Pemerintah Krisis Pasokan, Pasar Gelap BBM di Sri Lanka Menjamur

Sabtu, 06/08/2022 14:00 WIB
Antrean hingga panjang beli BBM di Sri Lanka (Reuters)

Antrean hingga panjang beli BBM di Sri Lanka (Reuters)

Sri Lanka, law-justice.co - Krisis bahan bakar minyak (BBM) membuat aktivitas pasar gelap tumbuh di Sri Lanka. Para penjual yang masuk dalam pasar gelap itu mengaku mematok harga BBM jauh dari normal, bisa berkali-kali lipat lebih mahal.


Seorang pria penjual BBM di pasar gelap Sri Lanka, sebut saja namanya Akshant, mengaku harga BBM yang dijual memang berkali-kali lipat.

"Ini lebih menguntungkan daripada mengendarai tuk tuk," kata pria 59 tahun itu dari balik kemudi kendaraan merahnya, dikutip dari Channel News Asia, Sabtu (6/8/2022)

Biasanya Akshant berjualan di Colombo, di mana antrian di luar pom bensin biasanya membentang beberapa kilometer di kawasan itu. "Kalau saya beli bensin 5 liter, saya bongkar 3 liter dan jual ke orang lain," jelasnya.

Akshant pun mengaku telah mendapat untung dari penjualan BBM selama beberapa bulan terakhir. Di SPBU, satu liter bensin berharga sekitar 450 rupee Sri Lanka (US$ 1,26). Tapi dia menjualnya seharga 2.500-3.000 rupee per liter.

"Pelanggan saya adalah pengendara sepeda motor dan pengemudi tuk tuk. Pemilik kendaraan lain tidak membeli dari saya karena mereka membutuhkan 50-60 liter. Saya tidak bisa memberi mereka sebanyak itu," katanya.

"Kami harus menunggu tiga sampai empat hari untuk mendapatkan bahan bakar dan kami hanya bisa mendapatkan 2.500 rupee setiap kali. Itu tidak cukup. Jadi, beberapa orang akan menurunkan bahan bakar dari kendaraan mereka dan menjualnya dengan harga yang lebih tinggi. Saya juga sudah mulai melakukannya," tutupnya.

Sebagai informasi, jutaan orang Sri Lanka sedang berjuang di tengah krisis ekonomi terburuk dalam sejarah negara mereka. Kas negara kehabisan cadangan devisa dan tidak ada cukup uang untuk impor penting seperti bahan bakar.

Negara kepulauan berpenduduk 22 juta orang itu secara resmi gagal bayar setelah tak bisa melakukan pembayaran bunga utang pada Mei. Keruntuhan ekonominya telah mengganggu berbagai aspek kehidupan dengan melonjaknya biaya hidup, kekurangan bahan bakar dan obat-obatan yang serius.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar