Singapura Setop Kriminalisasi dan Legalkan Hubungan Gay, Ini Alasannya

Senin, 22/08/2022 21:08 WIB
Ilustrasi LGBT. (Ayobekasi).

Ilustrasi LGBT. (Ayobekasi).

Jakarta, law-justice.co - Baru-baru ini, Negara Singapura menjadi sorotan pasca Perdana Menteri, Lee Hsien Loong mengumumkan negara itu membatalkan undang-undang yang mengkriminalisasi hubungan gay atau Pasal 377A KUHP pada Minggu (21/8).

Dengan kebijakan itu, Singapura kini menjadi negara terbaru di Asia setelah India yang mengizinkan hubungan sesama jenis antara lelaki secara publik.

Dalam pidato hari nasional tahunannya, Lee mengatakan masyarakat Singapura, terutama generasi muda telah lebih menerima kaum gay.

"Karena itu, saya percaya ini (pencabutan UU kriminalisasi hubungan gay) hal yang benar untuk dilakukan, dan sesuatu yang sekarang akan diterima oleh sebagian besar warga Singapura," ucap Lee seperti melansir cnnindonesia.com.

"Keputusan ini akan membawa hukum sejalan dengan adat istiadat sosial yang berkembang saat ini. Saya berharap ini dapat memberikan kelegaan terhadap kaum gay Singapura," ucap Lee lagi.

Hingga kini belum jelas kapan Pasal 377A akan secara resmi dicabut.

Sejak diterapkan, Pasal 377A dapat mengkriminalisasi setiap individu yang ketahuan memiliki hubungan dengan sesama jenis hingga memenjarakannya maksimal dua tahun.

Namun, hukum ini tidak pernah ditegakkan secara aktif. Selama beberapa dekade terakhir, tidak jelas kapan hukum ini pernah ditegakkan.

Hukum itu juga tidak secara jelas memasukkan konteks jika hubungan sesama jenis dilakukan antara sesama perempuan atau jenis kelamin lainnya.

"Seperti setiap manusia sosial, kami juga punya orang-orang gay di tengah-tengah kami. Mereka adalah sesama warga Singapura. Mereka adalah rekan kerja kami, teman kami, anggota keluarga kami. Mereka juga ingin menjalani kehidupan mereka sendiri, berpartisipasi dalam komunitas kami dan berkontribusi penuh ke Singapura," papar Lee.

Meski mencabut Pasal 377A yang diterapkan era kolonial, Lee menegaskan bahwa pemerintah tetap melindungi definisi pernikahan antara perempuan dan laki-laki. Dengan begitu, Singapura masih belum mengesahkan pernikahan sesama jenis.

"Kami akan melindungi definisi pernikahan, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Penafsiran dan Piagam Perempuan, agar tidak digugat secara konstitusional di pengadilan. Kami harus mengubah konstitusi untuk melindunginya, dan kami akan melakukannya," kata Lee.

Sebelum Singapura, India menjadi salah satu negara Asia yang lebih dulu mencabut undang-undang larangan hubungan gay pada 2018.

Thailand pun dikabarkan tengah menggodok rencana serupa untuk melegalkan hubungan sesama jenis.

 

 

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar