CSIS Sebut Jurnalis Target Utama Pasal-pasal Karet di RKUHP

Kamis, 07/07/2022 20:06 WIB
Sejumlah mahasiswa mendatangi Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (28/6) untuk melakukan aksi demontrasi menuntut draf  Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dibuka. Mereka membentangkan spanduk besar menandakan Gedung DPR RI disita hingga ada perbaikan reformasi. Mahasiswa menuntut pemerintah dan DPR untuk membuka draft RKUHP ke publik dan hapus pasal-pasal yang bermasalah. Robinsar Nainggolan

Sejumlah mahasiswa mendatangi Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (28/6) untuk melakukan aksi demontrasi menuntut draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dibuka. Mereka membentangkan spanduk besar menandakan Gedung DPR RI disita hingga ada perbaikan reformasi. Mahasiswa menuntut pemerintah dan DPR untuk membuka draft RKUHP ke publik dan hapus pasal-pasal yang bermasalah. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Centre of Strategic and International Studies (CSIS) menyatakan bahwa media dan jurnalis berpotensi menjadi target utama yang dapat dikriminalisasi menggunakan pasal-pasal karet dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Peneliti CSIS, Edbert Gani mengungkapkan pernyataan itu merujuk pada sejumlah kajian yang menyatakan bahwa jurnalis kerap dilaporkan dengan menggunakan pasal-pasal penghinaan.

Sementara itu, dalam RKUHP baru, pasal penghinaan masih ada. Mulai dari penghinaan terhadap presiden, lembaga negara, agama sampai Contempt of Court.

"Ancaman utama dari kebebasan berpendapat adalah pasal pasal penghinaan. Dalam kajian yang saya dapatkan, media dan rekan rekan jurnalis yang paling mudah menjadi target kriminalisasi pasal-pasal karet," kata Edbert dalam diskusi daring, Kamis (7/7).

Edbert menyebut pasal penghinaan presiden dan wakil presiden (Pasal 218, 219, dan 220) dan pasal penghinaan terhadap pemerintah (Pasal 240) dapat mengancam kebebasan berekspresi.

Selain kedua pengaturan pidana itu, pasal-pasal penghinaan lain juga sama. Seperti, pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara (Pasal 351 dan 352). Lalu, pasal izin keramaian yang di dalamnya mengatur penyelenggaraan unjuk rasa dan demonstrasi (Pasal 256).

Selanjutnya, pasal penyebaran berita bohong (Pasal 263) dan pasal terkait makar (Pasal 191-196).

Menurutnya dengan dimasukkannya pasal-pasal tersebut dalam RKUHP akan membuat tingkat demokrasi di Indonesia semakin mundur.

"Awalnya mungkin kita dalam proses stagnansi. Namun beberapa pengamat nampaknya mencapai kesepakatan atau konsensus bahwa demokrasi di Indonesia berada dalam trayek kemunduran," kata diam

"Dan dalam diskusi yang sedang berlangsung tersebut muncul RKUHP," imbuhnya.

Sebagai informasi, indeks demokrasi Indonesia mengalami kemunduran selama 5 tahun terakhir menurut freedom house. Salah satu aspek yang membuat indeks demokrasi Indonesia merosot signifikan itu adalah kebebasan berpendapat.

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar