Fahri Hamzah Sindir MK yang Tolak Gugatan Partai Gelora

Senin, 11/07/2022 14:12 WIB
Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Fahri Hamzah. (detik).

Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Fahri Hamzah. (detik).

Jakarta, law-justice.co - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menyindir Mahkamah Konstitusi (MK).Hal itu dilakukannya usai MK menolak gugatan terkait aturan keserentakan pemilihan umum dalam Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang dilakukan oleh partainya.

Pasalnya, legal standing dan dasar pengajuannya diterima, tetapi Majelis Hakim menolak melanjutkan sidang dan berhenti pada pemeriksaan permohonan saja.

Sehingga kesimpulan yang dihasilkan MK terkesan bersifat prematur, karena para ahli dan saksi yang diajukan DPP Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia belum pernah diperiksa.

Fahri Hamzah meyakini, apabila ahli dan saksi diperiksa, pendirian Hakim MK mengenai isu pokok dengan frasa serentak sehingga norma Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU 7/2017 akan bergeser secara fundamental, terkait alasan hukumnya.

Mahkamah diyakini akan menggeser pendiriannya untuk mempertahankan norma harus tetap dinyatakan konstitusional menjadi tidak konstitusional atau inkonstitusional, seperti pandangan Partai Gelora.

"Itulah yang kami sayangkan, setelah dua aspek ini dipertimbangkan oleh Majelis Hakim MK, yaitu aspek legal standing dan dasar pengajuan diterima justru majelis hakim menolak untuk meneruskan sidang dan hanya berhenti pada pemeriksaan dokumen permohonan," sesal Fahri dalam keterangannya, Senin (11/7/2022).

Fahri berharap, jika suatu saat nanti Partai Gelora kembali mengajukan permohonan serupa, Majelis Hakim MK dapat membuka ruang debat di persidangan untuk mengetahui lebih dalam duduk perkara permohonan gugatan.

"Karena sekali lagi, legal standing Partai Gelora diterima, alasan permohonan dianggap baru dan belum pernah dipakai, artinya diterima, tapi sidang tidak diteruskan karena para hakim MK anggap belum perlu berubah sikap. Maka Bagaimana membuktikan kalau saksi belum diperiksa?" pungkasnya.

Dalam putusannya, MK menolak gugatan Partai Gelora yang menguji Pasal 167 Ayat (3) dan Pasal 347 Ayat (1) UU Pemilu.

MK menilai permohonan tersebut tidak beralasan menurut hukum. Adapun Pasal 167 Ayat (3) UU Pemilu berbunyi, "pemungutan suara dilaksanakan secara serentak pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional".

Sedangkan Pasal 347 Ayat 1 UU Pemilu menyatakan, "pemungutan suara Pemilu diselenggarakan secara serentak".

Menurut MK, Partai Gelora mempersoalkan frasa "serentak" dan memohon waktu penyelenggaraan Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tidak dilaksanakan pada hari yang sama tetapi pada tahun yang sama.

Namun, MK berpandangan, permohonan itu sama saja mengembalikan model penyelenggaraan Pemilu 2004, 2009, dan 2014 yang telah tegas dinilai dan dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah.

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar