Ini Perbedaan Partai Komunis Soviet, Partai Komunis China dan PKI (3)

Senin, 17/10/2022 20:32 WIB
Ini Perbedaan Partai Komunis Soviet, Partai Komunis China dan PKI (cnn).

Ini Perbedaan Partai Komunis Soviet, Partai Komunis China dan PKI (cnn).

Jakarta, law-justice.co - C. Partai Komunis Indonesia

Partai Komunis Indonesia (PKI) dibentuk pada Mei 1914. Partai ini menjadi salah satu partai terbesar di Indonesia sebelum dibubarkan pada 1965.

PKI menjadikan pedesaan sebagai basis gerakan mereka. Partai ini juga mendirikan organisasi sayap seperti Barisan Tani Indonesia (BTI) dan Serikat Tani Indonesia (SAKTI).

Organisasi sayap tersebut muncul sebagai cara PKI meraih dukungan dalam Pemilu 1955, demikian dikutip Universitas Indonesia Library.

Selain itu, PKI juga mendorong Undang-Undang Reformasi Tanah. Aturan ini membuat mereka memperluas kampanye menurunkan sewa tanah. Sebesar 40 persen hasil panen bersih bagi pemilik tanah, sedangkan 60 persen bagi petani penggarap.

Pada akhirnya, Soekarno selaku presiden pertama RI mengesahkan UU tersebut.

Baca juga : Republik Mubazir

Berbeda dengan Partai Komunis China soal agama, PKI membebaskan anggotanya memeluk agama mana pun.

"Secara resmi PKI juga menyampaikan ucapan selamat hari raya [agama-agama] besar di Indonesia di setiap waktunya," kata sejarawan Indonesia, Andi Achdian pekan ini.

Mereka bahkan mengakui Pancasila sebagai ideologi negara. Di mana, poin pertama berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa."

"Orang-orang komunis mengaku dan menerima Pantja Sila, salah satu dari lima prinsip itu [adalah] Ketuhanan Yang Maha Esa, termasuk pengertian tidak boleh melakukan propaganda anti-agama di Indonesia," kata ketua PKI, DN Aidit saat berpidato pada 1962 lalu, tujuh tahun setelah Indonesia merdeka.

Lebih lanjut, Aidit mengatakan pihaknya menerima konsep Pancasila karena komunis di Indonesia memang tak berminat melakukan propaganda anti-agama.

"Tetapi di sisi lain, komunis juga menuntut agama tak boleh dipaksakan kepada orang, karena ini tidak sesuai dengan perasaan kemanusiaan, perasaan nasionalis, tidak selaras dengan demokrasi dan keadilan," terang dia, seperti dikutip Indonesia at Melbourne.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar