Mantan Suami Tak Menafkahi Anak Pasca Perceraian, Apa Hukumannya?

Jum'at, 17/06/2022 12:00 WIB
Ilustrasi Perceraian. (Media Indonesia).

Ilustrasi Perceraian. (Media Indonesia).

Jakarta, law-justice.co - Seorang suami bercerai dengan istrinya dan meninggalkan anak-anak kandungnya yang masih kecil. Setelah bercerai, siapa yang wajib menafkahi anak-anak tersebut?

Kewajiban mantan suami (atau orang tua) memberi nafkah pasca perceraian merupakan salah satu akibat perceraian yang pengaturannya dapat kita lihat dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”), yakni:


Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:

  • Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, sematamata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya;
  • Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;
  • Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri

Ini berarti, apabila hakim memutuskan bahwa setelah ada perceraian mantan suamilah yang wajib untuk memberikan nafkah atau biaya penghidupan, maka hal tersebut wajib dilaksanakan oleh mantan suami.

Penjelasan selengkapnya mengenai kewajiban suami memberikan nafkah pasca bercerai, Anda dapat simak ulasannya dalam artikel Bolehkah Tidak Menafkahi Mantan Istri Pasca Bercerai?.

Bahkan sebagai orang tua dari anak-anak, mantan suami Anda juga berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:

  1. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak;
  2. menumbuhkembangkan Anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;
  3. mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak; dan
  4. memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada Anak.


Karena, pada dasarnya anak tetap berhak memperoleh nafkah meskipun orang tua sudah bercerai sebagaimana diatur pada Pasal 14 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 35/2014”).

Pasal 14 UU 35/2014

  1. Setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi Anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
  2. Dalam hal terjadi pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anak tetap berhak:
  3. Bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan kedua Orang Tuanya;
  4. Mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan untuk proses tumbuh kembang dari kedua Orang Tuanya sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;
  5. Memperoleh pembiayaan hidup dari kedua Orang Tuanya; dan
  6. Memperoleh Hak Anak lainnya.


Penjelasan Pasal 14 ayat (1) UU 35/2014 adalah sebagai berikut:

Yang dimaksud dengan “pemisahan” antara lain pemisahan akibat perceraian dan situasi lainnya dengan tidak menghilangkan hubungan Anak dengan kedua Orang Tuanya, seperti Anak yang ditinggal Orang Tuanya ke luar negeri untuk bekerja, Anak yang Orang Tuanya ditahan atau dipenjara.

Berdasarkan hal tersebut, kita ketahui bahwa meskipun orang tua sudah bercerai, anak memiliki hak untuk tetap dapat memperoleh nafkah dari orang tuanya. Dalam kasus ini memang benar bahwa mantan suami Anda telah melaksanakan kewajibannya dan bertanggung jawab terhadap anak Anda sesuai Pasal 26 ayat (1) UU 35/2014, yang salah satunya mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak dengan cara memberi nafkah.


Namun mantan suami Anda tidak melaksanakan kewajiban tersebut dengan sepenuhnya, karena ia tidak tidak menfkahi anak sesuai dengan putusan pengadilan. Untuk itu mantan suami Anda wajib memberikan nafkah atas apa yang telah ditentukan oleh majelis hakim melalui putusan pengadilan karena hal tersebut adalah hak dari anak-anak Anda yang diatur pada Pasal 14 ayat (2) huruf c UU 35/2014.

Jika Mantan Suami Tidak Menafkahi Sesuai Putusan Hakim?


Apabila pengadilan telah mewajibkan mantan suami untuk menafkahi anak-anaknya namun ia menolaknya atau tetap menafkahi tetapi tidak sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh hakim pada putusan pengadilan, sehingga nafkah yang diberikan tidak menutupi kebutuhan si anak, maka hal itu dapat dikatakan sebagai bentuk ketidakpatuhan atas putusan pengadilan. Berikut adalah upaya hukum yang dapat dilakukan:

Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (“UU 7/1989”) sebagaimana yang terakhir kali diubah oleh Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama mengatur bahwa hukum acara yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-undang ini.

Karena Undang-Undang Peradilan Agama tidak mengatur secara khusus mengenai upaya hukum terhadap pihak yang tidak melaksanakan putusan, maka dalam hal ini berlaku Herzien Inlandsch Reglement (“HIR“) Perlu dipahami bahwa berarti upaya yang dimaksud dalam HIR berlaku untuk perceraian melalui Pengadilan Negeri, maupun melalui Pengadilan Agama.

Jika seseorang tidak mematuhi putusan pengadilan maka terkait hal ini Pasal 196 HIR menyebutkan bahwa:

Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi keputusan itu dengan damai, maka pihak yang menang memasukkan permintaan, baik dengan lisan, maupun dengan surat, kepada ketua pengadilan negeri yang tersebut pada ayat pertama pasal 195, buat menjalankan keputusan itu Ketua menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan, supaya ia memenuhi keputusan itu di dalam tempo yang ditentukan oleh ketua, yang selama-lamanya delapan hari.

Jadi berdasarkan hal tersebut, Anda berarti dapat mengajukan permintaan kepada Ketua Pengadilan Negeri/ Ketua Pengadilan Agama tergantung hukum apa yang Anda gunakan saat bercerai, jika secara Islam dapat diajukan melalui Pengadilan Agama, dan selain Islam dapat diajukan melalui Pengadilan Negeri. Hal tersebut agar Ketua Pengadilan Negeri/ Ketua Pengadilan Agama memanggil dan memperingatkan mantan suami agar memenuhi nafkah sesuai Putusan Perceraian paling lambat 8 (delapan) hari setelah diberi dipanggil atau diperingatkan.

Selanjutnya Pasal 197 HIR alinea ke-1 menyebutkan :

Jika sudah lewat tempo yang ditentukan itu, dan yang dikalahkan belum juga memenuhi keputusan itu, atau ia jika dipanggil dengan patut, tidak datang menghadap, maka ketua oleh karena jabatannya memberi perintah dengan surat, supaya disita sekalian banyak barang-barang yang tidak tetap dan jika tidak ada, atau ternyata tidak cukup sekian banyak barang tetap kepunyaan orang yang dikalahkan itu sampai dirasa cukup akan pengganti jumlah uang yang tersebut di dalam keputusan itu dan ditambah pula dengan semua biaya untuk menjalankan keputusan itu.

Pasal 197 alinea ke-2 HIR :


Penyitaan dijalankan oleh panitera pengadilan negeri.

Dari penjelasan di atas, berarti jika mantan suami Anda setelah 8 hari sejak diperingatkan oleh Ketua Pengadilan Negeri/ Ketua Pengadilan Agama atau jika dipanggil dengan patut tidak masih mengabaikan putusan perceraian yang mewajibkannya membayar nafkah dengan nominal yang sudah ditentukan, maka demi hukum Ketua Pengadilan dapat memberikan perintah dengan surat agar menyita benda bergerak dan benda tidak bergerak kepunyaan mantan suami Anda sampai dirasa cukup sebagai pengganti jumlah uang nafkah yang dimaksudkan. Perlu dicatat hal ini dihitung sejak mantan suami Anda tidak memberikan nafkah sesuai putusan Pengadilan Negeri/ Pengadilan Agama.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar