Tanda-tanda Resesi Makin Dekat, Mata Uang Eropa Keok dari Dolar AS

Jum'at, 24/06/2022 06:35 WIB
Seorang pria menghitung lembaran uang euro dan dolar AS. (Bloomberg)

Seorang pria menghitung lembaran uang euro dan dolar AS. (Bloomberg)

Jakarta, law-justice.co - Mata uang poundsterling dan euro melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menyusul kian terkonfirmasinya gejala resesi di data-data perekonomian Eropa.


Euro melemah terhadap dolar AS, menjadi 1,0499 per dolar AS, sementara Poundsterling melemah menjadi 1,2204. Hal ini berbeda dari pasar saham global yang sedikit menguat setelah koreksi besar-besaran sepanjang pekan ini di tengah kian melemahnya harga minyak dunia.

Harga minyak mentah jenis Brent dan West Texas Intermediate (WTI) anjlok beberapa pekan terakhir, sekalipun sanksi atas ekspor minyak mentah Rusia masih dijalankan dan China kian lepas dari karantina wilayah (lockdown).


Kondisi mata uang utama Eropa dinilai sebagai indikator yang lebih jelas. ketimbang bursa saham, dalam menunjukkan tingkat kesehatan ekonomi sebuah negara dibandingkan dengan pasar saham yang berisikan banyak perusahaan multinasional.

"Ekonomi global terus terimbas oleh tekanan parah di sisi suplai, yang mendorong inflasi meninggi dan menekan pertumbuhan ekonomi," tutur analis Citi Nathan Sheets, seperti dikutip AFP, ketika menyebutkan peluang terjadinya resesi global adalah 50%.

Pertumbuhan ekonomi di zona Euro kian tertekan pada Juni, menurut hasil survei, di tengah terpaan kenaikan harga komoditas utama dunia yang mengaburkan prospek pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19.

Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers` Index/PMI) versi S&P Global di kawasan Benua Biru per Juni tertekan ke angka 51,9 dibandingkan dengan posisi sebelumnya di level 54,8 per Mei.

Angka di atas masih 50 mengindikasikan pertumbuhan. Namun, data tersebut menunjukkan bahwa aktivitas sektor swasta di Inggris kini berada di level terendahnya dalam lebih dari 1 tahun terakhir akibat inflasi yang terkerek.

Peluang resesi tersebut juga diperparah oleh tren kenaikan suku bunga acuan di banyak negara untuk memerangi inflasi.

Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell pada Rabu telah menyatakan bahwa resesi "bisa dipastikan mungkin terjadi " sementara inflasi telah jelas-jelas mengejutkan dengan kenaikan drastis beberapa tahun terakhir dan masih terbuka untuk kenaikan lanjutan.

Bank sentral AS tersebut telah menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin (bp) dan diperkirakan mengulanginya pada Juli depan. Akibatnya, menurut Direktur Utama Deutsche Bank Christian Sewing, ada peluang sebesar 50% bahwa kontraksi terjadi tahun depan.

Elon Musk, bos JP Morgan Jamie Dimon dan ekonom Nouriel "Dr Doom" Roubini telah memberikan proyeksi serupa, di mana prospek ekonomi global masih akan terseret oleh gonjang-ganjing energi di tengah permintaan yang lambat.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar