Hasyim Asy`ari - Ketua Komisi Pemilihan Umum RI

Mengawal Independensi KPU RI di Arena Pesta Demokrasi Pemilu 2024

Sabtu, 03/09/2022 07:11 WIB
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asyari (Redaksikota)

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asyari (Redaksikota)

Jakarta, law-justice.co - Jalan panjang Hasyim Asyari menuju pucuk tertinggi di Komisi Pemilihan Umum berlangsung lebih dari dua dekade. Dengan kata lain, ia bukanlah orang baru di bidang kepemiluan.

Menjadi Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) tidak pernah terpikir oleh Hasyim Asy`ari. Namun nyatanya kini Hasyim sampai pada posisi tersebut, tepatnya pada 12 April 2022.

Berdasarkan hasil rapat pleno anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI periode 2022-2027, Hasyim Asy`ari dipercaya untuk memimpin lembaga pemilihan umum tersebut, alias menjadi Ketua KPU RI.

Jalan Hasyim Asyari menuju pucuk tertinggi di Komisi Pemilihan Umum berlangsung lebih dari dua dekade. Dengan kata lain, ia bukanlah orang baru di bidang kepemiluan. Minatnya pada pemilu atau pesta demokrasi mundul ketika ia menempuh pendidikan tinggi di Fakultas Hukum Universitas Soedirman Purwokerto, Jawa Tengah.

Ia berkuliah disana pada 1991 sampai dengan 1995. Hasyim mengambil jurusan Hukum Tata Negara, yang dekat dengan isu-isu pemerintahan, politik dan tentunya pemilihan umum.

"Saya ambil jurusan Hukum Tata Negara, saya belajar tentang lembaga negara, pengisian jabatan pada negara, termasuk lewat pemilu," ujar Hasyim kepada Law-Justice,co ketika ditemui di kantornya, di Jakarta.

Dari sana minatnya terhadap kepemiluan dan proses demokrasi dalam suatu negara semakin tinggi. Setelah lulus kuliah pada 1995 minatnya pada bidang kepemiluan tetap menggelora, hingga akhirnya pria kelahiran Pati, 3 Maret 1973 ini bergabung dengan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kabupaten Kudus pada periode 1998-1999.

Di KIPP Hasyim mendapatkan ilmu lebih banyak mengenai pemilu. Tak hanya sebatas teori, Hasyim juga mempraktekkan ilmu yang ia miliki di bangku kuliah. Ketika itu ia sempat menjabat sebagai Sekretaris Presidium, dan ia terlibat langsung pada pemilu pertama Indonesia setelah reformasi pada 1999 sebagai pemantau independen.

"Saya seperti mendapatkan wadah untuk menerapkan ilmu hukum yang saya pelajari di bangku kuliah," kenang Hasyim Asy`ari.

Awal sebagai penyelenggara pemilu

Tak puas hanya terlibat dalam pemilu melalui lembaga independen, Hasyim akhirnya bulat untuk maju mendaftar sebagai calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jawa Tengah, periode 2003 - 2008. Dan akhirnya ia terpilih. Inilah pengalaman pertama Hasyim menjadi penyelenggara pemilu.

Ketika Hasyim menjadi anggota KPU Jawa Tengah, pada saat itu pula Indonesia pertama kali menerapkan sistem pemilu baru, yakni pemilihan presiden secara langsung pada 2004.

Tak hanya itu, Hasyim juga menjadi bagian dari pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung yang pertama kali digelar di Indonesia pada 2005. "Bisa dibilang saya ini spesialisasi sistem pemilu yang baru di Indonesia," tutur Hasyim Asy`ari.

Karena itulah ia mendapatkan kesempatan untuk ikut terlibat dalam mendesain dan merencanakan sistem pemilu dan pilkada yang baru di Indonesia. Dan kesempatan itu sekaligus menjadi tantangan baru bagi Hasyim Asy`ari.

Karena yang diadakan adalah pilpres dan pilkada pertama di Indonesia, Hasyim dan rekan-rekannya benar-benar memulai semuanya dari nol. Sebab model pilpres dan pilkada baru tersebut tidak pernah ada di Indonesia, sehingga mereka semua tidak punya "template" nya.

Hasyim mengatakan, saat itu ia ikut merencanakan semua aspek dalam pemilihan presiden langsung dan pemilihan kepala daerah pertama di Indonesia.

Tingkat kesulitannya pun tak main-main. Hasyim dan anggota KPU Jawa Tengah lainnya menyiapkan segala hal sampai yang paling detil, diantaranya anggaran, sumber daya manusia, dan logistik. Ia juga ikut memastikan semua tahapan dilaksanakan dengan tepat dan benar.

Melangkah ke pentas nasional
Setelah menyelesaikan masa tugasnya sebagai anggota KPU Jawa Tengah pada 2008, Hasyim Asy`ari masih berkecimpung di dunia pemilu. Tapi tak lagi sebagai penyelenggara, melainkan menjadi tenaga konsultan di bidang pemilu.

Diantaranya adalah Technical Consultant on Elections and Electoral Reform pada Cluster Democratic Governance, Partnership for Governance Reform in Indonesia (Kemitraan untuk Pembaharuan Tata Pemerintahan Indonesia), Jakarta, pada Oktober 2008 hingga Juni 201i.

Pada 2012, Hasyim bersiap untuk naik ke pentas nasional, dengan mencoba peruntungannya mendaftar sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI).

Ketika itu ia masuk ke dalam 10 besar calon anggota KPU RI yang potensial untuk terpilih. Namun akhirnya ia tidak terpilih, karena calon yang terpilih hanya nomor 7 teratas. Sementara Hasyim saat itu berada di urutan ke-8.

Akhirnya ia kembali menjadi konsultan dan pemeliti di bidang pemilu. Salah satu posisi yang pernah ia jabat adalah Konsultas Senior Ahli Pendaftaran Pemilih pada Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem), pada Juli 2013 hingga Nopember 2014.

Hasyim juga beberapa kali didaulat menjadi anggota Tim Seleksi calon Anggota Bawaslu dan panwaslu di Kabupaten/Kota se Jawa Tengah untuk Pemilu 2014. Namun niatnya untuk menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum RI akhirnya tercapai juga pada 2016. Saat itu ia menggantikan Ketua KPU RI Husni Kamil Manik yang meninggal dunia.

"Saya masuk melalui mekanisme pergantian antar waktu (PAW) menggantikan sahabat saya Husni Kamil Manik yang meninggal dunia," ujar Hasyim. Ia dilantik oleh Presiden Joko Widodo pada Agustus 2016. Ia menjabat sebagai anggota KPU RI dalam waktu yang singkat, yakni hanya berlangsung 7 bulan.

Namun ia kembali mencoba peruntungannya dengan mendaftar sebagai anggota KPU RI Periode 2017-2022, sebulan setelah ia menggantikan Husni Kamil Manik. Dan nasib baik masih berpihak pada Hasyim Asy`ari. Ia terpilih menjadi anggota KPU RI periode 2017-2022.

Begitu pula pada periode 2022-2077, ia kembali terpilih menjadi anggota KPU RI dan langsung dipercaya menjadi Ketua KPU RI hingga kini.

Ketika Hasyim berkiprah di Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, secara kebetulan, sistem pemilu di Indonesia juga sedang mengalami perubahan. Karena itulah di tiap periode ketika menjabat di KPU RI, Hasyim selalu menghadapi tantangan baru.

Ketika ia menjadi anggota KPU pada 2016, saat itulah pertama kalinya digelar pilkada serentak. Dan ketika ia menjabat di periode 2017-2022, pertama kalinya Indonesia menggelar pemilu serentak secara nasional.

Dan pada 2024 nanti, untuk pertama kalinya pemilu serentak digelar bersamaan dengan pilkada serentak untuk memilih, gubernur, bupati dan wali kota. "Hal itu baru saya sadari belakangan ini, setelah saya renungkan, saya selalu berhadapan dengan pemilu-pemilu model baru," tutur Hasyim.

Menjaga Kemandirian KPU
Sebagai lembaga yang lekat dengan kekuatan poltik, demokrasi dan suksesi pemerintahan, kemandirian Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi penting untuk diperhatikan.

Hal ini untuk menjamin hasil kerja KPU tidak berat sebelah atau hanya mengakomodir salah satu spektrum politik saja.

Terkait hal tersebut, menurut Hasyim Asy`ari, sistem pemilu yang dijalankan Indonesia saat ini adalah sistem yang paling paling Independen. Sebab, orang-orang yang menjadi anggota KPU adalah pribadi yang tidak terkait dengan pemerintah ataupun partai politik.

Ia menjelaskan, hal ini berbeda dengan sistem pemilu yang pernah diterapkan di Indonesia sebelumnya. Pada era orde baru misalnya. Saat itu, lanjut Hasyim, pemilihan umum diselenggarakan oleh pemerintah.

Selanjutnya ketika reformasi baru saja bergulir, Indonesia menyelenggarakan pemilu dengan mixed model atau model campuran, dimana sebagian anggota KPU adalah perwakilan pemerintah dan sebagian lainnya mewakili partai politik.

"Kita pernah punya pengalaman menyelanggarakan pemilu dengan sistem seperti itu, yakni pada Pemilu 1999," kata Hasyim.

Dan sejak 2004 hingga kini, tepatnya setelah amandemen ke empat UUD 1945, sistem penyelenggaraan pemilu yang diterapkan di Indonesia adalah sistem independen atau mandiri.

Meskipun secara karakteristik KPU bisa dikatakan masuk dalam rumpun eksekutif, karena juga berperan sebagai pelaksana undang-undang, menurut Hasyim, KPU tetap menjadi lembaga yang independen karena tidak berada langsung di bawah presiden, tidak juga menjadi salah satu unit kerja presiden.

Selain mandiri secara kelembagaan, kemandirian para anggotanya juga sangata ditekankan. Menurut undang-undang no. 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu Hasyim, seseorang yang menjadi anggota KPU dilarang menjadi anggota atau pengurus partai politik.

Hal ini tentunya untuk mencegah munculnya konflik kepentingan ketika menjalankan tugas menyelenggarakan pemilu. Namun undang-undang tersebut tidak menyinggung mengenai anggota KPU yang menjadi anggota ataupun pengurus organisasi kemasyarakatan (ormas).

Terkait hal ini, sosok Hasyim Asy`ari diketahui adalah seorang Nahdliyin, dimana di dalam dirinya mengalir semangat organisasi Nahdlatul Ulama. Sejumlah jabatan strategis pernah ia embah di dalam lingkup organisasi keagamaan tersebut.

Sejak 1988, Hasyim Asy`ari sudah menjadi anggota organisasi yang berafiliasi pada Nahdlatul Ulama, tepatnya Ikatan Putera Nahdlatul Ulama (IPNU), dimana saat itu ia menjadi anggotanya.

Keterlibatannya di Nahdlatul Ulama terus berlanjut hingga periode 2000-2003, dimana saat itu ia tercatat sebagai Anggota Lajnah Bahtsul Masa’il Diniyyah, Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah.

Dan pada periode 2012-2017, Hasyim, menjadi Ketua Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU), Bidang Demokrasi dan Pemilu. Lalu bagaimana Hasyim menjaga independensinya sebagai Ketua KPU RI, sementara di saat yang bersamaan, ia juga merupakan seorang Nahdliyin?

Sebagaimana kita tahu, meski tercatat sebagai organisasi keagamaan, posisi Nahdlatul Ulama sangat dekat dengan spektrum politik di Indonesia. Kader-kader NU menyebar hampir di semua partai politik. Bahkan ada yang sampai mendirikan partai politik sendiri dengan membawa embel-embel nama NU, namun tak semua bisa bertahan di panggung politik Indonesia.

Namun hingga kini, partai politik yang identik dengan Nahdlatul Ulama adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang dipimpin oleh Muhaimin Iskandar. Di tengah realita ini, bagaimana Ketua KPU Hasyim Asyari menjaga netralitas dan independensinya?

Ketika dihadapkan pada pertanyaan ini, Hasyim menyatakan, semua yang ia lakukan di KPU terikat oleh peraturan dan undang-undang, dimana semua itu mengharuskan dirinya untuk netral dan memperlakukan semua pihak dengan setara.

Terlebih, ia melanjutkan, dirinya telah mengucapkan sumpah jabatan ketika dilantik. Hal-hal demikian lah yang hingga kini menjadi pegangan Hasyim dalam menjalankan tugas-tugasnya di KPU sebagai penyelenggara pemilu. "Komitmen saya adalah menjalankan tugas untuk bangsa dan negara, dan itu harus dijaga," tegas Hasyim kepada Law-Justice.co.

Menjaga kondusifitas Pesta Demokrasi
Dalam satu dekade terakhir, animo masyarakat dalam mengikuti pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) cukup tinggi.

Terutama sejak kemunculan sejumlah tokoh-tokoh baru seperti Joko Widodo, basuki Tjahaja Purnama, Anies Baswedan, Agus Harimurti Yudhoyono dan sejumlah nama lainnya di kancah politik lokal maupun nasional.

Namun seiring dengan meningkatnya animo masyarakat tersebut, potensi konflik yang muncul akibat kontestasi di pesta demokrasi juga mengalami peningkatan.

Pada Pilkada DKI Jakarta 2012, potensi konflik tersebut muncul ketika pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama berhadapan dengan pasangan Fauzi Bowo-Nahrowi Ramli.

Saat itulah benih-benih politik identitas bermunculan. Ekskalasi semakin meningkat ketika digelar Pilpres 2014, Pilkada DKI 2017 dan Pilpres 2019.

Di mata Hasyim Asy`ari, potenti konflik dalam pesta demokrasi tidak bisa dihindari. Sebab itu ia menyebut pesta demokrasi seperti pemilu, pilpres atau pilkada adalah arena konflik yang legal untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan.

"Mengapa saya katakan konflik? Karena kursinya cuma satu tapi direbutkan oleh banyak orang. Kursi di parlemen juga terbatas, tapi direbutkan banyak orang, pasti ada konflik disitu," urai Hasyim Asy`ari.

Menurut Hasyim, sejak dulu kala upaya kelompok politik untuk meraih, merebut dan mempertahankan kekuasaan sudah terjadi dan bentuknya bermacam-macam, bisa dengan peperangan, kudeta bahkan revolusi.

Namun dalam konteks demokrasi, hal-hal tersebut di atas tentunya menjadi sebuah anomali. Nah, pada alam demokrasi, upaya meraih, merebut dan mempertahankan kekuasaan yang ideal adalah melalui proses pemilihan umum.

Hasyim menyadari potensi konflik yang ada dalam proses pemilihan umum. Dan ia pun mengakui kalau hal tersebut merupakan salah satu tantangan terberat yang dihadapi oleh KPU.

"KPU bisa dikatakan sebagai manajer pemilu, maka tugasnya juga identik dengan manajer konflik, karena itu kami selalu menahan diri jangan sampai masuk menjadi salah satu faktor penyebab konflik," ujar Hasyim.

Karena itulah ia dan rekan-rekannya di KPU berusaha untuk selalu berdiri di tengah dan memperlakukan semua peserta pemilu, pilpres atau pilkada dengan setara. Hal itu dilakukan untuk mencegah konflik muncul dalam bentuk yang nyata, seperti kekerasan verbal, intimidasi dan bahkan kekerasan fisik.

Ia yakin, dengan memberikan semua pihak kesempatan yang sama dalam pesta demokrasi, seperti samanya waktu berkampanye, dengan sendirinya akan menurunkan tensi diantara pihak-pihak yang berkompetisi.

Dan menurut Hasyim, hal tersebut masih menjadi tantangan yang berat bagi KPU RI di pesta demokrasi pada 2024 mendatang. Terlebih pada 2024, rakyat Indonesia tidak hanya akan mengikuti pemilu dan pilpres saja, melainkan juga akan berpartisipasi dalam pilkada serentak.

Penggabungan tiga jenis pesta demokrasi tersebut baru pertama kali akan dilakukan di Indonesia. Karena itu pula, menurut Hasyim, potensi konflik yang ditimbulkan akan lebih besar, dibanding hanya sekadar penyelanggaraan pemilu saja, pilpres saja atau pilkada saja.

"KPU harus hati-hati betul dalam merencanakan, dalam mendesain kegiatan pemilu maupun pilkada, ini tantangan terberatnya, karena belum pernah terjadi sebelumnya di Indonesia," pungkas Hasyim Asy`ari.

 

(Rio Rizalino\Warta Wartawati)

Share:




Berita Terkait

Komentar