LBH Pers dan AJI Kecam Pelaku Peretasan Awak Media Narasi

Sabtu, 01/10/2022 11:40 WIB
Ketua AJI Sasmito dan Direktur Eksekutif LBH Pers, Ade Wahyudin (Dok.Ist)

Ketua AJI Sasmito dan Direktur Eksekutif LBH Pers, Ade Wahyudin (Dok.Ist)

Jakarta, law-justice.co - Direktur Eksekutif LBH Pers, Ade Wahyudin menuturkan, penggunaan tiga pasal tersebut berkaitan dengan adanya perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan terganggunya sistem elektronik, dalam hal ini portal Narasi.

“Gangguan tersebut mengakibatkan tim Narasi tidak bisa mengunggah konten dan juga publik tidak bisa mengaksesnya,” ungkap Ade yang turut mendampingi tim Narasi saat melapor ke polisi, dilansir Sabtu (1/10/2022)

Pasal 30 dan Pasal 32 UU ITE mengatur tentang tindak pidana mengakses secara tidak sah dan atau kejahatan terhadap setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan informasi elektronik milik orang lain atau publik.

Sementara pasal 18 UU Pers berkaitan dengan setiap orang yang secara melarang hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja pers.

Temuan dari tim internal Narasi memperlihatkan adanya dampak yang signifikan pasca DDOS pada portal mereka pada Kamis, 29 September 2022 petang.

Ketua Umum AJI Indonesia, Sasmito mengatakan serangan DDoS terhadap Narasi, menjadi bukti baru upaya sistematis lanjutan untuk membungkam Narasi dan bertujuan agar publik tidak dapat mengakses konten jurnalistik di Narasi.

Dia meminta penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus tersebut. “Karena ini semakin membuktikan ada intensi tidak baik (terhadap pers dan publik),” ujarnya.

Aktor-aktor yang terlibat dalam serangan itu harus diadili hingga ke pengadilan agar memberikan efek jera, sehingga peristiwa serupa tidak terjadi lagi masa mendatang.

Sebelumnya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyebarkan petisi daring guna menjaring dukungan publik terkait dugaan peretasan sistematis terhadap sedikitnya 37 karyawan dan eks karyawan Narasi pada akun Whatsapp, Telegram, Instagram, Facebook, hingga Twitter sejak 23 September 2022. Petisi daring yang termuat pada laman Change.org ini sudah mendapatkan dukungan dari setidaknya 9.414 orang.

Dampak peretasan itu mengakibatkan kru Narasi tidak dapat bekerja nyaman guna memproduksi konten jurnalistik yang berdampak. Mereka merasa “dimata-matai” oleh pihak tertentu (surveillance). Mereka juga terpaksa menutup seluruh email redaksi sehingga mengganggu koordinasi dan komunikasi internal, hingga tidak dapat menerima informasi dari publik.

Sebelumnya, Tim kuasa hukum Narasi melaporkan dugaan serangan DDOS (Distributed Denial of Service) atau Penolakan Layanan secara terdistribusi yang menimpa portal medianya ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia di Jakarta, Jumat, 30 September 2022. Laporan telah diterima dengan Nomor: STTL/365/IX/2022/BARESKRIM.

Serangan DDoS tersebut adalah rangkaian serangan digital yang dialami Narasi, setelah aset-aset digital 37 kru redaksi dan mantan redaksinya diretas sejak Sabtu 24 September 2022.

Serangan Ddos tersebut merupakan tindak kejahatan digital yang melanggar Pasal 30, Pasal 32 UU No 19 Tahun 2016 tentang Internet dan Transaksi Elektronik (ITE) yang menyebabkan terganggunya kegiatan jurnalistik tim redaksi Narasi. Berbagai bentuk perbuatan menghalang-halangi kegiatan jurnalistik juga melanggar Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Pers.

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar