Selamat Ginting, Analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional

Mensesneg ke Mabes AD, Sinyal KSAD Calon Kuat Panglima TNI?

Selasa, 22/11/2022 11:36 WIB
Komisi I DPR Singgung soal Ketidakakuran KSAD Dudung dan Panglima TNI. (Istana Kepresidenan).

Komisi I DPR Singgung soal Ketidakakuran KSAD Dudung dan Panglima TNI. (Istana Kepresidenan).

Jakarta, law-justice.co - Siapa yang akan menduduki posisi Panglima TNI pengganti Jenderal Andika Perkasa? Bisa dilihat dari aktivitas Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno.

Jika Mensesneg mengunjungi Mabesad, maka yang akan menjadi Panglima TNI adalah KSAD Jenderal Dudung Abdurachman.

Jika Pratikno mengunjungi Mabesal maka KSAL Laksamana Yudo Margono yang akan menjadi Panglima TNI. Begitu pun jika mengunjungi Mabesau, KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo yang jadi Panglima TNI.

Kunjungan Mensesneg dalam ilmu komunikasi sejalan dengan teori interaksi simbolik. Teori yang memiliki asumsi manusia membentuk makna melalui proses komunikasi.

Teori interaksi simbolik berfokus pada pentingnya konsep diri dan persepsi yang dimiliki individu berdasarkan interaksi dengan individu lain.

Setahun lalu, misalnya. Mensesneg Pratikno mengunjungi Markas Besar Angkatan Darat (Mabesad) menemui Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa.

Saat itu Andika menjadi salah satu calon Panglima TNI.

Kunjungan bermakna interaksi simbolik tersebut, saat itu dibungkus dengan alasan Mensesneg melihat fasilitas baru di Mabesad. Bahkan Pratikno membantah pertemuan itu berkaitan dengan bursa Panglima TNI.

Beberapa hari setelah itu, DPR mengumumkan surat presiden tentang calon Panglima TNI sudah diserahkan Sekretariat Negara kepada Ketua DPR. Hasilnya, Jenderal Andika yang ditunjuk menjadi Panglima TNI.

Hal itu berlaku jika di masa normal. Artinya tidak ada percepatan pergantian Panglima TNI. Berbeda ketika Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo akan digantikan Marsekal Hadi Tjahjanto.

Saat itu diam-diam Mensesneg menyerahkan surat presiden kepada Ketua DPR. Artinya ada hal rahasia, Gator Nurmantyo dicopot lebih cepat tiga bulan dari usia pensiunnya. Gatot mestinya diganti pada Maret 2018 dipercepat pergantiannya menjadi Desember 2017.

Maknanya Presiden Jokowi sudah merasa tidak sejalan dengan kebijakan Jenderal Gatot sebagai Panglima TNI. Jadi dilakukan dengan operasi intelijen atau rahasia agar Jenderal Gatot tidak mengetahui keputusan politik Presiden Jokowi.

Setidaknya dalam sepekan ini, publik bisa melihat gerakan komunikasi politik yang akan dilakukan Mensesneg Pratikno.

Apakah ia akan mengunjungi Mabesad, Mabesal, atau Mabesau? Atau jangan-jangan menggunakan pola komunikasi interaksi simbolik yang berbeda.

Yang jelas, tiga kepala staf angkatan memenuhi syarat sesuai UU TNI, calon Panglima TNI akan diambil dari tiga kepala staf angkatan atau yang pernah menjadi kepala staf angkatan.

Sesuai dengan UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI, penunjukan Panglima TNI merupakan hak prerogatif Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.

Jadi, siapa pun perwira tinggi bintang empat yang akan ditunjuk oleh Presiden Jokowi harus siap melajsanan tugas baru. Begitu pun yang tidak dipilih harus siap menerima keputusan politik ini.

Tidak boleh matranya `ngambek`, karena pimpinannya tidak ditunjuk menjadi Panglima TNI.

Ini bukan semata-mata urusan pergiliran, tapi lebih dari itu untuk kepentingan organisasi TNI.

Bahkan lebih penting dari itu hakikat ancaman menjadi alasan utama untuk menentukan siapa yang paling pas untuk menjadi Panglima TNI. Sebagai penjaga kedaulatan negara, TNI harus tetap solid.

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar