Komisi III DPR Buka Peluang Keluarkan Ganja dari Narkotika Golongan I

Kamis, 30/06/2022 22:30 WIB
Ilustrasi Ganja. (Hello Sehat)

Ilustrasi Ganja. (Hello Sehat)

Jakarta, law-justice.co - Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Komisi III DPR RI) menyatakan membuka peluang mengeluarkan ganja dari narkotika golongan I lewat revisi Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Desmond Junaidi Mahesa menyatakan, perubahan kategori ini dilakukan agar ganja bisa digunakan sebagai terapi atau pengobatan medis.

Dia memastikan pihaknya akan mempertimbangkan usulan tersebut selama revisi UU Narkotika baik dari perspektif kesehatan, pengawasan, dan penegakan hukum bersama dengan pemerintah.

"Memang saya setuju golongan ini diturunkan menjadi golongan II, tinggal bagaimana pengendaliannya. Persoalan pengendalian seperti kita perlu melibatkan kepolisian dan BNN," kata Desmond dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi III, Kamis (30/6).

Dia menyatakan bakal meminta masukan banyak pihak untuk mengakomodir regulasi ganja medis.

Dia menyadari bahwa Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sudah tidak begitu relevan dan butuh perubahan.

"Ada hal-hal tidak logis dalam UU lama, karenanya kita perbarui," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP, I Wayan Sudirta juga menyampaikan hal yang serupa.

Dia mendorong ganja dikeluarkan dari narkotika golongan I dan disesuaikan dengan mekanisme yang mengizinkan ganja untuk terapi penyakit tertentu.

Sudirta pun meminta publik berdoa dan mendukung agar Mahkamah Konstitusi (MK) segera memutuskan uji materi UU Narkotika yang sebelumnya diajukan oleh para orang tua yang memiliki anak dengan gangguan kesehatan tertentu yang membutuhkan akses pengobatan ganja medis.

"Jadi penyalahgunaan yang kita proses bukan penggunaan medisnya yang kita halangi," ujarnya.

Usai rapat, Desmond mengatakan pihaknya telah menyerap aspirasi tentang usulan mengeluarkan ganjar dari narkotika golongan I. Dia pun membuka peluang ganja masuk dalam narkotika golongan II atau III.

"Jadi pertemuan hari ini adalah menyerap aspirasi tentang kemungkinan ke depan UU Narkotika akan kita keluarkan penggolongan ganja dari golongan I ke II atau III agar bisa diakses masyarakat yang membutuhkan," katanya.

Dalam Pasal 6 UU Nomor 35 Tahun 2009, ganja termasuk narkotika yang masuk dalam kategori golongan I. Dalam Pasal 8 kemudian dijelaskan, narkotika golongan I dilarang dipakai untuk kepentingan pelayanan kesehatan.

Namun, dengan jumlah terbatas narkotika golongan I dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Adapun wacana legalisasi ganja untuk kebutuhan medis kembali menjadi sorotan usai seorang ibu asal Sleman, DI Yogyakarta, Santi Warastuti menggelar aksi saat car free day (CFD) di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Minggu (26/6) lalu.

Bersama anaknya yang duduk di kursi roda, Santi mengingatkan ke publik bahwa dirinya telah 2 tahun lebih menunggu MK mengadili uji materi UU Narkotika.

Dia mendorong legalisasi ganja untuk pengobatan sang anak yang menderita kelainan otak.

Gugatan yang dilayangkan Santi teregistrasi dalam nomor perkara 106/PUU-XVIII/2020. Saat ini permohonan tersebut tinggal menunggu putusan hakim konstitusi untuk dibacakan.

Sejumlah pihak pun terbuka terhadap wacana legalisasi ganja untuk medis. Majelis Ulama Indonesia (MUI) hingga PBNU ikut membahas peluang ganja untuk pengobatan penyakit tertentu.

Sejauh ini hanya Badan Narkotika Nasional (BNN) yang meragukan kajian pemanfaatan ganja untuk kebutuhan medis.

Koordinator Tim Ahli Narkotika BNN Komjen Polisi Ahwil Luthan menyebut ganja di Indonesia memiliki zat tetrahydrocannabinol (THC) yang tinggi yakni 18 persen sehingga tidak bisa digunakan untuk peruntukan medis.

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar