Pisah dari Ukraina, Apa Alasan Zaporizhia Bergabung dengan Rusia?

Rabu, 28/09/2022 19:20 WIB
Presiden Rusia Vladimir Putin (Foto: Istimewa)

Presiden Rusia Vladimir Putin (Foto: Istimewa)

Rusia, law-justice.co - Wilayah Zaporizhia secara de facto memisahkan diri dari Ukraina dan mengajukan permintaan untuk menjadi bagian dari Rusia.


Hal ini diumumkan kepala pemerintahan sipil-militer di wilayah Zaporizhia, Yevgeny Balitsky pada Selasa (27/9/2022).

Menurut hasil referendum, mayoritas penduduk di Zaporizhia memilih untuk bergabung dengan Rusia.


"Referendum hari ini menyelesaikan pemisahan Wilayah Zaporizhia dari Ukraina. Kami sekarang menunggu keputusan pemerintah Rusia, karena mereka belum menerima kami ke Rusia. Kami telah mengajukan permintaan ini," kata Balitsky kepada wartawan, dikutip dari media Rusia, TASS.

Sebelumnya, pemungutan suara dalam referendum di Donbas (Republik Rakyat Donetsk dan Luhansk), serta wilayah Kherson, dan Zaporizhia telah berakhir pada Selasa (27/9/2022).

Menurut laporan TASS, per-Selasa kemarin hasil referendum di Republik Rakyat Luhansk atau LPR telah diakui sah.


Perhitungan suara sudah dimulai dan hasil akhirnya dapat diketahui pada Rabu pagi.

Hasil perhitungan suara awal per Selasa (27/9/2022), menunjukkan keinginan warga di empat wilayah Ukraina bergabung dengan Rusia.

Kecaman dari Barat

Pejabat yang didukung Rusia di empat wilayah pendudukan Ukraina melaporkan mayoritas pemilih mendukung rencana bergabung dengan Moskow.

Menyusul hal ini, Amerika Serikat (AS) mempersiapkan sanksi baru terhadap Rusia karena mencaplok wilayah Ukraina serta bantuan senjata senilai 1,1 miliar dolar untuk Kyiv.

Pemungutan suara dalam referendum yang digelar selama lima hari di Donetsk dan Luhansk, dan di Zaporizhzhia dan Kherson dilakukan pasukan pendudukan Rusia dan proksi separatis.

Keempat wilayah itu membentuk sekira 15 persen wilayah Ukraina.

Penghitungan suara pada Selasa di empat provinsi berkisar antara 87 persen hingga 99,2 persen mendukung bergabung dengan Rusia, menurut pejabat yang ditunjuk Rusia, lapor Reuters.

Ketua majelis tinggi parlemen Rusia mengatakan akan mempertimbangkan aneksasi pada 4 Oktober.

"Hasilnya jelas. Selamat datang di rumah, ke Rusia!" kata Dmitry Medvedev, mantan presiden yang menjabat sebagai wakil ketua Dewan Keamanan Rusia dan sekutu Presiden Vladimir Putin, di Telegram.

Di dalam wilayah pendudukan, pejabat yang ditempatkan Rusia mengambil kotak suara dari rumah ke rumah dalam apa yang dikatakan Ukraina dan Barat sebagai latihan pemaksaan yang tidak sah untuk menciptakan dalih hukum bagi Rusia untuk mencaplok empat wilayah.

"Lelucon di wilayah pendudukan ini bahkan tidak bisa disebut tiruan dari referendum," kata Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky dalam pidato video Selasa malam.

Sementara itu, AS akan mengumumkan resolusi di Dewan Keamanan PBB untuk tidak mengakui perubahan apa pun di Ukraina dan mewajibkan Rusia untuk menarik pasukannya, kata perwakilan AS, Linda Thomas-Greenfield.

"Referensi palsu Rusia, jika diterima, akan membuka kotak pandora yang tidak bisa kita tutup," katanya pada pertemuan dewan.

Rusia memang memiliki kemampuan untuk memveto resolusi di Dewan Keamanan, tetapi Thomas-Greenfield mengatakan hal itu akan mendorong AS untuk membawa masalah tersebut ke Majelis Umum PBB.

Jika Rusia mencaplok empat wilayah Ukraina, Putin akan menganggap upaya untuk merebut kembali sebagai serangan terhadap kedaulatan Rusia.

Pekan lalu, Putin memperingatkan bahwa ia siap menggunakan senjata nuklir untuk mempertahankan integritas teritorial Rusia.


Tetapi Mykhailo Podolyak, penasihat Presiden Zelensky, mengatakan kepada Reuters bahwa Kyiv tidak akan terpengaruh oleh ancaman nuklir atau pencaplokan wilayah oleh Moskow.

Ukraina, jelas Podolyak, akan melanjutkan rencana untuk merebut kembali semua wilayah yang diduduki oleh pasukan Rusia.

Dia mengatakan warga Ukraina yang membantu menyelenggarakan referendum akan menghadapi tuduhan pengkhianatan dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.

Warga Ukraina yang dipaksa memilih tidak akan dihukum.

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar