Berpakaian seperti Ratu ketika Demo, Aktivis Thailand Dipenjara

Senin, 19/09/2022 18:00 WIB
Jatuporn `New` Saeoueng dalam demo Oktober 2020 silam di Thailand (Reuters)

Jatuporn `New` Saeoueng dalam demo Oktober 2020 silam di Thailand (Reuters)

Bangkok, law-justice.co - Seorang aktivis Thailand Jatuporn `New` Saeoueng divonis penjara selama dua tahun. Pengadilan menuntut dia karena menghina monarki dengan berpakaian seperti ratu Thailand ketika demo dua tahun yang lalu. 

New, sapaannya, lantas membantah tuduhan itu. Ia mengatakan, ia hanya mengenakan pakaian tradisional.

“Saya tidak punya niat untuk mengejek siapa pun. Saya berpakaian untuk diri saya sendiri pada hari itu, untuk versi diri saya dalam pakaian tradisi Thailand,” katanya pada Associated Press, sebelum pengadilan berlangsung.

Dia diketahui telah menghadiri protes pada Oktober 2020 sebagai penampil yang mengenakan gaun sutra merah muda formal, di mana dia berjalan di karpet merah dengan seorang petugas yang memegang payung di atas kepalanya.

Sementara itu, Ratu Suthida dikenal sering memakai busana sutra formal untuk acara-acara publik. Para bangsawan Thailand juga sering memiliki pelayan yang membawa payung di atas mereka pada upacara dan acara lainnya.

Protes karpet merah telah dipentaskan pada minggu yang sama dengan peragaan busana yang diadakan oleh salah satu putri Raja Vajiralongkorn.

“Pertunjukan busana tiruan adalah satir tentang situasi politik negara - acara publik yang damai mirip dengan festival jalanan. Peserta tidak boleh dihukum karena berpartisipasi dalam pertemuan damai” ujar juru bicara Amnesty International, dikutip dari BBC News.

Kelompok hak asasi manusia mengecam keras putusan pengadilan pada Senin (13/9/2022) yang memvonis New dengan hukuman dua tahun penjara. Sementara itu, Thailand diketahui memiliki undang-undang lèse-majesté yang melarang kritik terhadap raja maupun bangsawan lain.

Undang-undang itu dilaksanakan secara ketat. Sejak Raja Maha Vajiralongkorn naik takhta pada 2019, kelompok hak asasi mengatakan pihak berwenang semakin menerapkan undang-undang itu untuk meredam gerakan protes yang kuat dalam menuntut reformasi monarki.

“Sejak November 2020, setidaknya 210 pengunjuk rasa telah didakwa dengan pelanggaran lèse-majesté, setelah periode tiga tahun di mana hukum tidak ditegakkan sama sekali,” pungkas kelompok hukum Thailand.

(Amelia Rahima Sari\Yudi Rachman)

Share:




Berita Terkait

Komentar