Jokowi Disebut Akan Putihkan Pelanggar HAM Berat Lewat Keppres Terbaru

Selasa, 16/08/2022 21:23 WIB
Presiden Joko Widodo di Rapat Kerja Nasional ICMI (Dok.Setpres)

Presiden Joko Widodo di Rapat Kerja Nasional ICMI (Dok.Setpres)

Jakarta, law-justice.co - Keputusan Presiden atau Keppres tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu yang baru diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai hanya akan menguatkan impunitas dan memutihkan pelanggar HAM berat masa lalu.

Ketua Setara Institute, Hendardi menyatakan bahwa Keppres tersebut menunjukkan bahwa Jokowi tidak mampu dan tidak mau menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

"Setara Institute memandang pembentukan `Tim PAHAM` hanyalah proyek mempertebal impunitas dan pemutihan pelanggaran HAM masa lalu yang belum tuntas diselesaikan negara," kata Hendardi dalam keterangan pers, Selasa (16/8).

Berdasarkan draf Keppres yang beredar, Hendardi mengatakan tim bentukan Jokowi itu beranggotakan sejumlah orang yang dianggap bermasalah terkait pelanggaran HAM masa lalu.

Menurut dia, alih-alih memproses kasus pelanggaran HAM sesuai mandat UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Jokowi justru menutup rapat tuntutan publik dan harapan korban akan kebenaran dan keadilan.

Dia pun mengatakan pembentukan tim tersebut akan berdampak pada pencarian kebenaran untuk memenuhi hak korban dan publik. Sebab, penyelesaian secara yudisial menjadi opsional.

"Karena pilihan non-yudisial telah ditetapkan, maka sejatinya Jokowi mengingkari mandat UU 26/2000 yang bahwa penyelesaian pelanggaran HAM yang terjadi sebelum tahun 2000 bisa diadili melalui Pengadilan HAM Ad Hoc," kata Hendardi.

Hendardi menilai mekanisme non-yudisial tersebut adalah bentuk pengampunan massal dan cuci tangan negara. Menurut dia, `Tim PAHAM` hanyalah panitia yang dibentuk Jokowi untuk memberikan santunan kepada korban yang ditujukan untuk pembungkaman atas tuntutan dan aspirasi korban.

"Padahal dalam hukum HAM internasional dan konsep transitional justice bukan hanya right to reparation (hak atas pemulihan) yang harus dipenuhi, tetapi right to truth (hak atas kebenaran), right to justice (hak atas keadilan) dan guarantees of non-repetition (jaminan ketidakberulangan)," ucapnya.

Diberitakan, saat menyampaikan pidato di Sidang MPR RI, Jakarta, Jokowi menyatakan telah meneken kepres soal pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu. Selain itu, Jokowi juga menyatakan RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (RUU KKR) yang dalam proses pembahasan.

Mekanisme non-yudisial sejak lama dikritik oleh kalangan sipil karena dapat dijadikan alibi pemerintah untuk tidak memproses kasus pelanggaran HAM berat secara yudisial.

Sampai saat ini, ada 12 kasus pelanggaran HAM yang tengah ditangani Komnas HAM.

Beberapa kasus pelanggaran HAM berat itu antara lain Pembunuhan Massal 1965, Kerusuhan Mei 1998, Tragedi Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II, Pembunuhan Munir, dan Tragedi Paniai.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar