Ancaman Hadi Tjahjanto Pada Mafia Tanah: Kita Kejar!

Kamis, 17/11/2022 16:20 WIB
Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto (Net)

Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto (Net)

Jakarta, law-justice.co - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Hadi Tjahjanto kembali mengancam akan menangkap mafia tanah yang coba-coba ingin merampas lahan masyarakat.

Ancaman akan menangkap mafia tanah itu disampaikan Hadi Tjahjanto saat membagikan sertifikat tanah kepada sejumlah warga di Gang Trenggono II dan III, Jalan Kramat Indah, Kelurahan Medan Tenggara. Kota Medan, Kamis (17/11/2022).


Pembagian sertifikat tersebut termasuk dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) atau dikenal dengan pembuatan sertifikat massal.

"Untuk status Kelurahan Medan Tenggara ini sudah menjadi kelurahan lengkap. Artinya seluruh wilayah sudah terdaftar dan sudah masuk di catatan, termasuk secara digitalisasi sudah terdaftar,"

"Sehingga kalau ada yang coba-coba ingin mengambil tanah di sini itu tidak akan bisa. Jadi untuk mafia-mafia tanah, kalau ingin mengambil tanah milik warga yang ada di kelurahan Medan Tenggara ini jangan coba-coba enggak akan bisa," kata Hadi usai membagikan seritifkat lahan kepada warga.

Dikatakan Mantan Panglima TNI itu, gubernur dan wali kota juga akan turun tangan dalam menangkap mafia tanah yang mengganggu keamanan warga.

"Kalau berani maka pak gubernur, pak wali kota, menteri juga akan mengejar dan menangkap mafia tanah itu. Kita akan melindungi rakyat. Rakyat sudah memiliki kepastian hukum dan harus dijaga rasa amannya. Saat ini juga rakyat merasakan kehadiran negara melalui pembagian sertifikat PTSL," ungkapnya.

Hadi berujar, secara nasional penyelesaian program PTSL ditargetkan mencapai 126 juta bidang.

Saat ini, kata dia, sudah mencapai 100 juta bidang yang terdaftar secara digital dan yang sudah diterbitkan Sertifikat sebanyak 82,5 juta.

"Dan saat ini setelah saya cek baik bagaimana pelayanannya kemudian apakah ditarik biaya di luar biaya ketentuan semuanya menjawab tidak dan saya tanyakan langsung. Artinya di lapangan berjalan lancar sesuai yang kita inginkan bersama," katanya.

Sementara khusus untuk wilayah Kelurahan Medan Tenggara ini dan termasuk di Kota Medan, Hadi mengatakan ditargetkan sejumlah 4 ribu sertifikat diterbitkan.

"Saat ini sudah selesai 3900, skeitar 30 November nanti itu sudah 100 persen. Sedangkan sertifikatnya sejumlah 16 ribu bidang,"

"Artinya 16 ribu bidang itu sudah terdaftar hanya permasalahannya apakah masyarakat itu sudah membagi hak warisnya apakah permasalahan-permasalahan mereka misalnya sudah memiliki bukti yuridis tetapi pada saat itu masih berada di luar kota," pungkasnya.

Hadi membagikan sertifikat tanah secara simbolis kepada kurang lebih 10 warga.

Ia juga menanyakan mengenai biaya yang dikeluarkan warga dalam proses pembuatan sertifikat.

Seorang warga, Suhartini mengatakan pembuatan sertifikat tanah miliknya sudah dilakukan sekitar enam bulan lalu. Ia mengantar berkas yang diperlukan ke kantor lurah setempat.

"Tidak ada biaya yang dikeluarkan, karena memang petugasnya langsung datang ke sini, ngukur tanah dan memberitahu persyaratannya," katanya.

Kasus mafia tanah di Langkat dan Sergai tak jelas
Kejati Sumut diketahui memegang dan tengah menangani dua kasus dugaan mafia tanah di Kabupaten Langkat dan Kabupaten Sergai.

Sampai sekarang, dari dua kasus yang ditangani, tak ada juga tersangkanya.

Untuk kasus dugaan mafia tanah di Kabupaten Langkat, belum lama ini Kejati Sumut menyita 105,9852 hektare lahan yang adai di Desa Tapak Kuda, Kecamatan Tanjung Pura.

Kasi Penkum Kejati Sumut, Yos Arnold Tarigan mengatakan, penyitaan lahan dalam kasus dugaan tanah ini dilakukan pada Selasa (8/11/2022) kemarin.

"Penyitaan dilakukan sekira pukul 16.00 WIB," kata Yos, Rabu (9/11/2022).

Ia mengatakan, penyitaan lahan dalam perkara alih fungsi lahan kawasan hutan suaka margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat ini dilakukan setelah terbitnya penetapan dari PN Medan dengan nomor 39/SIT/PID.SUS-TPK/2022/PN.MDN tanggal 14 Oktober 2022.


"Untuk penanganan perkara ini, Pidsus telah memeriksa sebanyak 40 saksi, baik dari BPN, pihak yang menggunakan lahan, Kementerian KLHK dan beberapa ahli keuangan negara dan perekonomian negara," kata Yos.

Ia mengatakan, setelah penyitaan ini, penyidik Pidsus Kejati Sumut tengah menunggu penghitungan dari ahli lingkungan terkait potensi kerugian keuangan negaranya.

"Tim ahli lingkungannya berasal dari IPB dan ahli keuangan/ekonomi dari UGM. Untuk perkembangan selanjutnya akan disampaikan secepatnya. Dan terhadap lahan tersebut telah dititipkan ke BKSDA Wilayah 1 Sumut," ujar Yos.


Dari hasil penyelidikan dan penyidikan Kejati Sumut, diketahui di atas lahan tersebut diduduki Koperasi Serba Usaha atau KSU Sinar Tani Makmur (STU).

Sampai sekarang, tak satupun dari mereka yang dijadikan tersangka.

Bahkan, siapa saja dari kelompok tani itu yang diperiksa tidak jelas.

Kasus dugaan mafia tanah serupa juga ada di Kabupaten Sergai.

Perambahan hutan lindung di Dusun XI, Desa Kota Pari, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Sergai itu sampai sekarang juga tidak ada tersangkanya.

Entah sudah berapa saksi yang diperiksa, tapi tak ada juga progresnya sampai detik ini.

Bahkan, mereka yang patut diduga bertanggungjawab dalam kasus ini masih berkeliaran.

Sementara itu, kasus dugaan mafia tanah di Kabupaten Sergai juga mandek ditangani.

Kasus terkait alih fungsi lahan hutan lindung seluas 43 hektare yang ada di Desa Kota Pari, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Sergai tak juga ada tersangkanya.

Sampai sekarang, pengusutan kasus mafia tanah yang ditangani Kejati Sumut tersebut mengambang.

Tak satupun dari puluhan orang yang diperiksa dijadikan tersangka, terutama mereka yang sekarang menduduki lahan tersebut.

"Jika memang ingin dilakukan penyelidikan, kami Walhi Sumut meminta agar APH (aparat penegak hukum) melakukan penyelidikan dengan mengungkap aktor utamanya. Apalagi jika benar adanya aktivitas yang bersifat ekonomis dalam kawasan yang berstatus hutan lindung," kata Manager Kajian dan Advokasi Walhi Sumut, Putra Septian, Senin (3/10/2022).

Putra mengatakan, dalam banyak kasus perambahan hutan, sering kali pelaku utamanya tidak tersentuh.

"Biasanya kasus berhenti pada penangkapan orang yang bekerja di lapangan saja. Padahal, kadang mereka tidak mengetahui dan hanya bekerja mengharapkan gaji harian," tuturnya.

Putra pun meminta agar penyelidikan kasus perambahan alih fungsi lahan di Kabupaten Sergai ini tidak hanya melibatkan Kejati Sumut saja, tapi juga Balai Gakkum KLHK, BPN, Polda Sumut dan Pemkab Sergai. 

Menurutnya, hal itu penting agar proses penyelidikan dapat menyentuh aktor aktor utama di balik pengerusakan lahan hutan lindung di pesisir Selat Malaka seperti di Kota Pari Kabupaten Sergai dan kawasan Suaka Marga Satwa Karang Gading Langkat.

"Apakah penyelidikan ini juga melibatkan instansi penegak hukum lainya. Kita pikir hal ini harus dilakukan secara bersama-sama karena ada Gakum KLHK, Polda Sumut dan instansi lainya supaya kasus kasus seperti ini dapat dituntaskan dengan menjaring seluruh orang yang terlibat," terangnya.


Selain itu, Putra pun berharap pemulihan kembali kawasan hutan yang telah rusak.

Menurutnya, restorasi kawasan hutan lindung di daerah pesisir penting dilakukan untuk mengatasi kerusakan lingkungan serta pengembalian ruang kehidupan yang lebih baik kedepannya.

"Selain itu pengembalian kawasan hutan adalah hal yang sangat penting. Di tengah perubahan iklim dan kerusakan hutan yang semakin masif, kita meminta agar kawasan kawasan hutan lindung dikembalikan sebagaimana fungsinya," tutup Putra.

Diketahui, Kejati Sumut tengah mengusut kasus mafia tanah di dua lokasi berbeda di Sumut.

Kejati Sumut saat ini telah memeriksa sebanyak 60 saksi menyangkut perambahan dan alih fungsi lahan dimaksud.

Sejak diusut Juli 2022 lalu, belum ada satupun yang dijadikan tersangka.

Kejati Sumut terus-terusan berdalih masih melakukan pengusutan hingga saat ini.

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar