Kerusuhan di Sri Lanka Kembali Pecah, 50 Demonstran Terluka

Jum'at, 22/07/2022 20:00 WIB
Sri Lanka tetapkan status darurat (bbc)

Sri Lanka tetapkan status darurat (bbc)

Sri Lanka, law-justice.co - Apparatus keamanan Sri Lanka mengusir ratusan demonstran yang mendirikan kamp-kamp di ibukota Colombo sebagai protes terhadap pemerintah.

Ribuan polisi dan tentara bersenjata lengkap dilaporkan telah dikerahkan ke kamp-kamp yang disebut dengan "Gota Go Gama" pada Jumat (22/7/2022). Mereka mengusir paksa para demonstran, termasuk dengan kekerasan.

Lebih dari 50 orang terluka, dan tiga di antaranya dikirim ke rumah sakit, seperti yang dilaporkan Reuters.

Insiden ini terjadi setelah Ranil Wickremesinghe dilantik sebagai presiden, dan kemudian mendeklarasikan keadaan darurat. Status tersebut memberikan kekuatan penuh kepada angkatan bersenjata untuk menangkap dan menahan seseorang dalam waktu lama tanpa tuntutan.

Menurut laporan dari jurubicara polisi, sedikitnya sembilan orang telah ditangkap.

Pada awalnya, para pengunjuk rasa mengatakan akan mengosongkan kamp secara damai. Namun petugas keamanan Sri Lanka lebih memilih mengusir mereka dengan kekerasan.

Salah seorang demonstran yang akan memasuki kamp pada Kamis malam (21/7/2022) mengaku dipukuli habis-habisan oleh militer.

"Mereka mencengkeram saya dan mulai memukuli saya secara brutal dengan tongkat kayu, menendang saya dengan sepatu bot mereka, dan memukul saya dengan bagian belakang senjata mereka," kata Sahan Weerawadana, pria berusia 26 tahun.

Akibat dari serangan itu tubuh, wajah, dan bibir Weerawadana dikabarkan penuh memar.

Beberapa wartawan, yang salah satunya adalah wartawan BBC, dan dua pengacara yang saat itu menawarkan nasihat turut dipukuli oleh petugas keamanan.

Akila Aluwatte, salah satu pengacara yang datang ke tempat kejadian, mengatakan insiden tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia.

Direktur Asia Selatan Human Right Watch, Meenakshi Ganguly mengeluarkan pernyataan untuk mengutuk serangan tersebut.


"Penyalahgunaan kekuasaan darurat di bawah presiden eksekutif untuk menghukum mereka yang mengkritik kegagalan pemerintahan Rajapaksa. Mungkin ini merupakan tindakan kesetiaan kepada partai yang mendukungnya," ujar Meenakshi.

Sementara itu, Wickremesinghe tidak memberikan komentar apapun terkait kekerasan ini.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar