Kata Ditjen Pajak soal Temuan BPK Rp15,31 T Insentif Pajak Bermasalah

Kamis, 06/10/2022 05:34 WIB
Kantor Direktorat Jenderal Pajak. (Dok.Ditjen Pajak)

Kantor Direktorat Jenderal Pajak. (Dok.Ditjen Pajak)

Jakarta, law-justice.co - Dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2022, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan, pengelolaan insentif dan fasilitas perpajakan pada tahun 2021 sebesar Rp 15,31 triliun belum sepenuhnya memadai.

Direktorat Jendral Pajak (DJP) pun menegaskan akan menindaklanjuti penemuan tersebut.

Dalam laporan itu dijelaskan, adanya pengelolaan insentif perpajakan yang belum memadai menyebabkan adanya potensi penerimaan pajak yang hilang hingga pemberian insentif yang tidak valid.

Direktur Jendral Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo mengatakan, temuan BPK tersebut akan digunakan untuk melakukan perbaikan dalam pemberian insentif perpajakan di periode selanjutnya.

“Ini akan membuat tata kelola insentif perpajakan mudah dan sederhana. Di satu sisi harusnya nanti jadi bahan evaluasi ke depannya,” tutur Suryo dalam Media Briefing Bersama DJP, Selasa (4/10).

Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Asral mengatakan, dari penemuan tersebut akan dipertanggungjawabkan.

Dia menambahkan, dari Rp 15,31 triliun, sebanyak Rp 6,74 triliun merupakan realisasi insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) DTP dari Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) periode 2020-2021 yang belum dicairkan di periode tersebut, sehingga menjadi tunggakan.

“Penemuan BPK itu sebenarnya karena ada PPN DTP kami hasil PEN 2020-2021 yang belum dicairkan di 2021 Rp 6,74 triliun. Ini karena ada proses Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan sebagainya sehingga, yang harusnya dicairkan di 2020-2021 itu tidak dicairkan di tahun yang bersangkutan,” ujar Yon.

Dia bilang, temuan BPK tersebut akan segera ditindak lanjuti sesuai dengan arahan Dirjen Pajak, dan akan melakukan komunikasi dengan Ditjen Anggaran dan akan menindaklanjuti hasil dari komunikasi tersebut.

Selain itu, dia menegaskan Ditjen Pajak juga akan memilah mana yang akan ditindaklanjuti sehingga rekomendasi bisa segera disampaikan.

“PEN kami lakukan dengan baik tata kelola, termasuk penyusunan dashboard dan keuntungan pajak, kami buat evaluasi dan menyusun dashboard sehingga pengawasan selama ini tetap ada,” jelas dia.

Begitupun dengan tax holiday yang dulunya manual, saat ini sudah disiapkan otomatis dan ada pemeriksaan eksternal data swatch yang sama.

Untuk diketahui, dalam temuan BPK tersebut, terdapat potensi penerimaan pajak yang belum direalisasikan atas pemberian fasilitas diantaranya, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Non-PC-PEN kepada pihak yang tidak berhak sebesar Rp 1,31 triliun, nilai realisasi fasilitas PPN Non-PC-PEN insentif sebesar Rp 390,47 miliar tidak valid, nilai realisasi pemanfaatan fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar Rp 3,55 triliun tidak andal.

Kemudian, potensi pemberian fasilitas PPN DTP kepada pihak yang tidak berhak sebesar Rp 154,82 miliar, potensi penerimaan pajak dari penyelesaian mekanisme verifikasi tagihan pajak DTP Tahun 2020 sebesar Rp 2,06 triliun, Belanja Subsidi Pajak DTP dan Penerimaan Pajak DTP belum dapat dicatat sebesar Rp 4,66 triliun, dan nilai realisasi insentif dan fasilitas pajak PC-PEN sebesar Rp 2,57 triliun terindikasi tidak valid.

Atas temuan tersebut, BPK kemudian merekomendasikan kepada Menteri Keuangan selaku Wakil Pemerintah untuk menginstruksikan Direktur Jenderal Pajak di antaranya, untuk memutakhirkan sistem pengajuan insentif WP dengan menambahkan persyaratan kelayakan penerima insentif dan fasilitas perpajakan sesuai dengan ketentuan pada laman resmi DJP Online.

“Dan Menguji kembali kebenaran pengajuan insentif dan fasilitas perpajakan yang telah diajukan WP dan disetujui, selanjutnya menagih kekurangan pembayaran pajak beserta sanksinya untuk pemberian insentif dan fasilitas yang tidak sesuai,” tulis laporan tersebut.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar