Soal Syarat Capres yang Digugat Yusril Ihza, 2 Hakim MK Beda Pendapat

Jum'at, 08/07/2022 19:54 WIB
Mahkamah Konstitusi (Foto: Detik)

Mahkamah Konstitusi (Foto: Detik)

Jakarta, law-justice.co - Sebanyak dua orang hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan ketidaksetujuan terhadap ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Dua hakim itu adalah Saldi Isra dan Suhartoyo.

Mereka kembali menyatakan sikap atas gugatan Yusril Ihza Mahendra pada putusan nomor 52/PUU-XX/2022 yang dibacakan pada Kamis (7/7).

"Menimbang bahwa tidak berbeda dengan putusan-putusan sebelumnya, berkaitan dengan konstitusionalitas norma Pasal 222 UU 7/2017, 2 (dua) orang Hakim Konstitusi, yaitu Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Hakim Konstitusi Saldi Isra tetap pada pendiriannya sebagaimana pendapat berbeda (dissenting opinion) pada putusan-putusan sebelumnya," bunyi poin 3.17 pertimbangan putusan tersebut.

Keduanya pernah menyatakan ketidaksetujuan terhadap presidential threshold pada sidang putusan 11 Januari 2018.

Suhartoyo menyatakan presidential threshold bertentangan dengan pasal 22E, 27, dan 28 UUD 1945.

"Setiap parpol peserta pemilu semestinya memiliki hak untuk mengajukan atau mengusulkan pasangan capres-cawapres," ucap hakim Suhartoyo pada persidangan 11 Januari 2018.

Sementara itu, Saldi Isra menilai aturan ini tidak adil karena partai-partai baru tidak bisa mencalonkan presiden. Menurutnya, hal itu berdampak kepada pembatasan pilihan rakyat.

"Dengan menghapus ambang batas ini, maka jumlah capres-cawapres pada pemilu 2019 akan lebih beragam daripada pemilu 2014," ujar Saldi ketika itu.

Presidential threshold diatur dalam pasal 222 UU Pemilu. Pasal itu mengatur ambang batas jika partai politik atau gabungan partai politik hendak mengusung calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Parpol atau gabungan parpol hanya bisa mengusung capres-cawapres jika memenuhi syarat minimal 20 persen kursi DPR. Mereka juga bisa mengusung capres dan cawapres jika memenuhi syarat 25 persen suara sah nasional pada pemilu sebelumnya.

Aturan presidential threshold digugat berkali-kali. Namun, MK tak pernah mengabulkan permohonan-permohonan tersebut. Hanya dua dari sembilan orang hakim MK yang menganggap aturan itu bertentangan dengan UUD 1945.

 

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar