Kamaruddin Desak Pemerintah Berantas Mafia Tanah di Surabaya

Selasa, 27/09/2022 08:04 WIB
kamaruddin simanjuntak SH, kuasa hukum keluarga Brigadir Yosua Hutabarat    Artikel ini telah tayang di TribunJambi.com dengan judul Profil dan Biodata Kamaruddin Simanjuntak Kuasa Hukum Keluarga Brigadir Yosua Hutabarat Foto: jambi.tribunnews.com

kamaruddin simanjuntak SH, kuasa hukum keluarga Brigadir Yosua Hutabarat Artikel ini telah tayang di TribunJambi.com dengan judul Profil dan Biodata Kamaruddin Simanjuntak Kuasa Hukum Keluarga Brigadir Yosua Hutabarat Foto: jambi.tribunnews.com

Jakarta, law-justice.co - Belum lama ini, Advokat, Kamaruddin Simanjutak kembali membuat pernyataan yang menghebohkan. Kali ini dia menyoroti sistem hukum yang ada di Jawa Timur khususnya Surabaya.

Melalui tayangan facebook yang diunggah pemilik akun Fun Vibe, Kamaruddin bicara secara blak-blakan, pengacara yang pernah menangani kasus Wisma Atlit Hambalang ini berbicara perihal perkara sengketa tanah di PN Surabaya.

Pengacara keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat ini merasa miris setelah mendengar cerita rekan satu profesinya yang ada di Surabaya bagaimana aparat penegak hukum bisa dikendalikan oleh seseorang yang dia sebut sebagai isteri dari konglomerat di Indonesia.

“Bahwa di Surabaya Jawa Timur, waktu saya datang di acara Asosiasi Advokat Indonesia yang ada di Surabaya, ada rekan-rekan di sana konsultasi ke saya dimana wanita terkaya di Indonesia atau isteri dari orang terkaya di Indonesia memerintahkan penegak hukum lain untuk mengambil tanah rakyat, membunuh dan mengerahkan 50-250 untuk merebut tanah warga,” ujar Kamaruddin.

Sang advokat yang diketahui bernama Lim Tji Tiong ini kata Kamaruddin sudah diwarning oleh tentara supaya segera menyingkir dari situ, karena intelejen mereka mengatakan orang-orang pemilik tanah ini akan dibunuh, tapi advokat ini percaya diri dan tetap disitu untuk melindungi masyarakat ini.

Ketika ratusan personel kepolisian dikerahkan, Kamaruddin menyebut terjadi kontak fisik atau pemukulan terhadap para pemilik tanah yang bersertifikat itu.

Mengetahui hal itu, Lim tak tega dan dan dipeluklah kliennya ini dan akhirnya sang pengacara inilah yang dihajar hingga berdarah-darah.

“Dilindungi dan dipeluk kliennya, jadi dia yang dihajar berdarah-darah dan saya lihat fotonya pas di pertemuan asosiasi ini, saya bilang konglomerat yang harus dihajar ini, jangan penegak hukum yang hajar,” tuturnya.

Lebih lanjur Kamaruddin mengatakan, atas insiden tersebut berbagai upaya dilakukan termasuk melapor ke aparat kepolisian namun tidak diterima.

Pun demikian dengan laporan ke Presiden, Komisi 3 DPR RI dan Kapolri tapi tidak ditanggapi.

“Yang ajaibnya atau celakanya, setelah diteliti, rupanya salah lokasi. Akhirnya, di perdata dimenangkan oleh pemilik tanah, banding dimenangkan pemilik tanah, ini menunggu putusan kasasi. Celakanya lagi, Kepala BPN mencoret di bawah tangan, me-renpoint, misalnya sertifikat 235/Kebon Jeruk karena salah kemudian dicoret menjadi Tanjung Duren, baru saja dicoret masih awal tahun ini tapi orang sudah mati gitu loh dan ajaibnya lagi tanah itu tidak bisa dikuasai pemilik, tapi dikuasai 56 preman suruhan orang terkaya ini,” katanya.

“Negara hukum macam apa ini, padahal konstitusi kita mengatakan Indonesia adalah negara hukum, pasal 27 mengatakan setiap orang sama di hadapan hukum dan pemerintahan, tapi di dalam praktik, itu cuma kata-kata dan kemunafikan, makannya saya katakan kita harus rebut kepolisian dari tangan mafia, karena mensuplai infus-infus atau apapun kepada polisi kita, mustahil ada kepastian hukum pada masyarakat,” ujarnya.

“Makanya saya katakan, kalau mau memperbaiki kepolisian perbaikilah mentalnya, perbaikilah rekrutmentnya,” lanjutnya.

Perlu diketahui, perkara itu bermula ketika Kuasa hukum W, yaitu AW buka suara terkait sengketa tersebut usai bungkam selama sekian lama.

Bahkan, dia menyebut bila obyek tanah itu merupakan milik kliennya, W yang telah membeli tanah dari PT DP di tahun 1995 serta memiliki akta jual beli.

“Sertifikat tersebut telah beralih dari PT Darmo Permai kepada klien kami. Dengan cara yang sah secara hukum dan perundang-undangan yang berlaku,” katanya usai persidangan dengan agenda replik di PN Surabaya, Selasa 3 Juli 2021.

Setelah terjadi jual beli, objek tanah itu langsung dikuasai WH. Kliennya saat itu langsung membuat pagar tembok diatas tanah tersebut.

Namun pada 2016, ada pihak yang tidak bertanggung jawab menjual objek tanah itu melalui iklan surat kabar.

“Atas peristiwa itu, klien kami memasang plang yang bertujuan agar menghindari perbuatan orang-orang yang berupaya menjual tanah klien kami tanpa hak,” ungkapnya.

Saat ditanya terkait adanya pengerahan massa saat aksi kekerasan tanggal 9 Juli 2021 di lokasi lahan sengketa.

Adi mengaku tidak mengetahui tentang hal itu. Dia berdalih saat itu sedang berada di Jakarta.

Sementara itu, kuasa hukum Mulyo Hadi, Johanes Dipa Widjaja mengatakan, kalau perkara ini sebenarnya sudah terang benderang.

Sehingga, Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) tertulis di Kelurahan Pradah Kali Kendal adalah cacat hukum.

Selain itu, dia juga menyinggung terkait penganiayaan anak dan perusakan disertai pengusiran di lokasi obyek sengketa.

Kasus tersebut oleh pengacara Hadi sebelumnya yaitu Lim Tji Tiong, sempat melaporkan tindakan itu kepada Presiden RI Joko Widodo.

“Dilaporan itu, kami mohon Presiden memberikan atensi atau perhatian terhadap perkara ini. Karena ada dugaan abuse of power dan pelecehan terhadap institusi peradilan. Terlebih, saat penyerbuan dilakukan, sangat banyak massa. Sekitar 200 orang,” ucapnya.

Terlebih lagi atas kejadian tersebut, diduga telah menimbulkan korban yaitu pengacara yang lama (Lim Tji Tiong).

Dia meninggal dunia karena covid yang diduga terpapar pada saat kejadian tersebut.

Mereka juga telah melayangkan surat pengaduan kepada Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Jatim.

Laporan itu terkait dugaan ketidak professional AKP Giadi Nugraha dan Iptu Suwono malah yang bersangkutan mendapat promosi.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar