Mayor (Purn) IS Terancam Minimal 10 Tahun Penjara di Kasus HAM Paniai

Minggu, 11/09/2022 13:28 WIB
Ilustrasi palu pengadilan (netral)

Ilustrasi palu pengadilan (netral)

Jakarta, law-justice.co - Berkas dakwaan terhadap Mayor (Inf) Purn Isak Sattu (IS) dalam kasus pelanggaran HAM Paniai dirampungkan Kejaksaan Agung (Kejagung).

IS rencananya akan didakwa dengan hukuman minimal 10 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara.

Sebagaimana dilansir Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri (SIPP PN) Makassar, Minggu (11/9/2022), sidang itu akan digelar di PN Makassar.

Jadwal sidang perdana rencananya akan digelar pada Rabu (21/9).

Berikut dakwaan yang disiapkan Kejaksaan Agung (Kejagung) terhadap IS:

Bahwa ia Terdakwa Mayor Inf (Purn) Isak Sattu dalam kedudukannya selaku Perwira Penghubung (Pabung) Komando Distrik Militer (Kodim) 1705/Paniai di Kabupaten Paniai berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor: Kep/30/II/2011 tanggal 14 Februari 2011 dan selaku perwira dengan pangkat tertinggi yang mengkoordinir kegiatan-kegiatan Danramil yang berada dalam wilayah koordinasinya, termasuk salah satunya adalah Koramil 1705-02/Enarotali, pada hari Senin tanggal 8 Desember 2014 sekira pukul 11.00 WIT atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Desember 2014 bertempat di Lapangan Karel Gobay dan Kantor Komando Rayon Militer (Koramil) 1705-02/Enarotali di Jalan Karel Gobay Kampung Enarotali Distrik Paniai Kabupaten Paniai Provinsi Papua (dahulu Provinsi Irian Jaya) atau setidak-tidaknya ditempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Hak Asasi Manusia pada Pengadilan Negeri Makassar berwenang memeriksa dan memutuskan perkara ini sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (4) Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 2001 tentang pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Negeri Medan dan Pengadilan Negeri Makassar, terdakwa sebagai komandan militer atau seseorang yang secara efektif bertindak sebagai komandan militer mengetahui atau atas dasar keadaan saat itu seharusnya mengetahui bahwa pasukan yang berada di bawah komando dan pengendaliannya yang efektif, atau pasukan dibawah kekuasaan dan pengendaliannya yang efektif sedang melakukan, atau baru saja melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat, yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan, melakukan serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya, bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, dan terdakwa tidak melakukan tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasaannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut atau menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM).

Dan
Kedua

Bahwa ia Terdakwa Mayor Inf (Purn) Isak Sattu dalam kedudukannya selaku Perwira Penghubung (Pabung) Komando Distrik Militer (Kodim) 1705/Paniai di Kabupaten Paniai berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor: Kep/30/II/2011 tanggal 14 Februari 2011 dan selaku perwira dengan pangkat tertinggi yang mengkoordinir kegiatan-kegiatan Danramil yang berada dalam wilayah koordinasinya, pada hari Senin tanggal 8 Desember 2014 sekira pukul 11.00 WIT atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Desember 2014 bertempat di Lapangan Karel Gobay dan Kantor Komando Rayon Militer (Koramil) 1705-02/Enarotali di Jalan Karel Gobay Kampung Enarotali Distrik Paniai Kabupaten Paniai Provinsi Papua (dahulu Provinsi Irian Jaya) atau setidak-tidaknya ditempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Hak Asasi Manusia pada Pengadilan Negeri Makassar berwenang memeriksa dan memutuskan perkara ini sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (4) Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Negeri Medan dan Pengadilan Negeri Makassar, terdakwa sebagai komandan militer atau seseorang yang secara efektif bertindak sebagai komandan militer mengetahui atau atas dasar keadaan saat itu seharusnya mengetahui bahwa pasukan yang berada di bawah komando dan pengendaliannya yang efektif, atau pasukan di bawah kekuasaan dan pengendaliannya yang efektif sedang melakukan, atau baru saja melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat, yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan, melakukan serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya, bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang dilarang menurut hukum internasional dan Terdakwa Mayor Inf. (Purn.) Isak Sattu tidak melakukan tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasaannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut atau menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Pasal 7b UU Pengadilan HAM berbunyi:

Pelanggaran hak asasi manusia yang berat meliputi kejahatan terhadap kemanusiaan.

Sedangkan Pasal 9h UU Pengadilan HAM:

Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;

Ancaman hukuman pidana bagi pelaku di atas disebutkan dalam Pasal 40 UU Pengadilan HAM yang berbunyi:

Setiap orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf g, h, atau i dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan paling singkat 10 (sepuluh) tahun.

Sebelumnya, pihak PN Makassar menyatakan sidang itu terbuka untuk umum. Namun warga yang ingin menyaksikan jalannya persidangan harus melewati body checking atau pemeriksaan badan oleh petugas.

PN Makassar sudah mempersiapkan beberapa hal, mulai dari ruangan khusus untuk saksi, terdakwa hingga tempat media melakukan liputan jalannya sidang nantinya.

"Terbuka untuk umum (sidangnya), bukan tertutup. Cuman memang pembatasan masuk ke dalam pasti superketat karena pemeriksaan body checking," kata Humas PN Makassar, Sibali.

 

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar