Saat Hakim Mahkamah Konstitusi Terbelah Soal Ketua MK Harus Mundur
Gedung Mahkamah Konstitusi (Detik)
Jakarta, law-justice.co - Rapat Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Anwar Usman harus mundur dari kursi Ketua MK dan Aswanto dari kursi Wakil Ketua MK. Namun putusan hakim MK itu tidak bulat karena ternyata suara hakim konstitusi dalam putusan tersebut terbelah.
Putusan itu atas sejumlah permohonan judicial review UU MK terbaru. Isu besar dalam perubahan UU MK yang baru adalah: UU lama; periode hakim konstitusi per lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali periode. Di UU baru: periode hakim konstitusi selama 15 tahun atau pensiun di usia 70 tahun.
Suara hakim MK terbelah dalam putusan terkait gugatan perpanjangan masa jabatan hakim konstitusi menjadi 1 tahun atau pensiun di usia 70 tahun dan mundurnya ketua dan wakil ketua MK.Dua isu krusial yang paling penting adalah:1. Ketua dan Wakil Ketua MK otomatis meneruskan jabatannya, yaitu Anwar Usman dan Aswanto (Pasal 87a).
2. Perpanjangan masa jabatan otomatis berlaku bagi hakim konstitusi yang duduk saat ini (Pasal 87b).Saat hakim konstitusi, dalam mengadili dirinya sendiri itu, MK ternyata terbelah. Berikut realita perpecahan hakim MK yang dirangkum media;
Putusan Nomor 100
MK memutuskan menolak uji formil UU MK dan tidak menerima uji materiil UU MK. Putusan ini tidak bulat. Menurut hakim Wahiduddin Adams, pembentukan UU MK sudah benar, tetapi alasan menolaknya berbeda dengan suara mayoritas hakim konstitusi (concurring opinion).
Perpanjangan langsung oleh UU a quo pada masa jabatan Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi telah menegasikan peran dan wewenang hakim konstitusi dalam pemilihan Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi. Dengan begitu, Ketua/Wakil Ketua yang masa jabatannya berakhir setelah adanya UU a quo, dapat melanjutkan masa jabatannya sebagai Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi sepanjang telah dilakukan pemilihan dari dan oleh hakim konstitusi.
Adapun soal pasal perpanjangan masa jabatan hakim konstitusi apakah otomatis atau tidak, Arief Hidayat dan Manahan MP Sitompul menyatakan harus dinyatakan inkonstitusional bersyarat, yaitu:Hakim konstitusi yang sedang menjabat pada saat undang-undang ini diundangkan dianggap memenuhi syarat menurut undang-undang ini dan mengakhiri masa tugasnya sampai usia 70 (tujuh puluh) tahun selama keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 (lima belas) tahun setelah mendapatkan konfirmasi dari lembaga pengusul, yakni Mahkamah Agung atau Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden.Sedang menurut Hakim konstitusi Wahiduddin Adams secara tegas menyatakan hakim konstitusi yang ada saat ini harus tunduk pada aturan lama, yaitu hanya menjabat selama 5 tahun. Aturan periode 15 tahun atau pensiun di usia 70 tahun hanya berlaku untuk hakim konstitusi yang akan datang."Saya anggap terasa tampak dibuat secara tergesa-gesa dan sangat tidak cermat sejak awalnya dan secara esensial dapat dinilai cukup beralasan sebagai lebih berorientasi untuk memberi `keuntungan (privilese)` bagi sebagian besar hakim konstitusi yang ada saat ini, alih-alih seaedar `tidak dirugikan` sebagaimana salah satu tujuan dan prinsip dasar dari suatu materi ketentuan peralihan dalam peraturan perundang-undangan," tegas Wahiduddin Adams."Dalam hal ini, saya sependapat dengan pertimbangan putusan a quo bahwa diperlukan tindakan hukum berupa konfirmasi kepada lembaga yang mengajukan hakim konstitusi yang saat ini sedang menjabat. Sebagaimana ditegaskan lebih lanjut dalam putusan a quo, konfirmasi dimaksud mengandung arti bahwa hakim konstitusi melalui Mahkamah Konstitusi menyampaikan pemberitahuan ihwal melanjutkan masa jabatannya yang tidak lagi mengenal adanya periodisasi kepada lembaga pengusul (DPR, Presiden, dan Mahkamah Agung)," tambah Saldi Isra.Hakim Suhartoyo menilai Anwar Usman tidak perlu mundur dari jabatannya karena Pasal 87 huruf a UU 7/2020 sudah benar. "Pasal 87b saya menyatakan sependapat pada bagian amar putusannya, namun pada alasan-alasan pertimbangan hukumnya memiliki pendapat yang berbeda (concurring opinion)," ungkap Suhartoyo.Hakim konstitusi Daniel setuju Anwar Usman mundur. Tapi ia memberikan rumusan sendiri dalam Pasal 87 huruf a UU 7/2020 sepanjang tidak dimaknai masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi yang dipilih berdasarkan Pasal 4 ayat (3) UU 8/2011 tetap menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatannya berakhir yang secara akumulasi tidak lebih dari 5 tahun.Sebagai pihak yang paling berkepentingan dengan Pasal 87a, Anwar Usman berkukuh dirinya tidak perlu mundur. Jabatannya otomatis diperpanjang untuk lima tahun ke depan."Hakim konstitusi yang saat ini menjabat Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi tetap menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi sampai dengan terpilihnya Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi yang baru oleh sembilan hakim konstitusi, yang telah memenuhi syarat sebagai hakim konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2) huruf d juncto Pasal 23 ayat (1) huruf c UU No 7/2020," tegas Anwar Usman.Putusan Nomor 90:
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji formil dan tidak menerima uji materiil. Namun lagi-lagi terpecah. Hakim Wahiduddin Adams mengatakan secara formil, harusnya pemohon punya legal standing dan secara materiil agar Pasal 87b harus dibatalkan.
Artinya, menyatakan norma a quo `bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat`, justru dapat berakibat terjadinya kekosongan hukum (rechtsvacuum) dan ketidakpastian hukum. Dengan demikian, permohonan Pemohon sepanjang Pasal 87 huruf b UU 7/2020 adalah tidak beralasan menurut hukum," lanjut Saldi Isra.
Komentar