Dibayangi Hantu Resesi Global, ini Desain APBN 2023 Sri Mulyani

Selasa, 28/06/2022 07:35 WIB
Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani. (Foto: istimewa)

Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani. (Foto: istimewa)

Jakarta, law-justice.co - Pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEMPPKF) 2023. Ini akan menjadi rancangan awal dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023.


Ekonomi melanjutkan tren pemulihan pasca pandemi covid-19. Bahkan diasumsikan pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5,3-5,9% dalam setahun, padahal diketahui ekonomi global melemah dan banyak negara kini berada di jurang krisis.

Ada beberapa hal yang mengancam perekonomian. Antara lain lonjakan inflasi akibat perang Rusia dan Ukraina, percepatan normalisasi kebijakan moneter negara maju seperti Amerika Serikat (AS)

"Kondisi ini memperburuk prospek pemulihan ekonomi global dan berpotensi menciptakan stagflasi," kata Anggota Banggar Eko Hendro Purnomo membacakan hasil kesepakatan.

Modal perekonomian Indonesia tahun depan adalah pulihnya permintaan domestik, masih kuatnya kinerja ekspor.

Secara rinci, asumsi dasar ekonomi makro dalam RAPBN 2023 yang disepakati pemerintah dan Banggar DPR meliputi:

  • Pertumbuhan ekonomi di rentang 5,3% yoy hingga 5,9% yoy
  • Inflasi di kisaran 2,0% yoy hingga 4,0% yoy
  • Nilai tukar rupiah di kisaran Rp 14.300 per dolar AS hingga Rp 14.800 per dolar AS
  • Tingkat bunga SUN 10 tahun di kisaran 7,34% hingga 9,16%
  • Harga minyak mentah Indonesia di kisaran US$ 90 per barel hingga US$ 110 per barel
  • Lifting minyak bumi di kisaran 660 ribu barel per hari hingga 680 ribu barel per hari
  • Lifting gas bumi di kisaran 1.050 hingga 1.150 ribu barel setara minyak per hari


Target Pembangunan

  • Tingkat Kemiskinan 7,5-8,5%
  • Tingkat Pengangguran Terbuka 5,3-6%
  • Rasio Gini 0,375-0,378
  • Indeks Pembangunan Manusia 73,31-73,49
  • Nilai Tukar Petani 105-107
  • Nilai Tukar Nelayan 107-108


"Pembangunan ekonomi ditujukan untuk penciptaan lapangan kerja untuk menyerap angkatan kerja baru sekaligus pekerja yang sebelumnya terdampak pandemi."

Sementara itu, postur makro fiskal 2023 akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Di antaranya dinamika perekonomian terkini dan prospek perekonomian ke depan dan perkembangan penanganan pandemi Covid-19 yang cukup baik dan tren pemulihan ekonomi nasional yang semakin menguat.

Selanjutnya tantangan peningkatan risiko perekonomian global yang meningkat akibat adanya normalisasi kebijakan moneter dan konflik geopolitik Rusia-Ukraina dan arah dan strategi kebijakan yang ditempuh Pemerintah untuk mendorong transformasi ekonomi.

Berikut postur makro fiskal 2023 (PDB):

  • Pendapatan negara 11,19%-12,24%
  • Perpajakan 9,30-10%
  • PNBP 1,88-2,22%
  • Hibah 0,01-0,02%
  • Belanja Negara 13,80-15,10%
  • Belanja pusat 9,85-10,90%
  • Transfer ke daerah 3,95-4,20%
  • Defisit keseimbangan primer 0,46-0,61%
  • Defisit anggaran 2,61-2,85%
  • Pembiayaan SBN Netto 2,93-3,95%
  • Rasio utang 40,58-42,35%

Rendahnya defisit menunjukkan tambahan utang yang dilakukan pemerintah tidak akan sebesar dua tahun terakhir.

Menteri Keuangan Sri Mulyani pada kesempatan yang sama mengatakan, dengan dinamika yang begitu masih tinggi secara global, meski asumsi ekonomi makro dalam RAPBN 2023 telah disetujui Banggar DPR, pemerintah sangat terbuka jika harus berubah.

"Jangan sampai karena kami terikat ke asumsi situasi bergerak sangat cepat dan kami terikat sampai taun depan, jika itu pun berubah nanti kami sampaikan di Nota keuangan akan kami bahas lagi dan masih akan dibahas lagi dalam RAPBN," jelas Sri Mulyani.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar