JK Prediksi Kekuatan Partai Menengah Bakal Tentukan Capres 2024

Jum'at, 17/06/2022 11:40 WIB
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (Foto: Akurat.co)

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (Foto: Akurat.co)

Jakarta, law-justice.co - Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyatakan partai kelas menengah saat ini akan menjadi penentu poros koalisi dalam pencalonan presiden atau capres jelang Pilpres 2024.


Elite senior Partai Golkar ini menyebut tak mudah mencari pasangan antar partai dan tokoh politik. Setidaknya, ada tiga faktor yang menentukan capres yaitu elektabilitas tokoh, partai pengusung, dan pasangan keduanya.

Di luar itu, ada peraturan presidential treshold (PT) atau ambang batas presiden sebesar 20 persen yang menjadi pengikat syarat pencalonan.


"[Sebab] partai-partai yang katakanlah menengah ke atas itu memenuhi syarat, tetapi calon yang diajukan elektabilitas rendah. [Sementara] yang punya elektabilitas tinggi tapi tidak ada partainya," ujar Jusuf Kalla dalam Seminar Kebangsaan Partai NasDem di Hotel Sultan, Senayan, Jakarta Pusat, dikutip Jumat (17/6/2022)

Hal itu dinilai JK dapat membuat partai-partai menengah memiliki peranan signifikan dibanding partai besar.

"Walaupun dia partai mendekati elektoral 20 persen, dia butuh sistem pasangan yang cukup [tinggi elektabilitasnya], dan suatu partai yang bisa mencukupi lagi," ucap JK.

"Akan menentukan siapa yang menjadi calon justru bukan partai besar tapi partai menengah," tegasnya.

JK menyebut 2022 merupakan tahun romantis dalam politik Indonesia. Dia menepis anggapan politik elektoral tahun ini akan memanas, sebab justru berbagai aktor sedang mencari jodoh.

"Jadi kalau saya katakan ini tahun romantis, tahun 2023 pemantapan, dan 2024 ini memilih," sambungnya.


Pasal 222 UU Pemilu telah mensyaratkan pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Dengan ketentuan tersebut, pasangan capres dan cawapres harus diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik jika hendak maju ke ajang Pilpres.

Pilpres 2004, 2009, dan 2014 menetapkan presidential threshold dengan merujuk pada perolehan jumlah kursi DPR atau suara sah nasional partai dari hasil Pemilu Legislatif (Pileg) yang dilaksanakan beberapa bulan sebelum pilpres.

Pada Pilpres 2019, ambang batas yang digunakan adalah perolehan jumlah kursi DPR atau suara sah nasional partai dari Pileg periode sebelumnya atau 2014. Hal itu diterapkan lantaran Pilpres dan Pileg 2019 dilaksanakan serentak April 2019.

Pilpres 2024 akan digelar serentak dengan pileg pada 14 Februari 2024. Dengan demikian ambang batas pencalonan di Pilpres 2024 akan merujuk pada perolehan jumlah kursi DPR atau suara sah nasional partai pada Pileg 2019.

Dengan syarat tersebut, hanya PDIP yang saat ini tercatat memiliki tiket emas mencalonkan presiden tanpa harus melibatkan koalisi dengan partai lain.

Hal ini lantaran PDIP menduduki lebih dari 20 persen kursi di DPR. 20 persen dari 575 kursi DPR adalah 115 kursi. Sementara PDIP saat ini tercatat mendapat 128 kursi di DPR.

Berikut daftar perolehan suara dan kursi DPR partai politik saat ini

PDI-P: 128 kursi > perolehan suara: 27.503.961 (19,33 persen)
Golkar: 85 kursi > perolehan suara: 17.229.789 (12,31 persen)
Gerindra: 78 kursi > perolehan suara: 17.596.839 (12,57 persen)
Nasdem: 59 kursi > perolehan suara: 12.661.792 (9,05 persen)
PKB: 58 kursi > perolehan suara: 13.570.970 (9,69 persen)
Demokrat: 54 kursi > perolehan suara: 10.876.057 (7,77 persen)
PKS: 50 kursi > perolehan suara: 11.493.663 (8,21 persen)
PAN: 44 kursi > perolehan suara: 9.572.623 (6,84 persen)
PPP: 19 kursi > perolehan suara: 6.323.147 (4,52 persen)

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar