Bak Pemain Sinetron, Ferdy Sambo Pura-pura Nangis Istrinya Dilecehkan

Kamis, 18/08/2022 07:34 WIB
Irjen Ferdy Sambo (JPNN)

Irjen Ferdy Sambo (JPNN)

Jakarta, law-justice.co - Akting menangis ala Ferdy Sambo ternyata sudah masuk lebih dulu ke berbagai pihak. Pada hari pembunuhan, tersangka Ferdy Sambo menemui Kapolri.

Ia memberikan kesaksian palsu sambil menangis, berharap skenario itu dapat dipercaya oleh Kapolri.

Ferdy Sambo juga menangis di hadapan menko Polhukam Mahfud MD.

Ferdy Sambo sebagai otak pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J mendatangi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada 8 Juli 2022.

Padahal, ia baru membunuh Brigadir Yosua Hutabarat pada hari yang sama sekitar pukul 17.00WIB.

Hal ini diungkapkan oleh Penasihat Ahli Kapolri, Prof Hermawan Sulistyo dan pengacara keluarga Brigadir J Kamaruddin Simanjuntak di acara Catatan Demokrasi TV One.

Mulanya pengacara Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak menjelaskan kala itu yang menemui dan melapor terkait tewasnya Brigadir J, adalah Ferdy Sambo sendiri.

"Begitu dibunuh Brigadir J, tanggal 8, FS ini menemui Kapolri," ucap Kamaruddin Simanjuntak.

Kamaruddin Simanjuntak lalu menyebut saat melapor ke Kapolri, Ferdy Sambo berpura-pura menangis.

Ferdy Sambo menyampaikan ke Kapolri penyebab tewasnya Brigadir J karena adu tembak dengan Bharada E.

Kamaruddin juga menyebutkan, skenario tipu-tipu tersebut sudah dipersiapkan Ferdy Sambo bersama Eks Staf dan Penasihat Ahli Kapolri, Fahmi Alamsyah.

"Pura-pura menangis, pura-pura menjadi korban," kata Kamaruddin Simanjuntak.

"Lalu dibuatkan skenario oleh staf ahli ini (Fahmi Alamsyah)," imbuhnya.

Namun skenario Ferdy Sambo dan Fahmi Alamsyah tak berjalan mulus. Pada kenyataannya, Brigadir J tewas ditembak Bharada E karena perintah jenderal bintang dua tersebut.

Tak berselang lama Fahmi Alamsyah akhirnya mundur dari jabatannya, lalu Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan berencana Brigadir J.

"Kemudian penulis skenario sudah gagal, kita patahkan," ucap Kamaruddin Simanjuntak.

"Terbukti penulis skenario sudah mundur, tapi mundur saja tidak cukup, tahan dan hukum penulis skenario itu," imbuhnya.

Pernyataan itu pun dibenarkan oleh Hermawan Sulistyo.

Hermawan juga mengaminkan kalau kala itu, Kapolri telah dibohongi oleh Ferdy Sambo, yang menyebut Brigadir J tewas karena baku tembak.

"Iya melapor, kalau ada tembak-tembakan," kata Hermawan Sulistyo.

"Kapolri juga dibohongi oleh Ferdy Sambo?" tanya pembawa acara.

"Iya, itu kan malam,"tegas Hermawan Sulistyo.

Hermawan Sulistyo kemudian membocorkan ucapan Kapolri saat mendengar laporan Ferdy Sambo.

"Lalu ditanya `sudah lapor ke penyidik`?" kata Hermawan Sulistyo.

"Ditanya `sudah lapor ke Polres?` `sudah`," imbuhnya.

Meski begitu, menurut Hermawan Sulistyo mengatakan Kapolri kala itu tidak langsung percaya begitu saja dengan ucapan Ferdy Sambo.

Listyo Sigit sudah merasakan keganjilan dari tewasnya Brigadir J.

"Yang minta pasal 340 (pembunuhan berencana) itu Pak Kapolri, naluri itu diterapkan," ucap Hermawan Sulistyo.

"Sebelum dilaporkan Bapak (Kamaruddin Simanjuntak, Kapolri sudah tahu, `ini mengarah ke 340, coba cari bukti`,"

"Kemudian bapak muncul, `itu karena saya`," imbuhnya.

Lalu Hermawan Sulistyo dan Kamaruddin Simanjuntak berdebat sengit, terkait siapa duluan yang merasakan keganjilan di kasus Brigadir J, yang semula dilaporkan meninggal dunia karena baku tembak.

"Kalau saya tidak lapor, yang berkembang dua laporan itu (pelecehan dan percobaan pembunuhan)," celetuk Kamaruddin.

Tangisan Ferdy Sambo di Hadapan Mahfud MD

Menko Polhukam Mahfud MD menceritakan drama melankolis Irjen Ferdy Sambo ketika datang menceritakan kronologi palsu padanya.

Ferdy Sambo memaparkan skenario kematian Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J dengan adegan-adegan bikin lucu.

Kata Mahfud, Ferdy Sambo menceritakan Skenario kematian Brigadir J sambil menangis dan mondar-mandir.

Mahfud MD mengaku tak langsung larut dalam tipu muslihat Ferdy Sambo.

Kecuali, Kompolnas yang sempat percaya pada skenario Ferdy Sambo, paling tidak Benny Mamoto, Ketua Harian Kompolnas.

"Memang dibohongi. Ada skenario drama melankolis," ungkap Mahfud MD, pada program Indonesia Lawyers Club, Senin (15/8/2022).

Maih menurut Mahfud MD, sebelum diumumkan meninggalnya Brigadir J, Ferdy Sambo memanggil sejumlah orang.

"Pada hari Senin sebelum peristiwa diumumkan, Pak Sambo memanggil beberapa orang, termasuk dari Kompolnas, satu orang dipanggil," ungkap Mahfud MD.

Pada saat wakil Kompolnas datang, Ferdy Sambo hanya menangis sambil teriak-teriak.

"Saya ini dizolimi, istri saya dilecehkan. Dia terus nangis gitu, tidak menjelaskan hal lain," kata Mahfud MD, yang telah mengorek keterangan dari wakil Kompolnas yang hadir saat itu.

Tak hanya dari Kompolnas yang dipanggil Ferdy Sambo untuk bisa melihat tangisannya.

"Setidaknya ada lima orang. Diciptakan prakondisi, agar orang percaya dengan kondisi itu (baku tembak dan pelecehan)," kata Mahfud MD.

Mahfud MD juga telah meminta keterangan dari lima orang yang kala itu dipanggil Ferdy Sambo.

"Saya sudah cek pada semua orang yang dipanggil. Kalimatnya sama, cuma nangis mondar-mandir di meja," jelas Mahfud.

Selain itu, ada kalimat juga yang dilontarkan Ferdy Sambo agar orang percaya kepadanya.

"Kalau saya ada di situ saya tembak sendiri sampai mati lebih parah," kata Mahfud MD, mengutip teriakan Sambo yang dia dapat dari orang-orang yang datang menemuinya.

Sejak itu, ujarnya, akhirnya semakin kuat kesimpulannya bahwa yang terjadi bukan baku tembak di antara ajudan.

"Kompolnas akhirnya saya minta menarik diri dari (skenario) tembak menembak. Tidak ada tembak menembak, yang ada adalah penembakan," jelasnya.

Belakangan memang tergambar bahwa yang terjadi di rumah dinas itu bukan baku tembak seperti cerita pertama yang disampaikan oleh polisi.

Peristiwa sebenarnya adalah pembunuhan berencana, dengan otak pelaku utama adalah Irjen Pol Ferdy Sambo.

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar