Pangi Syarwi Chaniago, Analis Politik Voxpol Center Research and Consulting

Keputusan Berani Nasdem Usung Anies sebagai Capres, Sudah Tepat?

Kamis, 06/10/2022 22:20 WIB
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh mengungkapkan alasan mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres) 2024. Menurutnya, Anies adalah pilihan yang terbaik dari pilihan-pilihan yang ada. Nama Anies diumumkan dalam Deklarasi Calon Presiden 2024 di Nasdem Tower, Gondangdia, Jakarta Pusat, Senin (3/10/2022). Robinsar Nainggolan

Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh mengungkapkan alasan mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres) 2024. Menurutnya, Anies adalah pilihan yang terbaik dari pilihan-pilihan yang ada. Nama Anies diumumkan dalam Deklarasi Calon Presiden 2024 di Nasdem Tower, Gondangdia, Jakarta Pusat, Senin (3/10/2022). Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Nasdem mengambil keputusan yang sangat berani, selalu terdepan dalam mengambil momentum politik. Kandidat capres Nasdem akhirnya mengerucut kepada Anies Baswedan, Anies merupakan salah satu kandidat dalam bursa bakal capres Nasdem bersanding dengan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dan Panglima TNI Jenderal, Andika Perkasa.

Partai Nasdem dan Surya Paloh tentu saja sudah menghitung, mengalkulasi secara matematika politik, mengkaji secara terukur, pertimbangan matang sadap, keputusan untuk mengusung Anies sebagai capres, apakah keputusan politik ini sudah tepat?

Melihat kembali jam terbang Surya Paloh dalam konteks king maker dan membaca track record-nya” yang mahir dalam membaca momentum politik, piawai dalam mengambil keputusan strategis baik di level pemilihan presiden maupun kepala daerah, namun apakah keputusan politik beliau selalu tepat?

Dalam konteks basis akar rumput (grassroot), ada yang punya pandangan bahwa ketika Nasdem mengusung Anies maka basis grassroot Nasdem akan melemah dan Nasdem berpotensi ditinggal pemilihnya sendiri karena terjadinya split ticket voting. Hal ini terjadi karena ketidak sesuaian antara pilihan “elite” dengan suara “akar rumput”.

Perilaku pemilih Nasdem ini setidaknya bisa dilihat dari beberapa hasil survei, apakah pemilih Nasdem lebih cenderung memilih Ganjar, Andika atau Anies?

Hasil survei Voxpol Center bulan Juli lalu menunjukkan untuk Indonesia Timur seperti Papua, NTT, Manado misalnya basis pemilih grassroot Nasdem lebih signifikan memilih Ganjar sebesar 78,8 persen, Anies sebesar 36,7 persen.


Sebaliknya Anies Baswedan justru unggul di DKI Jakata 81,3%, Jawa Barat dan Banten. Ada potensi Nasdem melakukan penetrasi melebarkan wilayah basis pemilihnya, betulkah pemilih partai akan migrasi memilih Nasdem apabila nantinya terbukti pengaruh Anies effect menguat?

Betulkah Nasdem piawai membaca peta politik? Apakah Nasdem sedang berburu coattail effect? Semua partai punya kepentingan yang sama mengusung kandidat capres dalam rangka menyelamatkan elektabilitas partai, dalam konteks kandidat yang diusung membawa “berkah elektoral” untuk partai.

Dengan kata lain, kunci kemenangan pemilu legislatif sangat ditentukan seberapa besar efek kandidasi capres ikut mendongkrak elektabilitas partai.

Memahami logika ini partai Nasdem akan berupaya sekeras mungkin untuk membangun identity Nasdem yang seolah “kongruen” dan “sebangun” dengan Anies, semakin tinggi identity bahwa Anies adalah Nasdem dan Nasdem identik dengan Anies maka peluang Nasdem untuk mendapatkan insentif efek “ekor jas” pada kelender pemilu serentak nanti akan semakin besar.

Namun sebaliknya jika Nasdem gagal dalam stempel identity Anies, maka tidak akan memberikan dampak elektoral yang signifikan terhadap pertumbuhan elektoral Nasdem, malah akan berpotensi sebagai pemantik konflik di internal partai.

Dengan demikian, Nasdem tinggal menyakinkan Partai Demokrat dan PKS, apakah nanti salah satu dari kader Demokrat dan PKS menjadi cawapres pasangan Anies. Atau nanti koalisi yang dibangun klik pada “persamaan kepentingan”, misalnya koalisi bersyarat Partai Demokrat, siap bergabung berkoalisi mengusung Anies dengan syarat membawa nama kandidasi AHY sebagai cawapres pasangan Anies.

Dan begitu juga PKS misalnya “klik” pada persamaan kepentingan dengan tawaran yang lebih prkatis dengan meminta “jatah menteri” yang lebih banyak karena tidak memaksakan memasang kadernya untuk diajaukan sebagai capres dan cawapres, dan itu sah-sah saja.

Partai ikut kontestasi pemilu, kemudian ketika menang, power sharing mengambil alih kekuasaan lewat kursi menteri.

Selanjutnya, Anies juga diberikan keleluasaan oleh Nasdem untuk mencari pasangan cawares yang ideal, bagaimana pun karena pilpres 2024 “lapangan datar”, artinya tidak ada capres incumbent, dengan demikian cawapres menjadi “faktor kunci” yang sangat menentukan peta pilpres 2024.

Salah mengandeng cawapres, “kartu mati” dan “bunuh diri” politik, sebab sejauh ini, racikan elektoral calon presiden masih sangat kompetitif dan dinamis, tidak ada capres yang leading “tanpa tanding” elektabilitasnya.

Setidaknya kita sudah punya gambaran sementara “peta koalisi”, kemungkinan juga bakal ada yang mengalami “patahan”, makin mengerucut mendekati injuretime/lastminute batas pendaftaran pencalonan capres/cawapres.

Poros pertama yang terdiri dari partai Nasdem-Demokarat dan PKS yang akan mengusung Anies-AHY atau Anies-Khofifah atau Anies-Ahmad Heryawan yang direncanakan akan deklarasi capres/cawapres dan parpol koalisi pengusung pada 10 November 2022.

Poros kedua koalisi Golkar-PPP-PAN mengusung capres Ganjar-Airlangga. Poros ketiga Gerindra-PKB-PDIP mengusung Prabowo-Puan atau poros keempat PDIP maju sendiri, artinya akan ada 3 sampai 4 poros koalisi pada pilpres 2024.

Setidaknya kita sudah punya 2 gambaran capres yakni Anies Baswedan dan Prabowo Subianto, dengan pengumuman lebih awal capres dan parpol koalisi pengusung, tentunya masyarakat punya waktu lebih luang untuk mencermati rekam jejak capres/cawapres 2024.

 

 

 

 

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar