Ferdy Sambo Blak-blakan Akui Kabareskrim Terlibat Kasus Ismail Bolong

Rabu, 23/11/2022 05:19 WIB
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menolak nota keberatan Ferdy Sambo atau eksepsi terdakwa pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat berlangsung PN selatan, Jakarta, Rabu (26/10/2022)

Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menolak nota keberatan Ferdy Sambo atau eksepsi terdakwa pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat berlangsung PN selatan, Jakarta, Rabu (26/10/2022)

Jakarta, law-justice.co - Mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo meyakini Kabareskrim Polri, Komjen Agus Andrianto memiliki keterlibatan dengan tambang ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim), atau di kasus Ismail Bolong.

Sambo mengatakan, Agus telah menandatangani surat laporan hasil penyelidikan Propam Mabes Polri tentang tambang ilegal tersebut.

Dia meyakini surat tersebut masih ada sebagai bukti keterlibatan Agus dalam kasus itu.

"Ada itu suratnya. Ya sudah benar itu suratnya," kata Ferdy Sambo usai menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (22/11).

Kendati demikian, Sambo meminta wartawan untuk bertanya kepada pejabat yang berwenang di kepolisian. Ia tidak ingin menyampaikan lebih jauh dan memilih untuk kembali ke rutan tempat dirinya menginap selama menjalani persidangan ini.

"Tanya ke pejabat yang berwenang," ujar Sambo.

Selain Sambo, Hendra Kurniawan melalui kuasa hukumnya Henry Yosodiningrat ikut angkat bicara. Henry menyatakan Ismail Bolong telah berbohong soal kliennya.

Henry bahkan menekankan, sang klien tidak pernah mengenal Ismail Bolong. Terlebih pengenalan akan keduanya tidak pernah, sehingga intimidasi yang diberikan Ismail untuk membuat video pengakuan menjadi fitnah lainnya. Ia bahkan menganggap Ismail dalam keadaan mabuk dan berdampak pada pencemaran nama baik sang klien.

“Klien saya tidak pernah mengenal saudara IB. Tidak benar bahwa klien saya menekan IB untuk membuat video testimoni itu, IB berbohong dan memfitnah klien saya,” kata Henry kepada wartawan, Kamis (10/11).

Menurutnya, video testimoni itu dilakukan setelah Ismail memberikan keterangan dalam berita acara pemeriksaan. Video itu dibuat untuk menguatkan karena melibatkan pejabat perwira tinggi dan beberapa perwira/anggota lainnya.

Selama proses penyelidikan, Biropaminal Divpropam Polri, video testimoni tidak hanya dilakukan terhadap Ismail seorang. Ada juga perwira dari Polda Kaltim yang turut membuat video tersebut.

“Klien saya sangat menyayangkan atas beredarnya video tersebut,” ujarnya.

Selain itu, kliennya merasa tertuduh, padahal Ismail yang dianggap mencari rezeki dengan cara tidak baik semasa dirinya aktif dalam Korps Bhayangkara di bumi Borneo. Tudingan dengan tidak beretika, tidak patut dan pantas menjadi keluhan dari sang klien kepada pernyataan dari Ismail.

“Klien saya selaku mantan pejabat Karopaminal Divpropam Polri, saat ini hanya fokus terhadap proses persidangan pidana obstruction of justice yang sedang berlangsung. Silahkan rekan-rekan media bertanya ke pejabat yang sekarang berwenang,” ucapnya.

Diketahui, sebelumnya viral Ismail Bolong yang mengaku dipaksa Hendra Kurniawan untuk mengatakan Kabareskrim menerima uang hasil tambang ilegal di Kaltim.

Dari hal ini, beredar pula laporan hasil penyelidikan Propam Mabes Polri nomor R/1253/IV/WAS/2.4./2022/Divpropam tertanggal 7 April 2022. Dari dokumen poin h, tertulis Aiptu Ismail Bolong memberikan uang koordinasi ke Bareskrim Polri diserahkan kepada Kombes BH selaku Kasubdit V Dittipidter sebanyak 3 kali, yaitu bulan Oktober, November dan Desember 2021 sebesar Rp3 miliar setiap bulan untuk dibagikan di Dittipidter Bareskrim.

Selain itu, juga memberikan uang koordinasi kepada Komjen Agus Andrianto selaku Kabareskrim Polri secara langsung di ruang kerja Kabareskrim dalam bentuk USD sebanyak tiga kali, yaitu Oktober, November dan Desember 2021, sebesar Rp2 miliar.

Sementara, kesimpulan laporan hasil penyelidikan ditemukan fakta-fakta bahwa di wilayah hukum Polda Kalimantan Timur, terdapat beberapa penambangan batu bara ilegal yang tidak dilengkapi izin usaha penambangan (IUP).

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar