Eks Pengacara Bharada E Gugat Komnas HAM & Komnas Perempuan

Selasa, 04/10/2022 23:41 WIB
Pengacara Bharada E Deolipa Yumara (Foto: Tribun)

Pengacara Bharada E Deolipa Yumara (Foto: Tribun)

Jakarta, law-justice.co - Mantan pengacara Bharada E (Bharada Richard Eliezer) Deolipa Yumara melayangkan gugatan kepada Komnas HAM dan Komnas Perempuan ke PTUN Jakarta,  akibat pernyataan kedua lembaga negara itu terkait dugaan pelecehan Brigadir J kepada istri Putri Candrawathi.

"Sudah (didaftarkan), besok dapat nomer perkaranya," kata Deolipa, sapaannya, seperti yang dikutip Law Justice dari Detik, Selasa (4/10/2022).

Gugatan tersebut diajukan oleh enam advokat, yaitu Deolipa Yumara, Muh. Burhanuddin, Emanuel Herdiyanto, Sahputra Tarigan, Davi Helkiah Radjawane, dan Charles Parlindungan Sihombing. Gugatan diajukan terhadap kedua lembaga negara itu dalam berkas terpisah.

Sedangkan objek gugatan para penggugat adalah tindakan faktual berupa pernyataan terbuka Tergugat (Komnas HAM dan Komnas Perempuan) terkait dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir Yosua Hutabarat kepada Putri Candrawathi.

Gugatan itu diajukan ke PTUN Jakarta atas dugaan melanggar hukum oleh penguasa, oleh badan, dan atau pejabat pemerintahan (onrechtmatige overheidsdaad).

Para penggugat menilai tindakan faktual Tergugat tidak didasarkan pada bukti yang cukup, tetapi berupa keterangan sepihak ysaksi yang telah dikenakan status tersangka oleh penyidik.

Deolipa mengaku, ia telah mengajukan surat keberatan atas tindakan Tergugat. Namun, para tergugat tidak menanggapi surat keberatan itu.

Deolipa dalam berkas gugatannya menyebut, tindakan faktual Tergugat adalah tindakan melampaui kewenangan Tergugat (Komnas HAM) sebagaimana dalam ketentuan Pasal 89 ayat 3 UU No.39/1999 tentang HAM, telah jelas diatur dalam ketentuan Pasal 20 UU No.26/2000 tentang peradilan HAM.

"Bahwa Tergugat (Komnas HAM) sesuai Pasal 89 ayat 3 UU No.39/1999 tentang HAM, telah jelas diatur dalam ketentuan Pasal 20 UU No.26/2000 tentang peradilan HAM, harusnya sampai pada penyerahan suatu rekomendasi atas penyelidikannya yakni ada tidaknya dugaan terjadi pelanggaran HAM," kata Deolipa.

"Namun, Tergugat (Komnas HAM) malah menyampaikan secara terbuka kepada publik suatu keadaan yang bersifat asumsi dan tanpa dasar tentang adanya dugaan pelecehan seksual. Sebagai bagian dari publik, para Penggugat merasa dirugikan, oleh tindakan tergugat," imbuhnya.

Deolipa mengatakan, sebagai mantan pengacara Bharada E, para penggugat merasa dirugikan oleh tindakan faktual tergugat (Komnas HAM). Sebabnya, Tergugat (Komnas HAM) memiliki kewenangan non-pro justitia, tapi bertindak seperti penegak hukum dalam proses pro justitia.

Berikut adalah petitum gugatan terhadap Komnas HAM:

  1. Mengabulkan gugatan para penggugat seluruhnya
  2. Menyatakan tindakan faktual tergugat berupa pernyataan media pada tanggal 1 September 2022 adalah perbuatan perbuatan melanggar hukum, oleh penguasa oleh Badan dan/Pejabat Pemerintahan (onrechtmatige Overheidsdaad)
  3. Menyatakan batal tindakan Tergugat mengeluarkan pernyataan media pada tanggal 1 September 2022
  4. Memerintahkan Tergugat untuk mencabut pernyataan media tanggal 1 September 2022
  5. Menghukum Tergugat membayar biaya perkara


Berikut adalah petitum gugatan terhadap Komnas Perempuan:

  1. Mengabulkan gugatan para penggugat seluruhnya
  2. Menyatakan tindakan faktual tergugat berupa pernyataan media pada tanggal 1 September 2022 adalah perbuatan perbuatan melanggar hukum, oleh penguasa oleh Badan dan/Pejabat Pemerintahan (onrechtmatige overheidsdaad)
  3. Menyatakan batal tindakan Tergugat mengeluarkan pernyataan media pada tanggal 1 September 2022
  4. Memerintahkan Tergugat untuk mencabut pernyataan media tanggal 1 September 2022
  5. Menghukum Tergugat membayar biaya perkara

(Amelia Rahima Sari\Yudi Rachman)

Share:




Berita Terkait

Komentar