saja disahkan pada Januari lalu.

Eks anggota Pansus Rancangan UU IKN Fraksi PKS Suryadi Karya Purnama mengkritik keras usulan tersebut. PKS menjadi salah satu fraksi yang menolak usulan tersebut sebelum akhirnya disepakati oleh mayoritas fraksi DPR, Rabu (23/11).

Pemerintah mengusulkan UU IKN direvisi untuk menguatkan Otorita IKN.

"Terkait penguatan terhadap Otorita IKN, PKS memandang pemerintahan IKN Nusantara yang berbentuk pemerintahan daerah khusus, yang dipimpin oleh Kepala Otorita IKN, sudah memiliki kedudukan yang terlalu kuat. Kedudukan Kepala Otorita IKN setingkat dengan menteri yang kewenangannya juga sudah meliputi kewenangan sejumlah menteri," kata Suryadi dalam pernyataannya, Kamis (24/11).

"PKS berpendapat jika Kepala Otorita IKN ditambah lagi wewenangnya dalam rencana revisi UU No. 3 Tahun 2022 tentang IKN, akan semakin menambah buruknya tata kelola pemerintahan yang ada," imbuh dia.

Suryadi melanjutkan, PKS sejak awal sudah menolak untuk membahas UU No. 3 Tahun 2022 tentang IKN karena kondisi perekonomian Indonesia belum membaik. PKS juga melihat banyak kepentingan sehingga pembahasan UU No. 3 Tahun 2022 tentang IKN sangat tergesa-gesa. Suryadi mengatakan, kini anggapan itu terbukti dengan usulan revisi UU IKN.

"Dengan hanya 43 hari pembuatannya, tingkat partisipasi publik menjadi sangat rendah untuk hal sepenting ibu kota negara. Selain itu, dari sisi pembangunan IKN, adanya kebutuhan revisi UU No. 3 Tahun 2022 tentang IKN ini berpotensi memperlihatkan, kemampuan finansial negara tidak cukup dan belum ada kejelasan tentang investor yang berminat untuk ikut mengembangkan IKN," kata dia.

"Yang ada hanya klaim-klaim sepihak dari Otorita IKN, mengingat belum ada kejelasan Otorita IKN ini mitra komisi DPR RI yang mana dan belum pernah ada Rapat Kerja antara Otorita IKN dan DPR RI membahas investor IKN," tambah dia.

Lebih lanjut, Suryadi menerangkan sejumlah kewenangan Kepala Otorita IKN dalam UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN adalah sebagai berikut:

-Pasal 16 ayat (5): Menerbitkan penetapan lokasi pengadaan tanah di Ibu Kota Nusantara

-Pasal 16 ayat (12): Pengalihan hak atas tanah di Ibu Kota Nusantara wajib mendapatkan persetujuan Kepala Otorita IKN

-Pasal 23 ayat (1): Dalam rangka persiapan, pembangunan, dan pemindahan IKN, serta penyelenggaraan pemerintahan daerah khusus Ibu Kota Nusantara, kekuasaan presiden sebagai pengelola keuangan negara dikuasakan kepada Kepala Otorita IKN

-Pasal 23 ayat (2): Berkedudukan sebagai pengguna anggaran atau pengguna barang untuk IKN

-Pasal 25 ayat (1): Selaku pengguna anggaran atau pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran IKN

-Pasal 25 ayat (2): Menyusun rencana pendapatan IKN apabila Otorita IKN memperoleh pendapatan dari sumber lain yang sah atau pendapatan yang berasal dari pajak khusus atau pungutan khusus

-Pasal 33: Pengguna barang atas Barang Milik Negara dan aset dalam penguasaan yang berada dalam pengelolaannya

Sementara dalam rencana revisi UU No. 3 Tahun 2022 tentang IKN, pemerintah ingin agar wewenang Kepala Otorita IKN dikuatkan dengan kewenangan khusus pendanaan pengelolaan barang milik negara dan pengelolaan kekayaan IKN yang dipisahkan.

Suryadi mengingatkan, dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 9, disebutkan bahwa menteri/pimpinan lembaga sebagai Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang mengelola barang milik/kekayaan negara. Pasal 10 menyebutkan, kepala satuan kerja perangkat daerah mengelola barang milik/kekayaan daerah.

Sedangkan pada Pasal 6, Menteri Keuangan yang menjadi Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan dan sedangkan gubernur/bupati/walikota mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.

"Tidak ada terminologi kepala Pemerintah Daerah Khusus IKN yang berkedudukan setingkat menteri seperti halnya Kepala Otorita IKN. Sehingga menjadi ambigu apakah Otorita IKN mengelola barang milik/kekayaan negara ataukah daerah dan apakah Otorita IKN menjadi wakil untuk kepemilikan kekayaan yang dipisahkan untuk negara ataukah daerah," lanjut Suryadi.

"Oleh sebab itu FPKS menolak adanya revisi UU No. 3 Tahun 2022 tentang IKN dalam rangka penguatan Otorita IKN. Dengan revisi UU tersebut, tata kelola keuangan dan kekayaan negara di wilayah IKN menjadi amburadul dan tidak akuntabel, karena ketidakjelasan posisi Kepala Otorita IKN sebagai menteri/pimpinan lembaga ataukah kepala daerah," tambah dia.

Terlebih, ia mengingatkan tidak adan sistem perwakilan rakyat atau representasi penduduk di wilayah IKN yang dapat mengawasi Otorita IKN.

"Fraksi PKS menolak rencana revisi UU No. 3 Tahun 2022 tentang IKN usulan pemerintah tersebut. Dalam sisa periode pemerintahan dua tahun ke depan, FPKS mengajak untuk pemerintah dan DPR RI untuk lebih fokus ke pembahasan perundang-undangan lainnya yang lebih prioritas, dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat daripada memperkuat Otorita IKN," tegas dia.

Usulan Revisi UU IKN masuk ke Prolegnas Prioritas 2023 diajukan Menkumham Yasonna Laoly ke Baleg DPR kemarin. Ada enam fraksi yang menerima revisi UU IKN masuk Prolegnas Prioritas 2023 yaitu Fraksi PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PAN, dan PPP.

Sementara PKS dan Demokrat menolak, serta NasDem abstain untuk mendalami materi.

Pemerintah menilai revisi UU No. 3 Tahun 2022 tentang IKN diperlukan untuk percepatan proses persiapan pembangunan IKN, serta penyelenggaraan pemerintah daerah IKN, dengan memperkuat Otorita IKN secara optimal. Penguatan dilakukan melalui pengaturan kewenangan khusus pendanaan pengelolaan barang milik negara dan pengelolaan kekayaan IKN yang dipisahkan.

Di antaranya dengan memberikan aturan terkait pembiayaan, kemudahan berusaha, fasilitas penanaman modal, ketentuan hak atas tanah yang progresif, dan adanya jaminan kelangsungan untuk keseluruhan pembangunan IKN.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar