Jaksa Agung Tegaskan Kasus Emisyah Satar Beda dengan di KPK

Senin, 27/06/2022 15:17 WIB
Jaksa Agung ST Burhanuddin (Dok. Kejagung)

Jaksa Agung ST Burhanuddin (Dok. Kejagung)

Jakarta, law-justice.co - Kasus yang menjerat mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar di Kejaksaan Agung (Kejagung) berbeda dengan yang pernah ditangani KPK. Jaksa Agung ST Burhanuddin menegaskan kasus Garuda Indonesia yang ditangani KPK hanya sebatas mengenai suap.

"Jadi untuk kasus ES ini tentunya adalah dalam rangka zaman direksi dia, ini kan terjadinya pada waktu itu, ini pertanggungan jawab atas pelaksanaan kerja selama dia menjabat sebagai direktur karena yang di KPK adalah sebatas mengenai suap," kata Burhanuddin dalam jumpa pers di Gedung Menara Kartika Kejagung, Jaksel, Senin (27/6/2022).

Burhanuddin menerangkan kasus Garuda Indonesia yang ditangani Kejagung saat ini berkaitan dengan pengadaan dan kontrak-kontrak yang terjadi pada zaman kepemimpinan Emirsyah Satar. Burhanuddin memastikan tidak ada asas ne bis in idem dalam kasus yang ditangani Kejagung dan KPK.

"Ini mulai dari pengadaannya dan tentunya tentang kontrak-kontrak yang ada, itu yang minta pertanggung jawab, yang pasti bukan ni bes in idem," kata Burhanuddin.

Sebelumnya, Kejagung menetapkan Emirsyah Satar dan Mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedardjo sebagai tersangka anyar kasus dugaan korupsi penyewaan pesawat ATR 72-600 di PT Garuda Indonesia.

"Kami juga menetapkan tersangka baru sejak Senin 27 Juni 2022, kami menetapkan dua tersangka baru yaitu ES selaku Direktur Utama PT Garuda. Kedua adalah SS selaku Direktur PT Mugi Rekso Abadi," kata Burhanuddin..

Diketahui Emirsyah saat ini masih menghuni Lapas Sukamiskin terkait perkara korupsi yang diusut KPK dengan hukuman 8 tahun penjara.

Dalam perkara KPK, Emirsyah saat itu didakwa menerima suap yang jumlahnya sekitar RP 46 miliar dari Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo.

Emirsyah menerima suap secara bertahap, dengan rincian;

- Rp 5.859.794.797
- USD 884.200 (atau sekitar Rp 12,3 miliar)
- EUR 1.020.975 (atau sekitar Rp 15,9 miliar)
- SGD 1.189.208 (atau sekitar Rp 12,3 miliar)

Sumber uang itu berasal dari Airbus S.A.S, Rolls-Royce PLC, Avions de Transport Regional (ATR), dan Bombardier Inc. Untuk pemberian dari Airbus, Rolls-Royce, dan ATR mengalir melalui Connaught International Pte Ltd dan PT Ardhyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedarjo, sedangkan dari Bombardier disebut melalui Hollingsworld Management International Ltd Hong Kong dan Summerville Pacific Inc.

Soetikno Soedarjo juga turut diadili dalam kasus ini. Selain Emirsyah dan Soetikno, Direktur Teknik PT Garuda Indonesia, Hadinoto Soedigno juga ikut terjerat dalam kasus ini karena ikut menerima suap.

Selain didakwa menerima suap, Emirsyah dan Soetikno juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Emirsyah menerima suap dari Soetikno kemudian mentransfer uang itu ke sejumlah rekening atas nama orang lain dan menitipkan uang itu ke orang lain di rekening bank luar negeri.

Emirsyah juga membeli sejumlah aset di Australia dan di beberapa tempat. Kemudian dia juga membeli sejumlah kendaraan mewah.

Terkait kasus ini, baik Emirsyah dan Soetikno sudah divonis. Di pengadilan tingkat pertama, Emirsyah diadili 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan. Dia juga diwajibkan membayar uang pengganti senilai SGD 2,1 juta. Sedangkan, Soetikno Soedarjo divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan.

Emirsyah dan Soetikno sama-sama melawan putusan hakim itu. Namun, di tingkat kasasi permohonan mereka ditolak

Alhasil, Emirsyah tetap divonis 8 tahun penjara. Soetikno juga tetap divonis 6 tahun penjara.

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar