Jaringan Satgassus dalam Bisnis Tambang Ilegal
Siapa Petinggi Polri Terlibat dalam Bisnis Tambang Ilegal?

Ilustrasi Lambang Satgassus Merah Putih Polri
Jakarta, law-justice.co - Masalah pembunuhan Brigadir J oleh bekas Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo terus bergulir. Ferdy Sambo yang juga menjabat sebagai Kepala Satgasus Merah Putih diduga terlibat dalam jaringan bisnis online dan juga tambang ilegal.
Namun, banyak pihak menduga Ferdy Sambo hanyalah salah satu pemain dari kerajaan bisnis haram dari oknum kepolisian. Ada banyak oknum polisi dari perwira tinggi, purnawirawann hingga tingkat perwira pertama menjadi pelindung bisnis tambang ilegal di Indonesia.
Nilai gratifikasi yang mengalir dalam bisnis tambang ilegal itu mencapai triliunan rupiah per tahunnya. Sehingga, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo didesak untuk membongkar dan menangkap oknum polisi yang diduga menjadi pelindung bisnis tambang ilegal.
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengatakan, sektor pertambangan sangat menarik di mata investor.
“Saya pikir sektor pertambangan yang paling menarik bagi para investor untuk menarik keuntungan, karena migas itu kan semakin menurun. Apalagi adanya perang Ukraina dengan Rusia,” kata dia pada Law Justice, Kamis 3 November 2022.
“Itu (bisa) terjadi potensi krisis energi dan tentu batubara yang sebagai energi primer, dulunya ditinggalkan oleh beberapa negara di belahan negara, termasuk di Eropa dengan menggunakan pembangkit berbasis gas, sekarang beralih ke batubara,” imbuh Yusri.
Hal ini membuat permintaan batubara melonjak dari berbagai negara. Kebutuhan itulah yang lantas membuat dugaan gratifikasi menguat.
Sebabnya menurut Yusri, banyak perizinan yang diperlukan perusahaan tambang, misal Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Menurutnya, bahkan perusahaan tambang yang sudah punya izin lengkap sampai operasi produksi tidak bisa langsung menambang karena ada persyaratan lain.
Salah satunya adalah Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) yang setiap tahun harus diajukan dan disetujui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM).
Yusri menyebut, jika tidak ada izin RKAB, perusahaan itu akan dianggap menambang secara ilegal. Selain itu, orang-orang di Dirjen Minerba juga terbatas.
“Dengan keterbatasan person (orang) dari Minerba, kemudian kebutuhan para penambang untuk cepat buat RKAB, karena kalau nggak keluar RKAB dia nggak bisa menambang, nggak bisa melakukan ekspor,” kata Yusri.
“Nah, pejabat-pejabat terkait di pos-pos penting itu, sebagai kelaziman kalau nggak ada pelicinnya mana mau mereka mempercepat itu semua?” lanjut pengamat pertambangan itu.
Menurutnya, sejumlah oknum yang di pos-pos penting itu bahkan mencari kekurangan yang membuat frustasi pengusaha. Hal itu sudah menjadi rahasia umum.
Yusri memandang, rawan terjadi konflik antara pengusaha tambang dan masyarakat pemilik tanah. Ada pula tumpang tindih perizinan antara pejabat lama dengan pejabat baru memberikan izin di lokasi yang sama.
“Itu terjadilah konflik. Itu yang sering terjadi di lapangan,” ujar Yusri.
Buku hitam Ferdy Sambo yang diduga berisi nama oknum polisi penerima gratifikasi tambang
“Makanya banyak keterlibatan aparat penegak hukum yang bermain, kadang ada oknum yang membekingi salah satu dari para pihak yang berkonflik tersebut,” imbuhnya.
Ia menyebut, oknum itu merujuk pada kepolisian. Ini karena Polri bisa melakukan pidana umum. Urusan dengan masyarakat, penambang ilegal, maupun konflik antar pemilik lahan tentu tidak bisa diselesaikan oleh tentara.
“Itu sudah jadi rahasia umum dimana-mana, mulai dari tambang yang kecil dan tambang yang paling gede. Tambang yang kecil ya level-level di bawah, mungkin oknum di Polsek, di Polres,” kata Yusri.
Mafia Judi Online 303 dan Bekas Koruptor Diduga Kuasai Konsesi Tambang PT MHU
Pasca beredarnya grafik Kaisar Sambo dan Konsorsium 303, nama Yoga Susilo dan RBT alias Bong alias Robert Prianto Binosusatya sudah menjadi pengetahuan umum diduga sebagai bandar judi online 303 lantaran berulang kali diwartakan pers dan viral di media sosial.
Dalam dokumen Kaisar Sambo dan Konsorsium 303, nama Yoga Susilo disebut sebagai Bos Kosorsium Judi Wilayah Jakarta. Sedangkan nama RBT alias Bong alias Robert Prianto Binosusatya sejak tahun 2020 disebut oleh Indonesia Police Wach (IPW) sebagai Ketua Korsorsium Judi Online 303 yang bermarkas di Jalan Gunawarman, Jakarta Selatan.
RBT alias Bong alias Robert Prianto Binosusatya, seorang bandar judi online dibenarkan oleh Staf Ahli Kapolri Irjen Pol (Pur) Aryanto Sutadi dalam program Aiman di Kompas TV, Senin (26/9/2022) malam.
Yusri Usman, Direktur Eksekutif Center of Energi And Resources Indonesia (CERI) dalam Seminar dengan tema" Satgassus Merah Putih Polri Terlibat Mafia Tambang?” di Hotel Sofyan Cut Mutia Jakarta (5/10/2022) mengungkapkan, kedua orang yang mendapat stigma sebagai bandar judi online 303 bersama Andrew Hidayat, seorang mantan narapidana kasus suap di KPK, ternyata menguasai saham PT. Multi Harapan Utama (PT. MHU).
MHU perusahaan tambang batubara yang pekan lalu menjadi perbincangan lantaran diduga korupsi pembayaran royalti sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan atau manipulasi pengapalan dan penjualan batubara untuk ekspor secara illegal pada tahun 2021, sebanyak 8.218.817 MT jo TPPU yang merugikan negara sedikitnya mencapai sebesar Rp. 9,3 Triliun, sebagaimana diungkapkan Koordinator MAKI, Boyamin Saiman.
Grafis perusahaan tambang yang diduga beraifilasi dengan jaringan 303 dan Oknum Polri
Menurutnya, adalah logis dan rasional apabila terdapat dugaan PT MHU dibackup atau setidaknya memiliki benang merah dengan Satgasus Merah Putih Polri yang dipimpin Ferdy Sambo.
“Temuan ini membuat aparat penegak hukum harus lebih serius membongkar kasus ini dengan memeriksa semua pihak termasuk PT MHU, Dirjen MInerba, Bea Cukai, Dirjen Perdagangan Luar Negeri dan Kementerian Perhubungan, guna memperjelas dan membuat terang dugaan pidana yang dipersangkakan," ujar Yusri Usman lagi.
Saham PT. MHU, katanya, dikuasai oleh bandar judi online 303 dan mantan narapidana kasus korupsi. Berdasarkan Akte No 182 yang diterbitkan Notaris Jimmy Tanal, SH, M.Kn tanggal 28 April 2022 di Jakarta Selatan, dan telah disahkan Dirjen AHU No: AHU- AH.01.09-09-0012119 tanggal 12 Mei 2022, saham PT. MHU
dimiliki oleh PT. Agata Nugraha Nastari 1 lembar Seri B, PT. Pakarti Putra Sang Fajar 1000 lembar Seri A, PT. Pakarti PutraSang Fajar 3.499 Seri B, PT. Pakarti Putra Sang Fajar 458 lembar Seri C, PT. Agata Nugraha Nastari 550 lembar Seri C.
Tercatat nama Yoga Susilo duduk menjadi Direktur Utama PT. Pakarti Putra Sang Fajar, berdasarkan Akte No. 02 yang diterbitkan Notaris Dwi Yulianti, SH tanggal 05 Maret 2020 di Jakarta Selatan, dan telah disahkan Dirjen AHU No. AHU- AH.01.03.0157324 tanggal 23 Maret 2020.
Namun ketika kasus Kaisar Sambo dan Judi Online 303 riuh mencuat ke permukaan, nama Yoga Susilo menghilang dari jabatan Direktur Utama di PT. Pakarti Putra Sang Fajar, sesuai Akte No. 19 yang diterbitkan Notaris Anastasia Anne Augusta, SH, M,Kn tanggal 25 Agustus 2022 di Kota Cimahi. Kedudukannya digantikan Budi Santoso Simin.
RBT alias Bong alias Robert Prianto Binosusatya adalah pemilik PT. Robust Buana Tunggal yang menjadi pemegang saham mayoritas PT. Mahaguna Bara Sukses, PT. Graha Cipta Pesona Indah menjadi owner PT. MHU melalui PT. Pakarti Putra Sang Fajar.
Sedangkan nama Andrew Hidayat, mantan narapidana kasus suap di KPK menjadi pemilik utama PT. MHU melalui PT. MMS Group Indonesia. Pada susunan komposisi komisaris PT. MHU terdapat nama politisi PDIP berinisial EMS yang juga mantan narapidana kasus korupsi di KPK.
Dikatakan Yusri, perubahan kepemilikan saham PT MHU pada 2 Maret 2022 dihadapan Notaris Buntario Tigris, SH., SE menjelang berakhirnya izin PKP2B PT MHU pada April 2022 patut ditelisik motifnya apakah terkait ada memberikan jaminan kepastian perpanjangan izin PKP2B menjadi IUPK Operasi Produksi? yaitu masuknya nama EMS (Politisi PDIP/Komisaris BUMN) dan WH (Politisi Gerindra) sebagai Komisaris PT MHU.
Hal itu menurut Yusri mengingat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 15 September 2022 menemukan aliran uang dari judi online sejumlah Rp 155 Triliun yang mengalir ke pelajar hingga polisi.
"Oleh sebab itu, kami meminta insan Pers dan publik untuk mengawal proses audit investigasi dari BPK RI terhadap Ditjen Minerba Kementerian ESDM untuk mengungkap dugaan penyimpangan atau korupsi PNBP dan praktek `transfer fricing` dalam realisasi ekspor batubara pada tahun 2021 sekitar 450 juta metrik ton, agar temuan tersebut ditindaklanjuti segera oleh KPK dan Kejaksaan Agung RI," pungkas Yusri.
Bantahan Robert Priantono Bonosusatyo
Law Justice lantas berusaha menghubungi pengusaha Robert Priantono Bonosusatyo untuk meminta konfirmasi terkait informasi dugaan dirinya terlibat dalam jaringan 303 dan bisnis tambang.
"Tidak benar," kata dia dalam keterangan tertulis kepada Law-Justice.co, Sabtu (5/11/2022).
Sementara itu, muncul video pengakuan pria bernama Ismail Bolong yang mengklaim telah menyetor duit tambang ilegal kepada Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto.
Hal ini lantas ditanggapi pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto. Ia mengatakan, Ismail adalah seorang anggota Polri.
"Kalau saya melihat video yang disampaikan oleh Ismail Bolong ini merupakan hasil pemeriksaan di internal Kepolisian sendiri," ujarnya dalam acara diskusi serupa, Kamis.
"Karena beberapa waktu yang lalu, inipun juga sudah dibuka di media (salah satu media nasional) bahwa ada pemeriksaan di Propam tanggal 4 April, meskipun demikian pemeriksaan ini berhenti begitu saja," imbuh Bambang.
Ia mengatakan, video pengakuan Ismail Bolong itu tiba-tiba dikirimkan oleh anonim ke aplikasi pesan WhatsApp-nya. Dalam video itu, Ismail mengaku bekerja sebagai pengepul batubara ilegal.
"Terkait adanya penambangan batubara di wilayah Kalimantan Timur, bahwa benar saya bekerja sebagai pengepul batubara dari konsesi tanpa izin," kata Ismail Bolong dalam video itu.
Dalam video itu, ia terlihat sedang membacakansurat pengakuan yang menyatakan dirinya bekerja sebagai pengepul dari konsesi tambang batu bara ilegal di Desa Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Ismail juga mengatakan, keuntungan dari hasil pengepulan dan penjualan tambang batubara ilegal mencapai Rp5 hingga Rp10 miliar setiap bulan, terhitung sejak Juli 2020 hingga November 2021.
Ia juga mengaku telah berkoordinasi dengan Kabareskim Polri Komjen Pol Agus Andrianto. Koordinasi itu diduga untuk membekingi kegiatan ilegal yang ia lakukan agar tidak tersentuh kasus hukum.
"Terkait kegiatan yang saya laksanakan, saya sudah berkoordinasi dengan Kabareskrim, yaitu ke Bapak Komjen Pol Agus Andrianto dengan memberikan uang sebanyak tiga kali. Yaitu pada bulan September 2021 sebesar Rp 2 miliar, bulan Oktober 2021 sebesar Rp 2 miliar, dan bulan November 2021 sebesar Rp 2 miliar," ujar Ismail.
"Uang tersebut saya serahkan langsung kepada Komjen Pol Agus Andrianto di ruang kerja beliau setiap bulannya, sejak bulan Januari 2021 sampai dengan bulan Agustus yang saya serahkan langsung ke ruangan beliau," lanjutnya.
Tak cuma kepada Agus, Ismail Bolong mengklaim telah menyetorkan uang kepada pejabat reserse Polres Bontang.
"Saya pernah memberikan bantuan sebesar Rp 200 juta pada bulan Agustus 2021 yang saya serahkan langsung ke Kasatreskrim Bontang AKP Asriadi di ruangan beliau," katanya.
Sinergi Oknum Polisi dan Oligarki Tambang
Sementara itu, guru besar kriminologi dan kepolisian dari Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala mengatakan, ada mantan pejabat tinggi (Pati) Polri yang menjadi komisaris, pemilik, atau lawyer perusahaan tambang. Hal itu tentu menjadi bentuk gratifikasi.
"Saya tahu banyak soal ini saat saya menjabat sebagai anggota Ombudsman, dimana saya selesai menjabat tahun lalu," kata Adrianus dalam diskusi `Mengungkap Persekongkolan Geng Tambang di Polisi dengan Oligarki Tambang`, Kamis.
Ia melanjutkan, mereka datang ke Ombudsman untuk mengadu tentang status tambang yang dipermasalahkan dan sebagainya. Menurutnya, mereka bertemu dengannya saat ke Ombudsman.
"Maka saya setuju dengan anggapan bahwa banyak teman-teman Polri yang terlibat di tambang tersebut, entah sebagai komisaris, sebagai pemilik, atau sebagai lawyer," ujar Adrianus.
Ilustrasi pengolahan hasil tambang
"Kesan saya adalah terlepas dari apapun perannya, maka nampaknya peran fungsi mereka yang utama adalah sebagai preman, sebagai orang yang selalu membuat segan banyak pihak ketika misalnya mempertanyakan soal izin," lanjutnya.
Menurutnya, hal itu menjadi masalah karena mereka menggunakan predikat polisi dalam hal negatif. Sementara itu ia menduga, mereka bisa punya akses kepemilikan di tambang karena riwayat penugasan.
"Jadi misalnya, saya pernah bertugas sebagai Kapolres, sebagai Kapolda di satu tempat, dan misalnya dalam rangka penyidikan kemudian mengurus kasus tambang tertentu, lalu saya berhasil mendamaikan," kata Adrianus.
"Maka ada tanda terima kasih. Jadi, singkatnya bahwa ada kaitan dengan riwayat penugasan," imbuhnya.
Ia mengatakan, kepemilikan tambang itu biasanya disembunyikan saat mereka masih menjadi perwira aktif. Namun, biasanya hal itu ditunjukkan saat sudah pensiun.
"Mungkin pada waktu masih menjabat itu disembunyikan, tidak dimunculkan. Baru kelihatan itu (waktu) sudah pensiun," kata dia.
Selain itu ia menemukan, ada kaitan antara kepangkatan dan jabatan dengan luasan wilayah tambang yang dimiliki perwira Polri. Ia mencontohkan, seorang Kapolda atau Pati bisa menjadi pemilik atau komisaris perusahaan tambang. Hal ini berbeda jika pangkatnya lebih rendah.
Ia juga membahas soal penegakan hukum terhadap perusahaan tambang. Menurutnya, Polri terlihat tebang pilih.
"Kalau kasus itu dianggap sebagai tidak aman karena ada nama-nama besar yang mungkin akan mengganggu, maka lalu penegakan hukumnya bisa menguap, bisa menghilang, dan seterusnya," pungkasnya.
Ferdy Sambo dan Catatannya Soal Polri Penerima Gratifikasi
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menduga, Ferdy Sambo memiliki banyak catatan terkait dugaan penyelewengan kewenangan dan gratifikasi.
“Menurut penerawangan saya, Sambo itu mencatat oknum kepolisian itu, dari Jenderal sampai dengan di bawahnya, Kapolda kemudian Kapolres, sehingga praktik tambang ilegal itu berjalan,” kata Sugeng pada Law Justice, Rabu 2 November 2022.
Lebih lanjut ia mengatakan, Ferdy Sambo bisa mengetahui soal gratifikasi Polri itu karena posisinya sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri.
“Karena Sambo sebagai Kadiv Propam menerima pengaduan-pengaduan dari masyarakat tentang adanya dugaan praktik tambang ilegal yang dilindungi oleh oknum polisi,” ujar Sugeng
“Gratifikasi apa? Dalam hal adanya praktik tambang ilegal yang sebetulnya sudah diketahui oleh kepolisian setempat, misalnya Polda setempat, Polsek setempat, atau Polres setempat,” lanjutnya.
Meski begitu, menurut Sugeng praktik tambang ilegal itu tetap berjalan karena ada ‘uang perlindungan’ yang diberikan kepada oknum Polri. Ia mengatakan, uang perlindungan itu diterima oknum-oknum polisi dari level Polsek, Polres, hingga Polda.
“Jadi, itu terjadi di Polda mana saja, dugaan saya di daerah Kalimantan Timur, Kalimantan Utara. Saya yang punya data dua itu lah,” kata Sugeng.
Ilustrasi tambang ilegal
Law Justice berusaha menanyai Sugeng lebih lanjut. Namun, ia menolak membeberkan siapa-siapa saja oknum Polri itu.
“Jangan dong! Ini sangat super rahasia,” ujar dia.
Namun, dalam beberapa wawancaranya ia sempat menyebut nama Briptu IB di Kalimantan Timur dan Briptu HSP di Kalimantan Utara. Menurutnya, ada kaitan polisi jenderal bintang dua dan jenderal bintang satu di situ.
Pada diskusi `Mengungkap Perselingkuhan Geng Tambang di Polisi dengan Oligarki Tambang`, di Jakarta Selatan, Kamis, ia mengatakan keberadaan tambang-tambang ilegal ada di Kalimantan Timur dan tidak ditindak.
Menurutnya, ada kesepakatan tentang uang perlindungan yang dikelola dan dibagikan secara proporsional di antara petinggi kepolisian di Kaltim maupun Mabes Polri.
"Ini yang terekam saya lihat di buku hitam Sambo," ujar Sugeng..
“FS (Ferdy Sambo, red) meminta supaya dilakukan penertiban karena perlindungan ini melibatkan jenderal-jenderal pada wilayah kepolisian lokal," lanjutnya.
Ia juga mengatakan, praktik pertambangan ilegal itu tidak hanya di Kalimantan Timur, tapi juga di Kalimantan Selatan. Ia lantas mempersoalkan kebijakan Polri yang menugaskan Irjen Andi Rian Djajadi menjadi Kapolda Kalsel.
Ia khawatir, publik tidak percaya kepada jajaran Polda Kalsel pimpinan Irjen Andi Rian Djajadi. "Bagaimana dengan track record ini kira-kira dia akan memimpin Polda Kalimantan Selatan?" tanyanya.
Andi Rian Djajadi diketahui gemar berpakaian mewah. Ia juga diduga terlibat pemerasan saat menangani kasus penipuan arloji mewah Richard Mille yang dilaporkan pengusaha Tony Sutrisno.
Kapolri Didesak Bongkar Jaringan 303 di Bisnis Tambang
Direktur CERI Yusri Usman mengatakan, di beberapa tambang, khususnya PT MHU (Multi Harapan Utama), muncul nama-nama dalam bagan alir jaringan 303 yang sempat tersebar di internet beberapa waktu lalu.
“Seperti nama Robert Bonosusatya, Yoga Susilo kan itu muncul. Dia tidak muncul di perusahaan itu, tapi dia tersembunyi di nama pemegang saham atas nama orang lain,” ujarnya.
Menurut data penelusuran Yusri, salah satu pemegang saham PT MHU adalah PT PPSF. Pada Seri A, PT PPSF memiliki 100% saham PT MHU.
Pada Seri B, PT PPSF memiliki 99,99% saham PT MHU, sementara sisanya dimiliki PT ANN.
Pada Seri C, PT PPSF memiliki 45,44% saham PT MHU, sedangkan PT ANN memiliki 54,56% saham PT MHU.
Sementara itu, Direktur Utama PT PPSF adalah Yoga Susilo. Ia diketahui diduga terlibat dalam jaringan 303.
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo didesak tertibkan oknum polisi terima gratifikasi hasil tambang
Berdasarkan data yang sama, nama pengusaha Robert Priantono Bonosusatya juga terkait dengan hal ini. PT PPSF tadi memiliki tiga pemegang saham, yaitu PT GCI, PT BA, dan PT RR.
Sementara pemegang saham PT GCI adalah PT MMS dan PT MBS. Komisaris PT MBS adalah saudara RBT.
Sedangkan pemegang saham PT MBS terbesar adalah PT RBT dengan kepemilikan saham 60%. Direktur Utama PT RBT adalah Robert Priantono Bonosusatya.
“Dan disinyalir uang-uang panas hasil 303 itu banyak dicuci di kegiatan-kegiatan properti, termasuk pertambangan,” lanjut Yusri.
Ia juga menanggapi soal buku hitam Ferdy Sambo yang diduga memuat nama-nama Polri, termasuk jenderal-jenderalnya, penerima gratifikasi dari bisnis tambang. Menurutnya, Sambo bisa saja membocorkan nama-nama itu.
“Itu bisa jadi kalau dia merasa tidak dilindungi, dia punya banyak jasa kepada bagian aliran itu (303), mungkin bisa dia buka itu. Karena sistemnya mafia kan saling melindungi,” kata Yusri.
Ia berharap, jika benar buku itu memuat nama-nama Polri penerima gratifikasi dari bisnis tambang, nama-nama itu harus dibuka supaya terang benderang.
“Ya saling buka, peperangan di antara mereka (Polri) ini. Akhirnya kita yang nggak tahu jadi tahu, pungkasnya.
Kompolnas Bakal Usut Polisi Penerima Gratifikasi Bisnis Tambang
Law Justice berusaha mewawancarai Komisioner Kompolnas dari unsur pakar kepolisian Albertus Wahyurudhanto pada Rabu lalu. Namun, ia urung melakukannya karena tidak punya bahan lengkap mengenai hal itu.
Tetapi Wahyu, sapaannya, memberi keterangan saat Law Justice bertanya soal dugaan buku hitam Sambo memuat nama jenderal polisi penerima gratifikasi dari bisnis tambang. Ia mengatakan, Kompolnas bakan menelusuri hal itu.
“Ada (penelusuran soal dugaan jenderal polisi penerima gratifikasi), tapi data belum valid. Jadi, kami belum bisa sampaikan ke publik,” ujarnya melalui keterangan tertulis.
Sementara ketika ditanya sejauh mana penelusuran Kompolnas terkait hal itu dan perkiraan penyampaian hasil penelusuran kepada publik, ia urung menjawab.
PR Kapolri Bersihkan Institusi Bhayangkara
Beredarnya sejumlah nama petinggi polisi dalam kasus judi online atau yang biasa disebut dengan 303 masih menggegerkan masyarakat.
Hal tersebut, menjadi perbincangan di tengah publik setelah Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan terhadap Brigadir J.
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan Bareskrim Polri terus melakukan penelusuran terhadap Konsorsium judi online 303.
Untuk perkembangan terakhir, Dedi menyebut ada sekitar tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka dan baru tiba di Indonesia usai ditangkap di Kamboja.
Keterlibatan para tersangka itu saat ini tengah diperiksa oleh penyidik Bareskrim Polri guna pengusutan lebih jauh soal peran dan jaringannya.
"Tim gabungan dari Bareskrim maupun dari Polda Metro akan mengembangkan peran tiga tersangka tersebut dan sisanya masih proses penelusuran," kata Dedi kepada Law-Justice.
Dedi mengatakan ketiga tersangka yang diperiksa tersebut merupakan Tjokro Soetrisno, Elvan Adrian Setiawan, dan Ivan Tantowi.
Kadiv Humas Polri Irjen Polisi Dedi Prasetyo
Ia menjelaskan pengungkapan ketiga buronan tersebut dilakukan dari pengungkapan kasus judi yang sempat ditangani oleh Polda Metro Jaya pada 12 Agustus lalu.
Dedi menuturkan, saat itm tim Polda Metro Jaya berhasil menangkap tiga orang pelaku berinisial N, TS, dan NR. Dari hasil pengembangan tersebut kemudian mengarah kepada para buronan yang kini sudah diringkus.
"Tiga tersangka tersebut terdeteksi berada di luar negeri, oleh karenanya dari pihak Bareskrim meminta dari Divhubinter untuk mengeluarkan red notice," ungkapnya.
Dedi menegaskan untuk penelusuran lebih lanjut dalam kasus konsorsium 303, tim kepolisian masih melakukan penyidikan lebih lanjut.
Untuk itu, saat ini pihak kepolisian menegaskan belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut terkait 303.
"Masih dalam penelusuran untuk yang lain," tegasnya.
Direktur Indonesia Club Gigih Guntoro menyatakan kasus Besar yang menimpa Institusi Polri seperti kasus judi online telah memantik reaksi publik untuk mendorong terjadinya perubahan mendasar dengan melakukan reformasi total.
Meski begitu, Gigih mengatakan Kapolri justru gagap dan tak mengerti akar persoalan dan hanya mereduksi harapan publik dengan melakukan reformasi kultural.
"Padahal substansi kerusakan yang terjadi selama ini sudah sistemik dan massal," kata Gigih kepada Law-Justice.
Gigih menuturkan bila reformasi, selain membebaskan dari bayang-bayang TNI juga telah menjerumuskan Polri pada kerusakan sistem.
Menurutnya, reformasi tidak hanya menyeret Polri ke ranah Politik praktis, melainkan juga masuk ke wilayah sektor bisnis khususnya tambang.
Penertiban dan penegakan hukum lokasi tambang
Ia menyatakan berdasarkan UU No 2 Tahun 2002 dan dipertegas Pasal 5 Peraturan Pemerintahan No. 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Indonesia, Anggota Polri dilarang berbisnis dan penyalahgunaan wewenang.
"Tapi dalam prakteknya ada anggota Polri menjalankan bisnis secara terang-terangan dan tak jarang pula dilakukan secara ilegal. Kasus tertangkapnya anggota Polri Labora Sitorus dari Papua, tertangkapnya Briptu Hasbudi dari Kaltara dan lain2 merupakan serpihan kecil dari praktik kotor di level rendahan," tuturnya.
Gigih menyebut meski 4 pelaku dari 10 gembong 303 sudah tertangkap, namun penegakan hukum atas dugaan keterlibatan petinggi Polri dalam Konsorsium 303 seolah ‘’mandeg” tak jelas sampai sekarang.
Ditambah lagi dugaan keterlibatan petinggi Polri dalam Konsorsium 303 yang menyasar sektor pertambangan juga belum tersentuh.
Kerusakan ini seakan telah menyempurnakan Institusi Polri hanya dipakai kelompok tertentu untuk memburu rente.
"Sektor tambang yang identik dengan carut marut perizinan yang berujung pada konflik lahan dan bahkan marak tambang ilegal merupakan salah satu kasus besar yang menjadi atensi pimpinan Polri," ungkapnya.
Selain itu, keberadaan Satgasus yang memiliki otoritas besar dan memang dilegitimasi keberadaanya sejak Kapolri Tito menjadi powerfull atasnama penegakan hukum.
Bahkan tak jarang bersengkongkol dengan korporasi tambang besar melakukan teror, intimidasi, penangkapan hingga berujung pada kriminalisasi terhadap siapapun yang mengganggu tambang.
"Tambang ilegal, keberadaan Satgasus bukan melakukan penegakan hukum, tapi justru kerap melegalkan dan melindungi tambang ilegal," imbuhnya.
Gigih menyatakan Satgasus telah menjadi mesin hukum bagi oligarki tambang untuk memuluskan kepentingan bisnisnya.
Bahkan ada dugaan Satgasus ini tidak hanya melindungi mafia tambang ilegal tapi juga secara langsung terlibat dalam bisnis perdagangan hasil tambang secara ilegal.
"Polri sebagai aparat penegak hukum telah terseret dalam arus politik praktis dan bisnis ekonomi. Polri secara aktif tlah menjadi bagian alat kekuasaan dengan melibatkan dirinya dalam kontestasi politik nasional dan ataupun Pilkada," imbuhnya.
Gigih menyatakan bila posisi tersebut jelas merupakan syarat konflik kepentingan dan membahayakan proses penegakan hukum.
Dalam kurun waktu 20 tahun reformasi, Polri telah banyak mewarisi watak pemburu rente dari elit politik dan oligarki tambang sehingga korupsi dan perilaku kriminal terus tumbuh subur tak pernah berakhir.
"Semua level di Institusi Polri berebut sumber investasi dan proyek demi akumulasi pribadi dan kelompoknya sehingga mereka mirip predator berbaju hukum," ujarnya.
Petinggi Polisi Aktif Modali Tambang Ilegal
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Melky Nahar mengungkapkan ada oknum polisi aktif diduga modali operasi tambang ilegal.
Awalnya, Melky menyinggung keterkaitan aparat keamanan dalam urusan bisnis tambang dan energi di Indonesia.
Dalam temuan JATAM, ia menuturkan bahwa ada oknum polisi yang terlibat langsung dalam bisnis tambang.
"Ada (oknum polisi) yang justru terlibat secara langsung dalam bisnis tambang itu sendiri. Entah itu dia masih aktif menjabat apalagi kalau dia sudah purna tugas," kata Melky ketika dikonfirmasi Law-Justice.
Melky menjelaskan pada 2020 JATAM sempat merilis daftar nama dari kalangan TNI maupun Polri yang diduga terafiliasi dengan bisnis tambang di Indonesia.
Hasil temuan JATAM, kata dia, menunjukkan ada oknum polisi aktif diduga terlibat secara langsung dalam urusan bisnis tambang ilegal.
"Jadi polisi aktif juga kemudian diduga terlibat secara langsung di bisnis tambang ini. Jadi dia memodali kira-kira begitu bagi operasi tambang terutama yang ilegal," ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan keterlibatan beberapa aparat itu terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
"Ada yang di Kalimantan Utara, ada yang di Kalimantan Timur, ada yang di Kalimantan Selatan, ada yang di Bangka Belitung. Jangan lupa ada yang di Pulau Buru Maluku, ada yang di Papua," imbuhnya.
Aliran Uang Tambang Ilegal ke Oknum Polri
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto mengatakan bila sejak tahun 2017 transaksi judi online cenderung meningkat tiap tahunnya.
Berdasarkan Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan adanya aliran dana yang diduga terkait dengan transaksi judi, baik judi konvensional maupun judi online ke oknum polisi, dan ibu rumah tangga hingga pelajar.
“Dengan jumlah total transaksi yang telah dianalisis lebih dari Rp 155 triliun, dan tidak kurang dari 25 hasil analisis terkait judi online telah disampaikan kepada aparat penegak hukum oleh PPATK sejak tahun 2019 hingga tahun Juni 2022,” kata Didik kepada Law-Justice.
Atas potret perjudian tersebut, Didik Mukrianto merasa prihatin dan miris dengan fakta-fakta yang terekam oleh PPATK tersebut hingga terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.
“Lebih dari itu jika benar ada aliran ke oknum polisi, maka ini menjadi moral hazard yang tidak bisa ditolerir dalam konteks tugas dan tanggung jawab Kepolisian,” tegasnya.
Menurut Didik, atas temuan dan rekomendasi tersebut, tidak ada jalan lain bagi Kepolisian untuk segera menindaklanjuti dengan melakukan penegakan hukum terhadap judi ini secara tegas, massif dan berkelanjutan, tanpa pandang bulu.
“Pastikan institusi Polri sebagai garda terdepan pemberantasan judi ini terbebas dan bersih dari potensi perilaku oknum yang korup dan kotor,” ungkapnya.
Di sisi lain, kata Didik lagi, temuan PPATK tersebut menjadi batu uji keseriusan Polri untuk membongkar mafia judi dan sekaligus memberantas tuntas penyakit masyarakat ini.
Didik menyatakan jangan sampai virus mafia judi ini hanya dibiarkan saja sehingga bisa merusak masyarakat dan institusi penegak hukum, khususnya kepolisian.
“Jika ini terjadi maka akan menimbulkan damage atau daya rusak yang sangat luar biasa terhadap masyarakat dan institusi penegak hukum. Dan bila kerusakannya terlalu besar, tidak mudah bagi Kepolisian untuk memperbaiki,” pungkasnya.
Tim Liputan Investigasi
Komentar