Rupiah Anjlok Sampai Rp15.125/US$ Meski di Asia Tak Terburuk

Senin, 26/09/2022 16:20 WIB
Ilustrasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (Tribun)

Ilustrasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (Tribun)

Jakarta, law-justice.co - Nilai tukar rupiah merosot melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (26/9/2022). Dolar AS yang perkasa, ditambah dengan gejolak mata uang di Eropa membuat rupiah menembus ke atas Rp 15.000/US$.


Mengutip CNBCINdonesia, Senin (26/9/2022), Rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,1% ke Rp 15.050/US$. Setelahnya jeblok hingga 0,63% ke Rp 15.130/US$ melansir data Refinitiv. Di penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 15.125/US$, melemah 0,6% di pasar spot.

Pelemahan rupiah memang besar, tetapi bukan yang terburuk di Asia. Hingga pukul 15:03 WIB, baht Thailand dan won Korea Selatan menjadi yang terburuk dengan pelemahan 0,67%.

Dolar AS memang sedang sangat perkasa. Indeks dolar AS pada perdagangan Jumat lalu meroket hingga 1,65% ke 113,192, menjadi yang tertinggi sejak Mei 2002. Dalam sepekan, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini melesat 3,12%.

Sore ini kembali naik 0,2% ke 113,40, setelah sebelumnya sempat menyentuh 114,52. Alhasil, rupiah terpuruk.

Perkasanya dolar AS tidak lepas dari The Fed (bank sentral AS) yang menegaskan akan terus agresif menaikkan suku bunga sampai tahun depan. Targetnya, hingga inflasi kembali ke 2%.


Alhasil, yield obligasi AS (Treasury) melesat naik. Hal ini memicu capital outflow yang masih dari pasar obligasi dalam negeri.

Bank Indonesia (BI) mencatat hingga 22 September 2022 dana asing yang kabur mencapai Rp 148,11 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN).

Sementara pada rentang waktu 19-22 September, beberapa saat sebelum The Fed mengumumkan kebijakan moneter dana asing yang kabur sebanyak Rp 3,80 triliun di pasar SBN yang membuat rupiah tertekan.

Selain itu, dolar AS yang menyandang status safe haven kini tengah jadi primadona, sebab ada risiko Eropa akan mengalami krisis mata uang. Nilai tukar poundsterling jeblok ke rekor terlemah sepanjang sejarah pagi tadi.

Melansir data Refintiv, poundsterling ambruk hingga 4,37% ke US$ 1.0382/GBP pagi tadi. Rekor terlemah poundsterling sebelumnya berada di US$ 1,0520/GBP yang tercatat pada 26 Februari 1985.

Jumat pekan lalu poundstering jeblok hingga 3,56% setelah pemerintah Inggris mengumumkan era baru perekonomian yang berfokus pada pertumbuhan, termasuk pemangkasan pajak serta insentif investasi untuk dunia usaha.

Para pelaku pasar khawatir utang Inggris akan kembali meningkat, Padahal rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) saat ini lebih dari 100%, tertinggi dalam 60 tahun terakhir. Selain itu, banyak yang menilai kebijakan tersebut akan menguntungkan bagi orang kaya.

Analis dari Citi mengatakan, Inggris risiko mengalami krisis mata uang, sebab poundsterling bisa ke bawah level paritas (GBP1 = US$ 1).

Hal senada juga diungkapkan oleh Mazen Issa, ahli strategi mata uang senior di TD Securities.

"Di bawah US$ 1,05, anda akan melihat level paritas. Kita sudah melihat euro ke bawah level paritas, saya tidak melihat alasan kenapa poundsterling tidak akan ke bawah level tersebut," kata Issa dalam acara Squawk Box Asia, CNBC International.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar