Satu Generasi Terancam Habis, Perempuan China Ogah Punya Anak

Selasa, 09/08/2022 17:20 WIB
Populasi penduduk di China turun terutama pada saat pandemi Covid-19, kebijakan Nol Covid juga jadi pemicu utama perempuan malas memiliki anak (BBC)

Populasi penduduk di China turun terutama pada saat pandemi Covid-19, kebijakan Nol Covid juga jadi pemicu utama perempuan malas memiliki anak (BBC)

Beijing, Tiongkok, law-justice.co - Fenomena baru terjadi di Cina daratan. Banyak perempuan menunda atau benar-benar tak ingin memiliki anak.

Hal ini dituding akibat kebijakan nol Covid-19 pemerintah Presiden Xi Jinping. Penguncian ketat alias lockdown membuat itu terjadi.

Claire Jiang misalnya. Lip Shanghai itu benar-benar trauma dengan penguncian yang terjadi April hingga Mei lalu.

Mengutip Reuters, ia trauma setelah didatangi pihak berwenang dengan pakaian hazmat. Kala itu, mereka mengancam akan menghukum keluarganya selama tiga generasi karena tidak mematuhi aturan Covid-19.

"Itu benar-benar beresonansi," katanya.

"Saya jelas tidak ingin anak-anak saya menanggung ketidakpastian hidup di negara di mana pemerintah bisa datang ke rumah Anda dan melakukan apa pun yang mereka inginkan," kata wanita 30 tahun itu.

Pernyataan Jiang, dimuat media yang sama, juga didukung pakar. Kebijakan ketat Covid-19 tanpa kompromi, menurut ahli demografi, telah menyebabkan kerusakan besar pada keinginan mereka untuk memiliki anak.

"China jelas merupakan pemerintah besar dan keluarga kecil," kata ahli demografi China terkemuka Yi Fuxian seraya menyebut peristiwa itu memiliki konsekuensi besar pada keinginan seseorang menjadi orang tua di China.

"Kebijakan nol Covid China telah menyebabkan ekonomi nol, pernikahan nol, kesuburan nol."

Sebelumnya, laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Juli memperkirakan populasi China yang berjumlah 1,4 miliar mungkin mulai menurun pada awal tahun depan. Tetangganya, India, akan menyusul sebagai negara terpadat di dunia.

Pakar PBB sekarang melihat populasi China menyusut 109 juta pada tahun 2050. Ini lebih dari tiga kali lipat penurunan perkiraan mereka sebelumnya pada tahun 2019.

Laporan terpisah dari PBB China juga mengatakan pandemic memiliki dampak jangka panjang pada kelahiran pertama seorang anak di China. Banyak wanita merasakan ketidakamanan, mulai dari finansial, kekhawatiran akan vaksin Covid-19 yang mempengaruhi janin, hingga beratnya kehamilan dan merawat bayi di bawah pembatasan pemerintah.

"Pasangan yang mungkin berpikir untuk memiliki anak di tahun depan, pasti menundanya. Pasangan yang benar-benar tidak yakin, telah menunda tanpa batas waktu," kata Perwakilan Dana Kependudukan PBB untuk China, Justine Coulson.

Sebelumnya, pada data yang dirilis pemerintah Juli, populasi China makin melambat secara signifikan. Data kelahiran terbaru menunjukkan penurunan drastis di beberapa provinsi selama 2021.

Dari 29 provinsi, hanya ada enam di antara 10 provinsi teratas dengan angka kelahiran tertinggi melebihi 500.000. Hanya Guangdong yang memiliki lebih dari 1 jute kelahiran bar.

Menurut Komisi Kesehatan Nasional, rata-rata jumlah perempuan usia subur yang China kini menjadi 1.64 pada 2021. Angka ini turun dari 1.76 pada 2017 dan 1.73 pada 2019.

Sementara dari 10.62 jute orang yang lahir pada 2021, 41.4% adalah anak kedua. Sementara 14.5% adalah anak ketiga atau lebih.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar