Heru Subagia, Direktur Sepadanit Institut dan Ketua Alumni Gadjah Mada (KAGAMA Cirebon Raya)

Sri Mulyani Sang Jenderal Ekonomi yang Diktator, Bekerja untuk Siapa?

Rabu, 20/07/2022 13:57 WIB
Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani. (Foto: istimewa)

Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani. (Foto: istimewa)

Jakarta, law-justice.co - DUNIA dalam ancaman besar kronis pada isu-isu ancaman malapetaka pangan dan energi. Krisis perang Rusia dan Ukraina menjadi pihak yang paling bertangung jawab penyebab utama rusaknya tatanan dunia.

Efek domino krisis Balkan tersebut memberikan trigger kontraksi negatif bagi perekonomian dunia. Banyak negara dunia sedang panik dan memutuskan mengambil langkah langkah dramatis guna penyelamatan ekonomi domestik di negara masing-masing.

Momok ambruknya tatanan ekonomi global sudah menjadi kenyataan. Koneksitas ekonomi dunia sedang hancur, terjadinya distorsi sistem ekonomi internasional. Akibatnya krisis menuju resesi ekonomi dunia sedang terjadi.

Bagi Indonesia sebagai bagian masyarakat dunia yang tidak luput dari dampak memburuknya ekonomi dunia. Tentunya akan banyak kebijakan dan tindakan pemerintah untuk adaptasi lingkungan dunia.

Banyak berita dalam minggu ini sedang fokus soroti isu nasional berkaitan kekejian pembunuhan yang dilakukan kelompok kriminal bersenjata Papua yang menewaskan masyarakat sipil. Media juga sedang memburu informasi berkaitan kondisi keuangan dan kebijakan Menteri Keuangan di tengah ancaman resesi ekonomi.

Jika Moeldoko instruksikan pukul mundur Gerakan Separatis Merdeka di Papua, giliran Sri Mulyani deklarasikan usir WNI yang tidak taat bayar pajak.

Penulis melihat sepertinya sedang terjadi kondisi sangat menakutkan sedang terjadi di negeri ini terutama masalah keamanan teritorial dan ketahanan keuangan nasional.

Ada korelasi kuat jika tindakan kebijakan fiskal yang dilakukan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) sebagai bagaian solusi akhir yang terpaksa dilakukan negara untuk melakukan penyesuaian perubahan ekonomi dunia dan tuntutan bagi negara segera melakukan tindakan paksa untuk menyelamatkan negara.

Jika seorang jenderal militer tegas pada keputusan dan ketaatannya pada suatu komando suatu hal lumrah, akan lain sikap tegas ini diberlakukan dan dilaksanakan oleh jenderal sipil masyarakat sipil. Menyoroti sikap tegas dari sang menteri, saya sampai berpikir ketegasan SMI kalahkan Presiden.

Hebatnya lagi Kementerian Keuangan yang dipimpin Menteri ini tidak mempunyai perlengkapan senjata militer. Tidak ada moncong senjata laras panjang, ranjau darat, dan peluru tajam. Hanya mempunyai keberanian berbicara yang langsung dikomandani menterinya.

Kekuatan kata dan kalimat terucap dari membikin gemetar dan panik warga negara. Bisa jadi, keberaniannya ini sudah melampaui keberanian presiden yang mempunyai hak secara ketentuan UU mencabut status kewarganegaraan Indonesia.

Petikan dan tafsiran kalimat ancaman menteri keuangan seperti ini bunyinya.

#Bagi Warga Indonesia Yang Tidak Bayar Pajak, Dipersilahkan Hengkang Dari Bumi Pertiwi#

Publik akan berbalik bertanya juga ke pemerintah, beranikah berujar juga bagi pejabat atau individu yang melakukan korupsi keuangan dari pos-pos anggaran pemerintah dan dipastikan anggaran tersebut dari pembayaran pajak yang disetor masyarakat.

Apa benar ancaman SMI bisa hanya diartikan perpanjangan tangan dari rezim berkuasa sebagai bentuk kepanikan pemerintah menghadapi keuangan negara yang sedang rapuh.

Saat ini anggaran belanja pemerintah mungkin sudah tekor alias defisit. Sementara pos-pos anggaran yang jatuh tempo dan harus dibayarkan segera.

Pajak adalah instrumen vital untuk membiayai roda pemerintahan dan membayarkan kewajiban negara terutama hutang luar negara.

Dana segar itu harus ada untuk membayarkan utang dan menambah biaya pengeluaran rutin negara. Jalan tercepat mendapatkan uang melalui intensifikasi dan ekstensifikasi sumber pendapat pajak masyarakat.

Sri Mulyani berujar tegas dan berani dengan ancaman bagi WNI tidak bayar pajak. Yang dilakukan menteri ini sangat terhormat dan heroik sebagai pimpinan lembaga, keberanian untuk memberikan kontribusi maksimal sesuai bidangnya.

Tindakan Sang Menteri tidak bisa disalahkan dan seharusnya menjadi kebanggaan tersendiri bahwa sebuah kementerian menjadi pahlawan disaat negara sedang oleng dan putus asa.

Pertanyaannya, bisa dijelaskan oleh Menteri Keuangan ke publik, siapa saja warga negara yang punya duit menumpuk dan tidak mau membayarkan pajak dan pajak tersebut merupakan hak untuk negara?

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar