Didik J Rachbini: Uang Pajak Indonesia Habis Hanya Buat Bayar Utang!

Jum'at, 22/07/2022 06:44 WIB
Ekonom Senior Didik J Rachbini (Foto: Istimewa)

Ekonom Senior Didik J Rachbini (Foto: Istimewa)

Jakarta, law-justice.co - Pakar Ekonomi Senior, Didik J. Rachbini melontarkan kritikan kepada pemerintah terkait pengelolaan uang pajak yang habis hanya untuk membayar utang.

Didik menjelaskan pemerintah selama pandemi covid-19 mematok defisit anggaran sangat tinggi. Bahkan pada 2020, tembus 6,14 persen dari PDB atau Rp947,6 triliun.

Nilai ini naik tiga kali lipat dari defisit 2019 sebesar 2,2 persen dari PDB atau Rp353 triliun.

Adapun, penerimaan pajak terealisasi Rp1.069,98 triliun di 2020 dan meningkat jadi Rp1.277,5 triliun di tahun 2021.

Namun, Didik melihat penerimaan pajak ini hampir sama jumlahnya dengan defisit anggaran atau penarikan utang setiap tahunnya.

Defisit APBN adalah selisih kekurangan antara penerimaan negara dan belanja negara. Artinya saat belanja Rp2.000 triliun, dan penerimaan hanya Rp1.000 triliun, maka pemerintah butuh utang Rp1.000 triliun untuk menutupi belanja, ini yang dinamakan defisit.

"Misalnya, pajak cuma Rp1.400 triliun, defisit di atas Rp1.000 triliun, jadi hampir seluruh pajak untuk bayar defisit," ujarnya dalam sebuah wawancara yang dikutip dari acara TV One, Kamis (21/7).

Menurutnya, hal tersebut yang membuat tumpukan utang makin besar. Sebab, uang pajak habis hanya untuk membayar defisit di tahun anggaran yang sama.

Sementara itu, untuk membayar utang lama dan bunganya harus menarik utang baru. Alhasil, pemerintah sekadar gali lubang tutup lubang dalam pengelolaan utang.

"Dan (belum lagi) utang sendiri untuk pokok dan bunga. Jadi seluruh perolehan pajak rakyat Indonesia sama dengan utang (defisit) yang kita buat setiap tahun," jelasnya.

Didik juga menanggapi penjelasan Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Abdurohman yang mengatakan defisit Indonesia lebih baik dibandingkan negara-negara lain yang capai dua digit selama pandemi covid-19.

Menurut Didik, jangan membandingkan utang dengan negara lain dari sisi angka, tetapi juga dari seberapa besar penarikan utang setiap tahun.

Didik pun mencontohkan perbedaan beban APBN Indonesia dan Jepang dalam membayar bunga setiap tahun dengan nominal utang yang sama.

Misalnya, beban utang Indonesia dan Jepang sama-sama Rp7.000 triliun. Namun, bunga yang ditetapkan Jepang hanya 0,2 persen, sedangkan Indonesia mencapai 7 persen-8 persen.

"Jadi kalau kita punya utang, dan Jepang punya utang Rp7.000 triliun, dia hanya bayar (bunga) Rp14 triliun, Indonesia harus bayar (bunga) Rp400 triliun. APBN-nya dikuras Rp14 triliun, kalau kita bunga 7-8 persen bisa Rp400 triliun, kan beda jauh," pungkasnya.

Pada kesempatan itu, Abdurohman menyebut bahwa dibandingkan negara-negara lain, defisit RI relatif lebih rendah. Dari sisi efektivitasnya pun, bertujuan untuk pemulihan ekonomi.

"2021, ekonomi tumbuh 3,7 persen, low base effect," imbuhnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar