Ngeri! AS Ciptakan Varian Baru Covi-19, 80% Lebih Mematikan

Rabu, 26/10/2022 10:20 WIB
Ilmuan AS (WWMT)

Ilmuan AS (WWMT)

Jakarta, law-justice.co - Para ilmuwan di Universitas Boston, Amerika Serikat (AS) menciptakan varian baru Covid-19 dengan tingkat kematian 80%.
Para peneliti ini menggabungkan varian Omicron yang sangat menular dari virus Corona dengan jenis asli yang pertama kali terdeteksi di Wuhan.


Dalam percobaannya virus membunuh 80% tikus yang terinfeksi. Dan ketika tikus hanya terkena Omicron, mereka mengalami gejala ringan.

Penelitian ini dilakukan oleh tim ilmuwan dari Florida dan Boston di laboratorium penyakit menular nasional. Mereka mengekstrak protein lonjakan dari Omicron dan melampirkannya virus yang pertama kali terdeteksi pada awal pandemi.

Mereka kemudian mendokumentasikan bagaimana tikus bereaksi terhadap ketegangan hibrida.

"Di tikus, Omicron menyebabkan infeksi ringan, non-fatal, virus pengangkut Omicron menyebabkan penyakit parah dengan tingkat kematian 80 persen," tulis tim peneliti dalam sebuah makalah penelitian, dikutip dari Fox29, Rabu (26/10/2022)

"Strain baru memiliki partikel virus lima kali lebih menular daripada varian Omicron," imbuh mereka.


Covid-19 pertama kali terdeteksi dari pasar basah di Wuhan, meskipun banyak yang percaya virus itu direkayasa di Wuhan Institute of Virologi. Organisasi Kesehatan Dunia terus menghadapi kritik atas penanganan krisis di awal.

Sementara itu, Omicron merupakan varian Covid yang sangat menular, bahkan pada mereka yang telah divaksinasi.

Boston University telah memberikan penjelasan tambahan soal penelitian ini. Universitas mencatat bahwa penelitian tersebut telah ditinjau dan disetujui oleh Institutional Biosafety Committee (IBC), yang terdiri dari ilmuwan serta anggota masyarakat setempat, dan bahwa Komisi Kesehatan Masyarakat B

Studi ini bertujuan untuk memeriksa protein spike (duri) pada varian Omicron SARS-CoV-2 (BA.1). Para peneliti tertarik untuk membandingkan varian dengan strain virus asli, yang dikenal sebagai strain Washington.


Mereka ingin mengetahui apakah strain terbaru tidak menyebabkan penyakit parah hanya karena virus itu tidak menginfeksi sel yang sama dengan strain sebelumnya. Mereka tertarik pada bagian dari virus yang menentukan seberapa serius penyakit yang akan diderita seseorang.

Corley menegaskan bahwa penelitian ini bukan penelitian gain-of-function, artinya tidak memperkuat strain virus SARS-CoV-2 negara bagian Washington atau membuatnya lebih berbahaya. Faktanya, penelitian ini membuat virus bereplikasi menjadi kurang berbahaya.

"Penelitian ini menunjukkan bukan protein spike yang membuat Omicron lebih menular, tetapi protein virus lainnya. Menentukan protein apa, akan membantu memperbaiki diagnosis dan strategi pengelolaan wabah," kata Mohsan Saeed, profesor biokimia di Boston University.

Para peneliti juga menekankan bahwa tingkat kematian adalah hasil dari uji coba pada subjek hewan.

Adapun model hewan yang digunakan adalah jenis tikus tertentu yang sangat rentan, dan 80 persen hingga 100 persen tikus yang terinfeksi meninggal karena penyakit dari jenis aslinya, yang disebut jenis Washington.

"Padahal Omicron menyebabkan penyakit yang sangat ringan pada hewan-hewan ini." ungkapnya.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar