Lawan Jimmi Sumitro Perampas Tanahnya, Opung Penggarap Tanah Dipenjara

Minggu, 25/09/2022 21:20 WIB
Ilustrasi Sertifikat Kepemilikan Tanah

Ilustrasi Sertifikat Kepemilikan Tanah

Jakarta, law-justice.co - Penjaga tanah Raja Daud Simarmarta yang akrab disapa Opung harus mendekam di penjara sejak Minggu (4/9/2022). Pengusaha yang juga Presiden Direktur PT Sanggaragro Karyapersada,  Jimmi Sumitro diduga menjadi dalangnya.

Opung adalah penjaga dan penggarap tanah di Jl. Panjang Rt 005/Rw 13 Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Namun, ia harus dipenjara karena dituduh memalsukan surat, memasuki pekarangan orang lain tanpa izin, dan/atau penggelapan hak atas benda tidak bergerak.

Ia dikenakan Pasal 263 KUHP, Pasal 167 KUHP, dan/atau Pasal 385 KUHP. Padahal, Opung sudah menjaga dan menggarap tanah itu selama 12 tahun. Kawan Opung yang bernama Gunawan (nama disamarkan) bersedia menjelaskan mengenai perkara yang menjerat temannya itu. Ia menjelaskan bagaimana keterlibatan Jimmi Sumitro.

Ia mengatakan, di tanah itu sudah ada plang notaris. Namun, datang polisi dari Polda Metro Jaya yang tiba-tiba merobohkan plang itu dan mengganti dengan plang baru bertulis Jimmi Sumitro sebagai pemilik tanah.

Beberapa hari kemudian datanglah Harda Polda Metro Jaya yang bertugas menangani harta benda, termasuk pertanahan. “Di situlah mereka menekan Opung. Alasan ngerusak gembok. Nah, saya nggak tahu kapan digembok,” kata Gunawan pada Law-Justice, Minggu (25/9/2022).

Gunawan melanjutkan, polisi itu bahkan berkata “Bapak (Opung) ini kan baru kemaren di sini! Bapak ngerusakin gembok, masuk ke halaman orang tanpa izin, menyewa-nyewakan.”

Lalu, Opung berkata ia mempunyai surat garap dari ahli waris pemilik tanah Yuni Chandra Nurjana. Ia lantas menunjukkannya pada polisi. Namun, polisi itu bersikukuh. “Ini ada pemiliknya. Ini atas laporan Jimmi!” kata polisi itu, seperti yang diceritakan Gunawan.

Polisi itu lalu melihat surat-surat yang kebetulan ada di atas meja. Ia lantas mengatakan surat-surat itu palsu. “Ada dari keterangan Walikota Jakarta Selatan, terus surat dari Departemen Kehakiman melalui Balai Harta Peninggalan itu ada semua dia bilang palsu. Dari ini juga, Menteri Agraria dulu tahun `60 dia bilang palsu,” ujar Gunawan.

Ia melanjutkan, polisi-polisi itu ngotot ingin menggembok lahan itu dan Opung beserta keluarganya harus keluar. Padahal, di situ ada rumah dan keluarga Opung. “Kalau menurut saya nggak bener itu, ala ala Sambo. Dia nggak mau tahu surat dia. Pokoknya surat kita palsu semua!” tandas Gunawan.

Ia lantas geram ketika seorang polisi menghina Bu Yuni, “Bapak lihat itu! Masa orang punya ribuan hektar orangnya cacat di kursi roda, orang miskin gitu!” Menurut informasi yang ia peroleh, Bu Yuni pernah dipanggil Polda beberapa kali. Tapi, ia tidak pernah kena karena suratnya semuanya asli.

Akhirnya, Gunawan menelepon kenalannya yang lantas menghubungi Kapolda. “Kira-kira jam empat dateng Kanit dari Polda Metrojaya. Dia bilang `udah Opung jangan ke mana-mana, Opung di sini aja!`,” ujar Gunawan.

Lantas, Harda itu pun pergi tanpa berkata apapun. Gunawan lalu mempertanyakan hal ini, jika menggembok lahan merupakan perintah atasan, maka harus digembok hari itu juga.

Namun, polisi-polisi itu malah pergi begitu saja. Menurutnya, hal itu mencurigakan. Sementara itu, kawan Gunawan lainnya mengatakan informasi perihal Jimmi Sumitro.

“Lihat deh, dia biasanya kalau ada lahan yang dia sukai dan lahan itu bermasalah, dia tuh langsung taruh plang. Lihat aja Bang! Itu paling Letkol (Letnan Kolonel) dia bawa," ujarnya, seperti yang diceritakan Gunawan.

Hal itu lantas dibenarkan Gunawan. Jimmi ternyata pernah membawa Letkol saat menemui seseorang yang juga tinggal di lahan itu. Orang itu lantas meminta Jimmi menunjukkan surat tanahnya.

“Ini Bapak baru ngaku-ngaku, sekarang bapak tunjukkan suratnya! Ada surat, saya keluar dari sini! Bapak saya si Opung pun saya suruh keluar, nggak usah bangunan saya dibayar!” ujarnya.

Letkol itu lantas terdiam dan bertanya kepada Jimmi, "Bapak nggak ada surat?". Gunawan melanjutkan, Jimmi diam saja dan akhirnya mereka pun pergi. Namun, Jimmi kemudian diketahui memiliki SHM (Surat Hak Milik) tanah tersebut yang ia dapat dari lelang Bank Sinar Mas. Tanah itu diketahui dimiliki oleh Nur Fi’i.

“Itu Verponding bukan atas nama Yuni Candra De Groot, itu dulu pernah digadai. Itu yang punya namanya Nur Fie,” kata si polisi, seperti yang dituturkan Gunawan. Menurut Gunawan, aneh sekali ada orang Belanda namanya Nur Fi’i. Sedangkan Yuni masih ada turunan Belanda, Ibunya bernama Emmy Ningtyas De Groot.

Ia melanjutkan, dulu pengusaha Belanda De Groot memiliki perkebunan karet. Dulunya, seluruh Jakarta dipenuhi dengan pohon karet. Tak heran bila tanahnya mencapai jutaan hektar.

Sementara itu, surat Eigendom Verponding No 5571 milik ahli waris AA De Groot yang dipegang Yuni diambil paksa oleh polisi. “Di situ saya liet (di Polda saat pemeriksaan), ada satu lembar surat ini Verponding asli. Kertasnya saya lihat juga beda. Dirampas kayaknya,” kata Gunawan.

Lebih lanjut, muncul dugaan Jimmi merubah surat kepemilikan tanah dari 7000m2 menjadi 1.2 Ha sesuai EV 5571. Lantas, Jimmi membawa petugas BPN (Badan Pertanahan Nasional) ke lokasi untuk secara resmi mengukur tanah. Singkatnya, Jimmi akan punya SHM resmi yang baru.

Menanggapi soal kasus perampasan tanah ini, wartawan Law-Justice mencoba mengkonfirmasi kepada Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpa. Namun sampai berita ini dimuat belum direspon. Yang jelas Opung masih ditahan di rutan Dirserse Polda Metro Jaya.

Begitu juga wartawan law-Justice.co mencoba menghubungi dan mengirim email ke perusahaan milik Jimmi, yaitu; [email protected]. Namun sampai saat ini email dan daftar pertanyaan yang diajukan juga belum direspon.

Yang pasti keluarga Opung berharap Menteri ATR/BPN yang baru Bapak Jenderal Purn. Hadi Tjahjanto, segera mengusut kasus ini dan segera menindak para mafia tanah yang berkedok pengusaha ini. Rakyat dan para pemilik tanah yang menjadi korban para mafia tanah menagih janji Pak Menteri yang setelah dilantik menjadi Menteri ATR/BPN berjanji menumpas habis para mafia tanah.

Kapolri juga perlu segera turun tangan untuk mengirim Propam memeriksa  para penyidik Polda Metro Jaya yang dengan gampangnya mengkriminalisasi para penggarap tanah. Saatnya bersih-bersih Polri setelah kasus Sambo terungkap ke publik.

(Amelia Rahima Sari\Roy T Pakpahan)

Share:




Berita Terkait

Komentar