Data SIM Card Bocor, Kominfo Desak Kemendagri Audit Dukcapil

Selasa, 06/09/2022 10:20 WIB
Gedung Kemenkominfo (Bisnis)

Gedung Kemenkominfo (Bisnis)

Jakarta, law-justice.co - Kementerian Komunikasi dan Komunikasi (Kominfo) menyalahkan penyelenggara soal 1,3 miliar data SIM Card ponsel diduga bocor. Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melakukan audit mengenai hal ini.

“Kami masih cek dan audit internal," kata Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh dilansir dari Katadata. Selasa (6/9/2022)

Sedangkan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan menyampaikan, 15% - 20% dari dua juta data sampel SIM Card ponsel yang diduga bocor merupakan informasi valid.

Semuel tidak memerinci penyelenggara yang dimaksud. Sedangkan ahli informasi dan teknologi sebelumnya mengatakan, ada tiga pihak yang semestinya mengelola data SIM Card ponsel.

Ketiganya yakni Dukcapil Kemendagri, Kominfo, dan operator seluler. "Sekali lagi itu tanggung jawab penyelenggara, bukan Kominfo," kata Semuel dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (6/9/2022)

Kominfo pun telah memanggil operator seluler seperti Telkomsel, Indosat, Tri hingga XL Axiata soal dugaan kebocoran 1,3 miliar data SIM card bocor. Kementerian juga memanggil ahli informasi dan teknologi (IT).

Kementerian memutuskan untuk melakukan investigasi lebih mendalam. Ini bertujuan mengetahui sumber kebocoran data dan langkah mitigasi selanjutnya.

Namun menurut Semuel yang paling bertanggung jawab dari adanya kebocoran data SIM Card ponsel ini adalah hacker atau peretas. Sedangkan menurut dia, pelaku yang membocorkan data ini dianggap sebagai pahlawan di Indonesia.

“Benar ada kebocoran (data). Ada kesalahan pengendali,” ujar Semuel. "Seolah-olah yang membocorkan data itu ‘pahlawan’."

Ia menegaskan bahwa mengambil data pribadi secara tidak sah dapat ditindak pidana. Kebocoran data disebut melanggar dua hal, yakni administratif dan pidana.

Namun Semuel merasa bahwa pihak yang melanggar administratif lebih sering disalahkan ketimbang hacker atau pelaku yang mengambil data pribadi secara ilegal.

"Yang pidana seolah-olah tidak pernah dijelaskan kepada publik, seolah menjadi pahlawan," ujarnya.

Menurutnya, semua pihak semestinya bahu-membahu di tengah maraknya kebocoran data. Meski di satu sisi, ia mengakui bahwa setiap instansi harus menjaga keamanan dan kerahasiaan data yang dikelola.

"Pastikan agar masyarakat tidak dirugikan," ujarnya.

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar