27 Juni, Sidang Pelanggaran HAM Paniai Papua Digelar di PN Makassar

Kamis, 16/06/2022 19:00 WIB
Tragedi Paniai berdarah (Tribun)

Tragedi Paniai berdarah (Tribun)

Jakarta, law-justice.co - Baru-baru ini, Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Sulawesi Selatan, menerima pelimpahan berkas perkara kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat pada peristiwa Paniai, Papua yang terjadi 2014 lalu dengan tersangka berinisial IS.

Humas PN Makassar, Sibali mengatakan, sidang perdana untuk mengusut pelanggaran HAM berat itu dijadwalkan pada 27 Juni 2022.

Sebagai informasi, IS merupakan mantan perwira penghubung pada komando Distrik Militer (Kodim) Paniai. Pihak Kejagung telah menetapkan IS sebagai tersangka tunggal dalam kasus pelanggaran HAM berat tersebut.

"Iya benar, kemarin berkas perkaranya telah kami terima dan sidang perdana akan digelar pada 27 Juni mendatang," kata Humas PN Makassar, Sibali seperti melansir cnnindonesia.com, Kamis (16/6).

Sibali mengatakan PN Makassar telah menunjuk lima hakim yang akan memimpin jalannya sidang kasus pelanggaran HAM tersebut.

"Jadi ada lima hakim nantinya. Ketua PN Makassar yang langsung menjadi ketua majelis hakim nantinya,"ujar Sibali.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung melimpahkan tersangka kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) Berat di Paniai, Papua, ke Pengadilan HAM di Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Makassar. Tersangka akan segera mengikuti persidangan.

"Pelimpahan berkas perkara atas nama terdakwa IS dalam perkara dugaan pelanggaran HAM yang berat pada peristiwa Paniai di Papua," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana kepada wartawan, Rabu (15/6).

Ia menyebutkan nantinya Kejaksaan tinggal menunggu penetapan jadwal sidang dari pengadilan.

Ketut menjelaskan penyidik menduga tidak ada pengendalian yang efektif dari komandan militer kepada bawahannya, sehingga mengakibatkan pelanggaran HAM di Bumi Cenderawasih.

"Serta tidak mencegah atau menghentikan perbuatan pasukannya dan juga tidak menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, sebagaimana dimaksud Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia," jelas dia.

Namun, Ketut tak menjelaskan lebih lanjut mengenai kronologi perkara yang disimpulkan penyidik dalam kasus itu.

Ia hanya mengatakan peristiwa Paniai mengakibatkan empat orang meninggal dunia dan 21 lainnya luka-luka. Total, kata dia, akan ada 34 jaksa penuntut umum (JPU) yang akan mengikuti sidang perkara tersebut.

Tersangka nantinya akan dijerat Pasal 42 Ayat (1) huruf a dan b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, dan Dakwaan Kedua melanggar Pasal 42 Ayat (1) huruf a dan b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Diketahui, tragedi Paniai berdarah merupakan insiden yang terjadi pada 8 Desember 2014. Kala itu, warga sipil tengah melakukan aksi protes terkait pengeroyokan aparat TNI terhadap pemuda di Lapangan Karel Gobai, Enarotali, Paniai.

Dalam peristiwa itu, empat pelajar tewas di tempat usai ditembak oleh pasukan gabungan militer. Sementara, satu orang lain tewas usai mendapat perawatan di rumah sakit beberapa bulan kemudian.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar