Muslim Arbi, Direktur Gerakan Perubahan

Menunggu Jokowi Bersuara soal KM 50 dan Ratusan KPPS yang Gugur 2019

Senin, 15/08/2022 21:31 WIB
Presiden Joko Widodo (voanews.com)

Presiden Joko Widodo (voanews.com)

Jakarta, law-justice.co - Setelah tewas terbunuhnya Brigadir J dan penetapan tersangka dugaan pelakunya oleh Kepolisian Indonesia (Polri) dan hampir sebulan ramainya perbincangan publik di medos dan di media mainstream.

Presiden Jokowi juga memberikan perhatian serius soal kasus Duren Tiga ini.

Dan direkaman publik ada tiga atau empat kali. Presiden ikut bersuara untuk tuntaskan masus Brigadir J ini.

Sebagai anak bangsa, kita semua ikut berduka dan merasakan kepedihan keluarga Brigadir J. Semoga arwahnya tenang di alam baka.

Soal kematian Brigadir J ini mendapat perhatian yang begitu besar karena terkait dengan instusi kepolisian.

Pantas dengan adanya kasus ini banyak suara yang menghendaki agar kepolisian berbenah dan bersih-bersih. Tantangan berat di hadapi oleh Kapolri sebagai nahkoda kepolisian Republik Indoensia.

Publik mendukung dan berada di belakang Kapolri Jendral Sigit untuk benahi salah satu insitusi penegak hukum dan keadilan ini.

Saat ini juga suara ramai di publik mempertanyakan kembali soal kasus KM 50 yang menewaskan 6 Anak Muda – Kesuma Bangsa yang terbunuh.

Mengapa mereka harus di bunuh dan untuk apa di bunuh? Sampai saat ini masih misteri.

Publik juga ramai mempertanyakan ratusan anggota KPPS yang gugur saat menjalankan tugas mengawal pemilu dan pilpres 2019.

Mereka berguguran di berbagai daerah pemilihan. Kematian mereka terasa dan penuh tanda tanya.

Dua kasus kematian: KM 50 dan Ratusan Anggota KPPS ini belum terdengar suara Istana baik presiden maupun mentrinya menuntut pengusutan tuntas sebagai mana yang di lakukan Jokowi terhadap Tewas Brigadir J.

Bahkan Menkopolhukam, Mahfud MD turun langsung kawal kasus ini.

Saat ini – publik menunggu suara Jokowi dan Istana terkait tewas nya 6 Anak Muda di KM 50 Jakarta – Cikampek dan gugur nya ratusan petugas KPPS saat Pilpres 2019.

Jika Jokowi dan Istana berdiam diri atas dua kasus besar nasional di atas. Ini dianggap publik tindakan diskriminatif dalam penegakkan keadilan di masyarakat.

Publik menunggu suara Jokowi dan Istana soal KM 50 dan Gugurnya Ratusan Petugas PPKS.

Padahal ratusan petugas KPPS yang gugur itu menghantarkan Jokowi jadi presiden lagi, bukan?

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar