Desmond J. Mahesa, Wakil Ketua Komisi III DPR RI

Peringatan G30S PKI Ditengah Kekhawatiran Kebangkitan Neo Nasakom?

Jum'at, 30/09/2022 07:04 WIB
Desmond J. Mahesa, Wakil Ketua Komisi III DPR RI (Ist)

Desmond J. Mahesa, Wakil Ketua Komisi III DPR RI (Ist)

Jakarta, law-justice.co - Setiap memasuki bulan September dan awal Oktober, bangsa Indonesia selalu diramaikan oleh perbincangan soal PKI (Partai Komunis Indonesia). Pembicaraan soal PKI menghangat karena pada bulan September tepatnya tanggal 30 September 1965 telah terjadi pemberontakan oleh PKI yang ingin merubah Haluan Negara Pancasila.

Pemberontakan tersebut telah gagal mencapai tujuannya sehingga pada tanggal 1 Oktober setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Peringatan ini didasari oleh kisah kelam pertumpahan darah dan gugurnya tujuh perwira tinggi militer Indonesia kala insiden pemberontakan G30S PKI yang menjadi sejarah tragis bagi bangsa Indonesia.

Namun kini dengan tumbangnya Orba, suasana peringatan tragedi G30/PKI dan hari kesaktian Pancasila tersebut terasa semakin hambar saja. Bendera bendera yang berkibar setengah tiang makin sulit ditemukan di desa maupun kota. Film G30S/PKI yang biasanya diputar oleh televisi nasional juga sudah menghilang entah kemana.

Kondisi tersebut pada akhirnya memunculkan anggapan bahwa isu isu yang terkait dengan PKI sudah tidak lagi menarik untuk dibicarakan karena dianggap hanya sebagai bagian dari propaganda Orde Baru (Orba). Namun oleh sebagian orang, kondisi ini juga bisa dimaknai sebagai sebagian dari gejala kembalinya Neo Nasakom yang dahulu pernah diperjuangkan oleh Presiden Soekarno pada masa Orde Lama berkuasa.

Apa itu konsep politik Nasakom yang dulu pernah dicetuskan oleh Bung Karno pada saat Orde Lama berkuasa ?, Mengapa konsep Nasakom itu dinilai bertentangan dengan Pancasila ?. Apa benar Neo Nasakom saat ini telah lahir kembali di Indonesia, seperti apa tanda tandanya ?,

Mengenal Nasakom

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, Nasakom (Singkatan dari nasionalisme, agama, dan komunisme), adalah konsep politik yang dicetuskan oleh Ir. Soekarno Presiden pertama Indonesia. Ide pembuatan nasakom dikemukaan oleh Presiden Soekarno karena dipengaruhi oleh kondisi politik Indonesia yang masa itu dikuasai oleh kaum Nasionalis, Agama(islam) , dan PKI (Partai Komunis Indonesia).

Diantara ketiga golongan  tersebut kerap kali terjadi pertentangan yang tajam antara yang satu dengan yang lainnya.Golongan agama menginginkan perpolitikan yang sesuai dengan ajaran agama, namun golongan komunis yang lebih condong pada ajaran Marx dan Lenin mengklim memperjuangkan nasib rakyat jelata. Sedangkan golongan nasionalis lebih mementingkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Menurut Anhar Gonggong, Sejarawan kelahiran Pinrang, Sulawesi Selatan menyatakan bahwa sesungguhnya Presiden RI pertama Soekarno menciptakan Nasakom untuk mempersatukan bangsa Indonesia melawan imperialism dan kolonialisme yang menjadi musuh bangsa.

Nasakom sebenarnya sudah dipikirikan Soekarno sejak 1927, jauh sebelum Indonesia merdeka. Soekarno menulis rangkaian artikel berjudul "Nasionalisme, Islam, dan Marxisme" dalam majalah Indonesia Moeda.

Artikel tersebut diterbitkan oleh "Klub Studi Umum", sebuah klub yang didirikan Soekarno dan rekan-rekannya di Bandung semasa muda. Dalam artikel tersebut, Soekarno mendesakkan pentingnya sebuah persatuan nasional kaum nasionalis, Islamis, Marxis dalam perlawanan tanpa kompromi (non-kooperatif) terhadap Belanda.

Kemudian, tahun 1956, ia menyampaikan gagasan Nasakom ini dengan mengkritik sistem Demokrasi Parlementer yang dianggap tidak cocok untuk diterapkan di Indonesia. Menurut Soekarno, Demokrasi Parlementer melindungi sistem kapitalisme yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Sebab parlemen dikuasai oleh kaum borjuis, kaum kaya. Sehingga menurutnya sistem ini tidak bisa memakmurkan rakyat Indonesia.

Selain itu, Soekarno juga menganggap bahwa Demokrasi Parlementer dapat membahayakan pemerintahan ke depanya. Oleh sebab itu, bulan Februari 1956, Soekarno mengusulkan konsep baru yang disebut Nasakom dengan didasari oleh tiga pilar utama. Tiga pilar tersebut adalah Nasionalisme, Agama, dan Komunisme. Ketiga pilar ini dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan tiga faksi utama dalam politik Indonesia yaitu kelompok Islam,  komunis dan tentara. 

Akhirnya melalui dukungan dari militer, pada bulan Februari 1956, ia menyatakan berlakunya Demokrasi Terpimpin dan mengusukan kabinet yang akan mewakili semua partai politik penting yang saat itu ada.

Setelah Nasakom terbentuk, Soekarno semakin gencar mengkampanyekan konsep yang diperjuangkannnya.  Soekarno menyatukan tiga kekuatan politik dengan tujuan untuk memperkuat posisinya. Soekarno bahkan mengampanyekan konsep Nasakom hingga ke mancanegara.

Dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tanggal 30 September 1960 di New York, Soekarno menyampaikan pidato berjudul "To Build the World a New" atau “Membangun Era Baru Dunia”.

Melalui pidato tersebut, Soekarno menyampaikan konsep Nasakom yang digagasnya. Dia menawarkan prinsip toleransi Pancasila diterapkan bagi perdamaian dunia, yang ketika itu sedang terpecah antara blok Barat (Amerika dan Sekutunya) dan blok Timur (Uni Sovyet- Rusia). Soekarno menawarkan sebuah konsep tata dunia baru diluar blok barat dan timur yang saat itu membelah konstelasi politik dunia.

Selanjutnya, Soekarno kembali menegaskan pentingnya Nasakom dalam Sidang Panca Tunggal Seluruh Indonesia di Istana Negara, Jakarta, tanggal 23 Oktober 1965.

Soekarno memang terkesan sangat gencar memperluas gagasan Nasakom miliknya. Namun, sekeras apapun ia mempertahan konsep Nakasom nya, gagasan ini akhirnya kandas juga. Kandasnya Nasakom diakibatkan oleh luruhnya pamor PKI akibat Gerakan 30 September tahun 1965.

Selain itu, berakhirnya Nasakom juga diakibatkan oleh adanya peralihan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru, di mana pemimpin baru Indonesia, Soeharto, dikenal sangat anti-komunis sehingga tidak mentolerir adanya ajaran ajaran yang berbau komunis di Indonesia. 

Kalau boleh menilai,  munculnya gagasan Nasakom oleh Soekarno saat itu bisa dikatakan sebagai ide politikus “gila”.Bagaimana tidak, aliran politik yang berbeda yaitu kaum nasionalis, agama dan komunis mau disatukan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bagaimana mungkin bakso, gado-gado, dan sate di campur menjadi satu makanan untuk dihidangkan kepada pelanggan dalam hal ini rakyat Indonesia.   Dalam hal ini mungkin bisa dipahami, konstruksi utama berfikir Soekarno  saat memunculkan gagasannya.

Idenya adalah pentingnya gotong royong sebagai jiwa dari bangsa Indonesia yang di sarikan dari kebhinekaan Nusantara.   Dari sudut pandang pemikiran ini, ideologi Nasakom menjadi satu pemikiran yang coba di “jualnya”.

Apalagi sebagai "seniman" Soekarno dikenal memiliki pola pikir lateral yaitu  suatu metoda berpikir yang lebih menitik beratkan kepada perubahan konsep dan persepsi yang selama ini ada. Berpikir lateral merupakan sebuah landasan bahwa sesuatu tidak harus menjadi jelas dengan segera.

Pembelajaran dari  ide gagal Nasakom,  kita bisa melihat semangat gotong royong Soekarno yang bisa meramu perbedaan yang setajam apapun jua.   Perbedaan bagi Soekarno adalah sebuah nada yang lain, dimana ketika nada-nada yang berbeda itu jika dibunyikan bersama akan melahirkan lantunan musik yang enak didengar di telinga meskipun tidak semua orang bisa merasakannya.

Sampai tahap ini barangkali Sang Proklamator lupa bahwa sebenarnya antara Islam dengan komunis itu tidak bisa sejalan seirama. Terbukti  kemudian adalah konsep Nasakom mendapat penentangan dari angkatan darat dan golongan agamais yang amat anti komunis hingga meletus peristiwa 30 September 1965.

Bertentangan dengan Pancasila ?

Pancasila merupakan dasar negara dan ideologi bangsa Indonesia yang telah mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia. Pancasila memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Semua perilaku dan tindakan masyarakat Indonesia harus sesuai dengan pancasila.

Pancasila merupakan ideologi negara, yang berati bahwa Pancasila merupakan gagasan dasar yang berkenaan dengan kehidupan negara. Setiap negara mempunyai wujud masyarakat yang di cita-citakannya. Dalam ideologi pancasila masyarakat yang di cita-citakan adalah masyarakat yang dijiwai dan mencerminkan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila dimana diantaranya yaitu masyarakat yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Konsep Nasakom yang digagas oleh Soekarno dinilai bertentangan dengan Pancasila karena  mengakomodasi paham Komunis didalamnya.  Seperti kita ketahui bersama, Istilah komunisme berasal dari bahasa Latin "comunis" yang artinya milik bersama.

Komunisme adalah ideologi, pandangan filsafat, dan tindakan politik yang menciptakan tatanan sosial ekonomi dimana Alat Produksi berdasarkan kepemilikan bersama. Tujuannya adalah mewujudkan masyarakat tanpa kelas sosial alias sama rata sama rasa. Alat produksi yang dimaksud dalam komunisme adalah modal, tanah, dan tenaga kerja. Karakteristik ideologi komunisme adalah mengutamakan perjuangan kelas buruh dan pekerja.

Lalu mengapa Nasakom yang didalamnya mengakomodasi paham Komunis dinilai bertentangan dengan Pancasila ?

Pertama, Komunisme dianggap bertentangan dengan Sila Pertama Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila pertama Pancasila memiliki arti bahwa negara Indonesia memegang teguh kepercayaan terhadap Tuhan dan menolak paham anti Tuhan. Jika dilihat dari dasar komunisme murni yang menganggap agama sebagai candu belaka, memang bertentangan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa.

Menurut mereka  kaum komunis, pembagian kelas dan segala peraturan yang mengekang itu adalah buatan Tuhan dan Agama , maka tentu saja mayoritas Komunis itu menjadi (amat) membenci Agama dan para tokoh agama.Meskipun beberapa tokoh PKI sepert DN Aidit dikenal rajin mengaji dan Amir Sjarifuddin yang merupakan seorang Kristen yang taat dalam menjalankan agamanya.

Kedua, Komunisme juga dinilai bertentangan dengan Pancasila karena dianggap membunuh Nasionalisme dan Demokrasi.  Paham komunisme dianggap membunuh rasa nasionalis karena di dalam komunisme semua hal diatur oleh negara. Apa yang dikatakan benar oleh negara, adalah benar dan apa yang dikatakan salah oleh negara, adalah salah, tak boleh ada yang membantahnya.Keputusan akhir di tangan pemimpin tertinggi partai bukan yang lainnya.

Adanya dominasi partai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak boleh ada oposisi alias satu partai saja serta tak ada kebebasan berpendapat/semua harus tunduk pada doktrin partai demi kepentingan negara. Termasuk soal keadilan  adalah hanya untuk kepentingan negara.

Hal tersebut tentunya  bertentangan dengan demokrasi yang diterapkan di Indonesia. Karena Indonesia sangat menghargai hadirnya oposisi dalam menjalankan pemerintahan untuk menciptakan keseimbangan atau check and balances antara Pemerintah dan Parlemen yang mengawasinya.

Ketiga, Komunisme Dianggap Membunuh Hak Asasi Manusia. PKI dicap buruk akibat keterlibatannya dalam konflik sejak 1926, 1948, hingga tahun  1965. Beberapa tokoh PKI memang melakukan serangkaian tindakan kejam  yang menghilangkan banyak nyawa anak anak bangsa seperti pembunuhan Gubernur Jawa Timur Ario Soerjo pada Peristiwa Madiun 1948 hingga pembunuhan para Jenderal pahlawan revolusi pada tahun 1965.

Belum lagi pengkhianatan yang dilakukan oleh PKI ketika arek-arek Suroboyo berebut merobek bendera merah putih biru di Hotel Yamato, lalu bertarung menghadapi sekutu pada 10 November di Surabaya, membredeli tentara Jepang, tapi PKI justru merusak tatanan bangsa di mana-mana.

Ke empat, Komunisme Dianggap Bergerak Secara Radikal. Radikalisme dalam ajaran komunis ditunjukkan dengan memaksakan satu paham atau aliran kepada semua orang yang dijumpainya. Ketika ada orang atau kelompok yang memiliki pandangan yang berbeda, maka bisa dianggap sebagai lawannya. Pada hal  Indonesia juga melarang dan membendung munculnya gerakan-gerakan radikal dalam bentuk apapun yang dianggap akan merusak persatuan dan kesatuan Republik Indonesia.

Berdasarkan gambaran sebagaimana dikemukakan diatas maka  selama Pancasila menjadi dasar negara kita, komunisme tak boleh ada di Indonesia. Komunisme dilarang di Indonesia karena adanya Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme.

Pelarangan tersebut diputuskan oleh Soeharto setelah ia mengambil alih kekuasaan lewat Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) dari Presiden Pertama Indonesia . Tap MPRS Nomor XXV/1966 ditetapkan oleh Ketua MPRS Jenderal TNI AH Nasution pada 5 Juli 1966. AH Nasution hampir menjadi korban peristiwa G30S PKI tahun 1965. Peristiwa itu dianggap didalangi oleh PKI sebagai upaya kudeta. Soekarno sendiri menolak menyalahkan apalagi membubarkan PKI atas G30S kendati masyarakat memprotesnya.

Pendapat agak berbeda disampaikan oleh Guntur Soekarno, putra sulung dari Presiden Pertama Indonesia. Menurutnya, berkaitan dengan Nasakom banyak orang yang salah memahaminya.Guntur mempersoalkan apabila ada pihak yang mempertentangkan antara nasakom dengan Pancasila.

“Bahkan Bung Karno katakan kalau Nasakom itu secara ideologi diperas, itu jadinya juga Pancasila. Jadi, jangan dibuat antara nasakom idenya Bung Karno dengan Pancasila idenya Bung Karno dikontradiksikan,” begitu katanya.

Tanda Tanda Itu

Dulu pada masa Orde Lama, PKI itu bersekutu dengan Nahdlatul Ulama (NU, 1926) yang sering disebut sebagai `Muslimin Abangan` (Islam Jawa Tradisionalis) dan Partai Nasional Indonesia (PNI) partai Sukarno di koalisi yang bernama:"Nas-A-Kom (Nasionalisme-Agama-Komunisme)".

Namun diyakini, arus bawah NU/ massa awam NU, sebenarnya tidak menyetujui koalisi yang disetujui oleh PBNU Orde Lama. Dan jelas ada keengganan para perwira TNI AD masa itu untuk mendukung maksud Sukarno dengan Nas-A-Kom-nya.

Selama masa menjelang puncak Orde Lama, Nasakom itu memusuhi kaum Muslimiin `putihan` yang utamanya bergabung di Masyumi (Majelis Syuro Muslimiin Indonesia), dengan motor utama: Muhammadiyah (1912), Al Irsyaad (1914), Persis (1923).

Masyumi saat itu difitnah, diopinikan (dicitrakan, oleh `buzzers` di masa itu) sebagai jahat, pengkhianat, hendak memberontak, dan para tokohnya itu dipenjarakan sepihak oleh kekuatan lobby Nasakom dan kaki tangannya. Lalu Masyumi dibubarkan organisasinya.

Dalam perjalanan sejarahnya, NU, 1926 yang sering disebut sebagai `Muslimin Abangan` (Islam Jawa Tradisionalis) itu dikhianati oleh `kawannya`, PKI (Partai Komunis Indonesia). Ternyata PKI begitu tega dengan kejamnya membunuhi Kyai dan santri NU  yaitu ketika PKI memberontak di tahun 1965 setelah sebelumnya di tahun 1948 juga melakukan hal yang sama.

Pada akhirnya di tahun 1965 itu pula NU berbalik arah, memusuhi PKI dan menyembelih orang orang PKI melalui algojonya . Akhirnya berjuta juta orang PKI meregang nyawa di kirim ke alam baka karena pengkhianatan yang dilakukannya.

Saat ini di era pemerintahan yang sekarang berkuasa, NU yang dulu pada masa Orde Lama menjadi sekutu PNI nampaknya kembali bergandengan mesra. PNI yang saat ini menjelma menjadi  PDIP begitu dekat hubungannya dengan Neo Komunis RRC (Republik Rakyat China).

Apalagi negara Neo Komunis RRC (berpaham setengah Komunis, setengah Kapitalis, tapi tetap tanpa Demokrasi, dan tetap tidak beragama-tidak bertuhan) memang sudah mencanangkan ambisinya, untuk menguasai jalur Asia, Timur-tengah, Afrika, hingga Eropa, dan Dunia!.

Fenomena tersebut pada akhirnya memunculkan suatu pandangan bahwa saat ini yang namanya neo Nasakom memang telah menampakkan jati dirinya. Sinyalemen ini antara lain di ungkap mantan para normal terkenal Ki Gendeng Pamungkas  sebelum yang bersangkutan meninggal dunia.

Menurutnya rakyat Rakyat Indonesia harus mewaspadai kemunculan neo Nasakom yang bisa mengancam bangsa Indonesia. “Neo Nasakom ini lebih halus dalam pergerakannya,” ungkapnya. “Pengusung Neo Nasakom akan menyebarkan ide-ide melalui sosial media. Taktik yang dilakukan pendukung Neo Nasakom membuat narasi PKI sudah bubar dan tidak bisa bangkit lagi karena sudah ada MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 Tahun 1966”, begitu katanya.  “Secara organisasi yan sudah tidak ada, namun yang namanya ideologi itu tidak pernah mati, dan sampai sekarang masih ada pengikutnya,” jelasnya.

Jika kita mencermati peristiwa politik dan hukum belakangan ini  maka  memang tidak berlebihan apabila ada pemikiran bahwa telah nampak tanda tanda munculnya neo nasakom dengan menunggangi demokrasi dan memanfaatkan instrument hukum untuk menggebuk lawan lawan politiknya.

Sinyalmeen ini sejalan dengan pernyataan dari sejarawan Prof. Salim Haji Said yang menduga jika anak keturunan PKI secara diam-diam sudah masuk ke dalam Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan menjadikan Partai ini sebagai alat guna memakai ‘tangan’ pemerintah untuk membalaskan dendam politik PKI kepada umat Islam Indonesia.

“Ini membuat umat Islam menjadi ketakutan. Jangan sampai PKI itu diam-diam masuk ke dalam tubuh PDIP dan gunakan ‘tangan’ pemerintah untuk menindas umat Islam,” imbuh Prof. Salim Haji Said seperti dikutip galamedia 13/06/21.

Adapun sinyal kalau Neo Nasakom telah kembali berkuasa di Indonesia bisa dilihat dari tanda tandanya, diantaranya:

Pertama, Sudah ada adanya rencana untuk mencabut TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme meskipun gagal pada akhirnya. Padahal, sudah menjadi pengetahuan masyarakat luas bahwa TAP MPRS tersebut lahir sebagai upaya mengingatkan pentingnya ideologi Pancasila yang pernah hendak diganti dengan ideologi komunisme melalui pemberontakan PKI tahun 1965.

Kedua,diamnya Pemerintah dikala masyarakat luas menginginkan pencabutan terbitnya  buku-buku yang berbau komunis, antara lain buku Aku bangga menjadi anak PKI, membentuk persepsi sebagian masyarakat bahwa telah terjadi pembiaran pemerintah terhadap potensi lahirnya kembali paham komunis di Indonesia.

Ketiga,  adanya teror berupa penganiayaan terhadap sejumlah ulama, ustadz, penceramah, dan pengurus masjid serta Mushola. Berbagai teror  tersebut setelah ditangani aparat hampir semua berakhir dengan modus kesimpulan yang sama: pelakukanya orang gila.

Ke empat, Penggunaan kekuatan cambuk hukum untuk membungkam tokoh tokoh kritis civil society mulai dengan cara dipersekusi sampai mengirimnya ke penjara. Peristiwa peristiwa itu dinilai bukan peristiwa hukum biasa tapi peristiwa by design yang sarat nuansa politisnya. beberpa tokoh kritis juga ditangkap seperti Habib Riziek Shihab, Anton Permana, Syahganda Nainggolan dan yang lain lainnya.Teror teror ini oleh sebagian pihak ditengarai sebagai sinyal bangkitnya kembali neo Nasakom di Indonesia.

Pola pola tersebut mirip dengan apa yang terjadi pada masa Orla berkuasa. Dulu pada masa Orla, PKI memanfaatkan kekuasaan Presiden Soekarno sebagai alat untuk berlindung guna menindas umat Islam di Indonesia. Banyak tokoh penting saat itu yang dikirim ke penjara seperti Sutan Sjahrir, Prof. Hamka dan lain lainnya.

Kelima,Munculnya secara bersamaan taktik makan ikan salami dan belah bambu untuk melemahkan lawan politik penguasa. Taktik makan ikan salami adalah taktik yang digunakan oleh PKI pada masa orde lama, yaitu menempel, mengiris dan memakan lawan politiknya. Awal mulanya menempel, kemudian mengiris dengan cara mengkotak dan membelah lawan kemudian memakan lawan yang paling lemah terlebih dahulu sebelum tokoh utamanya.

Ke enam, Adanya upaya untuk memecah belah  kekuatan civil society, melalui isu isu radikalisme, intoleransi, anti NKRI, anti Pancasila.. Sasaran utamanya tentu kekuatan masyarakat yang berbasis Islam. Dan yang paling lemah, yang tidak punya akses kekuasaan baik di pemerintahan maupun parlemen menjadi kurban pertama untuk digarapnya. Setelah itu dijadikan stigma politik untuk menekan kekuatan sipil lainnya.

Ketujuh, Ada kesan kuat agenda kelompok Neo Nasakom untuk melakukan pembegalan Pancasila melalui RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila. Proses legislasi RUU HIP dinilai sebagai salah satu bukti upaya untuk menghidupkan kembali neo Nasakom di Indonesia.

RUU HIP adalah upaya mencabut Pancasila dari kesepakatan nasional, dari Pembukaan UUD1945, serta menggantikan UUD45 sebagai tafsir utama Pancasila yang tersebut dalam paragraf 4 Pembukaan UUD45. RUU HIP berpotensi menjadi tafsir tunggal rezim yang berkuasa.Untungnya upaya ini telah gagal mencapai tujuannya karena adanya upaya keras untuk menentangnya.

Ke delapan, Akhir akhir ini beredar salinan naskah Keputusan Presiden nomor 17 tahun 2022 tentang Pembentukan Tim penyelesaian nonyudisial pelanggaran berat hak asasi manusia.  Salah satunya ditambah dengan kalimat yang penuh dengan kekhawatiran: “Pemerintah akan minta maaf kepada PKI dan PKI akan direhabilitasi hak-hak politiknya dan mendapatkan kompensasi dari negara”.

Salinan naskah tersebut telah  viral di sosial media. Berbagai persepsi dan tanggapan muncul untuk meresponsnya. Ada kekhawatiran disana dimana setelah runtuhnya 32 tahun kepemimpinan Soeharto, upaya untuk merehabilitasi PKI benar benar diwujudkan realisasinya. Sehingga stigma PKI sebagai pemberontak berusaha untuk dinetralisir menjadi korban politik Orba.

Pada hal dengan melacak rekam jejak digital tentang polah tingkah PKI selama ini bisa jadi Keppres 17 Tahun 2022  akan menjadi pintu masuk Pemerintah untuk minta maaf kepada PKI kemudian hak-hak Komunisme dipulihkan lagi, dan PKI sebagai institusi dihidupkan, direhabilitasi dan negara harus memberikan ganti rugi kepada pihak-pihak yang merasa menjadi korbannya.

Apakah rangkaian tanda tanda yang dikemukakan diatas bisa menjadi basis argumentasi kuat untuk menyatakan bahwa Neo Nasakom memang telah bangkit kembali di era pemerintahan yang sekarang berkuasa ?. Atau semuanya itu hanya merupakan suatu ilusi belaka bahwasanya isu kebangkitan Neo Nasakom hanya menjadi jualan basi kelompok tertentu untuk menyudutkan pemerintah yang sedang berkuasa ?.

 

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar