Minyak Goreng Mahal dan Langka, Kemendag Kena Cecar MK

Jum'at, 01/07/2022 09:10 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta (Foto: Fajar)

Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta (Foto: Fajar)

Jakarta, law-justice.co - Mahkamah Konstitusi (MK) mencecar pemerintah soal regulasi yang membuat minyak goreng (migor) mahal dan langka. Hal itu disampaikan dalam judicial review UU Perdagangan yang diajukan oleh seorang pedagang pecel lele bernama Hasan Basri.


Pemohon menggugat Pasal 29 Ayat (1) UU Perdagangan. Pasal itu berbunyi:

Pelaku usaha dilarang menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan barang.


"Pemohon itu merasa karena ada sanksi pidana, maka berkaitan dengan pasal yang diujikan Pasal 29 ayat (1), itu multitafsir. Bahasa Jawanya bisa mulur mungkret, tidak menjamin adanya kepastian hukum, bisa menjadi pedang bermata dua, sekaligus melindungi konsumen, melindungi produsen/pedagang, tapi sekaligus juga saya sebut pedang bermata dua, bisa membahayakan dalam pengertian sangat cair, menjadi tidak ada kepastian hukum bagi pedagang atau produsen," kata hakim konstitusi Arief Hidayat sebagaimana dikutip dari website MK, Jumat (1/7/2022).

Arief Hidayat meminta alasan pemerintah, yang diwakili Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk menjelaskan mengapa menolak permohonan pemohon.

"Oleh karena itu, mohon bisa dijelaskan, posisi kalau Pemerintah menjelaskan tadi di Petitumnya supaya ini ditolak, itu sebenarnya posisi konstruksi hukum yang diinginkan oleh Pemerintah itu bagaimana? Bukan pada tataran produk hukum di bawahnya, tapi penjelasan yang menyangkut pasal ini tidak bertentangan dengan konstitusi, itu di mananya?" cecar Arief Hidayat.


Adapun hakim MK Soehartoto meminta penjelasan lebih detail dari pemerintah soal kelangkaan minyak yang mengakibatkan gejolak harga.

"no yang perlu dijelaskan lebih detail barangkali, kelangkaan barang itu seperti apa, Ibu? Kemudian gay harga seperti apa? Danatau hambatan lalu lintas perdagangan barang itu seperti apa? Sehingga ada relevansinya pembatasan itu ataukah tidak ada relevansinya?" tanya Suhartoyo tajam.

Berdasarkan Perpres 71 Tahun 2015, seharusnya barang tetap mengalir, apalagi ada penimbunan.

"no, ini kan ada sesuatu yang harus dijelaskan karena kalau tidak, bisa kemudian tidak match, Ibu," kata Suhartoyo.

Soehartoyo meminta Kemendag menjelaskan peraturan turunan UU Kemendag.

"no, sekarang bagaimana Pasal 107 bisa bekerja kalau sebenarnya itu adalah mengcover pelanggaran Pasal 29 ayat (1)? Kok kemudian seolah-olah menjadi ini mengcover Perpres Pasal 11 atau hal-hal lain yang berkaitan dengan jumlah tertentu dan waktu tertentu yang ada di perpres, yang kemudian sanksinya ada di undang‐undang. Bagaimana dengan harmonisasi normanya sendiri?" tanya Suhartoyo.


Dari berbagai pertanyaan itu, kuasa Kemendag Frida Adiati mengatakan akan menjawab secara tertulis.

"Baik, Yang Mulia majelis hakim Mahkamah Konstitusi. Terima kasih tadi atas pertanyaan‐pertanyaannya. Apabila diperkenankan, kami akan menyampaikan jawaban secara tertulis. Terima kasih, Yang Mulia," kata Frida.

Sebelumnya, Muhammad Hasan Basri yang sehari-hari berjualan ayam goreng/lele goreng, merasa harga migor sudah tidak terjangkau. Padahal, dia harus berjualan untuk bertahan hidup mencari nafkah.

"Pemohon sebagai manusia dan lipga negara sesuai dengan Pasal 28A UUD 1945 berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupan," ucap Muhammad Hasan Basri yang memberikan kuasa kepada Ahmad Irawan.

Muhammad Hasan Basri menolak dalih pemerintah yang menyatakan harga migor mahal karena perang Rusia-Ukraina. Juga dalih harga CPO dunia yang naik. Termasuk kebijakan harga minyak kemasan dan minyak curah.

"Menyatakan Pasal 29 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2014 bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai penyimpanan barang kebutuhan pokok dan atau barang penting dapat disimpan oleh pelaku usaha dalam hal tidak terjadi kelangkaan barang, tidak terjadi gejolak harga dan/atau tidak terdapat hambatan lalu lintas perdagangan," demikian permohonan Muhammad Hasan Basri.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar