Diduga Berebut Klien, Ketua Organisasi Advokat Ini Digugat-Dipolisikan

Rabu, 22/06/2022 17:28 WIB
Ilustrasi palu pengadilan (netral)

Ilustrasi palu pengadilan (netral)

Jakarta, law-justice.co - Ketua Kongres Advokat Indonesia (KAI), Erman Umar digugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (8/6).

Gugatan tersebut tecatat dengan nomor perkara 306/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.

Dikutip dalam laman SIPP PN Jakpus, penggugat ialah mantan rekan sesama advokat Erman, Henri Kusuma.

Henri menggugat Erman bersama tiga advokat lainnya yakni Zeesha Fatma Defaga, Prasetyo dan Guffi Andriyan yang diduga melakukan perbuatan melawan hukum terkait penanganan seorang klien.

Henri menggugat Erman Umar sebesar Rp 10 miliar dan uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 1 juta setiap harinya apabila lalai memenuhi putusan.

Sidang perdana atas gugatan ini sudah digelar di PN Pusat pada Selasa (21/6).

Dalam materi gugatan, kuasa hukum Henri, Abdurahman menyebut bahwa Erman Umar dan timnya dianggap melakukan penghasutan kepada seorang klien.

Akibatnya klien dimaksud mencabut kuasa kepada Henri.

Untuk diketahui, Henri pernah menangani perkara bersama Erman Umar dan timnya pada tahun 2021 lalu.

Ketika menangani perkara, Erman Umar dan tim dianggap menjerumuskan penggugat dengan menghasut klien, sehingga berdampak pencabutan surat kuasa kepada penggugat oleh klien.

Dalam materi gugatan, dinyatakan bahwa Erman Umar telah menerima uang sejumlah Rp 900 juta dari penggugat.

Namun nyatanya tergugat tidak menjalankan kuasa, mendiamkan perkara dan tidak menjalankan jasa hukum yang telah disepakati.

Bahkan ketiga advokat lainnya yang masuk dalam tim Erman Umar, dianggap hanya menikmati uang yang telah dibayarkan oleh pihak penggugat, dan justru memiliki niat buruk untuk mengambil alih perkara dan membiarkan penggugat gagal dalam penanganan perkaranya.

Menurut Abdurahman, setelah menerima sejumlah uang, para tergugat, yakni Erman Umar dan timnya tidak menjalankan kuasa, mendiamkan perkara, menghasut klien, bahkan mengganggu langkah hukum yang tengah dijalankan.

"Hal ini yang menyebabkan kliennya Henri mengirimkan surat pencabutan kuasa kepada dirinya," kata Abdurahman dalam pernyataan tertulis, Selasa (21/6).

Hal lain yang diungkap penasihat hukum Henri di dalam persidangan adalah adanya pengakuan dari tergugat Prasetyo kepada Henri sebagai anggota Badan Intelejen Negara (BIN).

Tergugat Prasetyo, lanjut Henri, mengaku mengenal banyak "teman" di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang disebut dapat membantu untuk memahami alur kasus yang tengah ditangani.

Namun, menurut Henri yang dijanjikan hanya omong kosong belaka.

Abdurahman mengatakan kliennya mengungkapkan bahwa Prasetyo telah melakukan intimidasi kepada dirinya dengan mengirim orang tidak dikenal ke lingkungan rumah dan juga membuntuti penggungat.

"Hal ini dilakukan dengan tujuan menjatuhkan mental penggugat," kata Abdurahman.

Tak hanya gugatan PMH, Henri juga melaporkan tim Erman Umar, yakni Zeesha Fatma Defaga ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan.

Dalam Laporan Polisi Nomor: LP/B/1766/IV/2022/SPKT/POLDA, Zeesha Fatma dituduh melanggar Pasal 372 KUHP karena telah menipu Henri.

"Bahwa para tergugat tanpa dosa meninggalkan klien padahal sudah menerima Rp 900 juta (dari Henri). Bahwa selain itu, penggugat telah melakukan pembayaran kembali sebesar Rp 360 juta dan ditambah lagi pembayaran Rp 1 miliar, dari klien," kata Abdurahman.

Dengan fakta tersebut, menurut penggugat, tim Erman Umar sudah membuat gaduh. Saat ini perkara tersebut masih berlanjut di PN Jakarta Pusat.

Saat dikonfirmasi, Erman menyampaikan dirinya belum hadir dalam sidang perdana gugatan tersebut.

Erman mengakui dirinya pernah menangani klien yang dimaksud oleh Henri, namun setelah klien mencabut kuasanya terhadap Henri. Menurutnya gugatan PMH tersebut salah sasaran.

“Memang Abang pernah dampingin klien itu, tapi Abang masuk setelah klien mencabut kuasa ke Henri. Setelah dicabut baru Abang bela (klien). Dan kalau dibaca di berkas gugatan, tuntutan ke Abang itu apa. KAI juga digugat apa hubungannya, memang sebagai turut tergugat tapia pa hubungannya, selama ini kita menjaga etika,” kata Erman seperti melansir Hukumonline, Selasa (21/6).

Erman menjelaskan bahwa sebelumnya Henri pernah melakukan kerja sama penanganan klien dimaksud bersama Zeesha (anak) dan Guffi.

Sementara dirinya tak pernah menangani perkara klien secara bersama-sama dengan Henri.

Sebelum gugatan dilayangkan, Erman menyebut tak ada komunikasi dan dirinya tak pernah bertemu secara tatap muka dengan penggugat, hanya sebatas berbalas pesan di Whatsapp.

Selain itu Erman juga mempertanyakan alasan Henri melayangkan gugatan ke PN Pusat. Padahal advokat sendiri punya wadah penyelesaian sengketa kode etik di Dewan Kehormatan Pusat.

“Mengapa tidak ajukan ke Dewan Kehormatan dahulu sebelum gugatan,” ungkap Erman.

Untuk langkah ke depannya, Erman berencana akan menghadiri sidang lanjutan. Erman berharap persoalan sekaligus bisa menjadi pembelajaran bagi advokat-advokat muda.

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar