Kerugian Kasus Pengadaan Satelit di Kemhan Ditaksir Capai 500,5 Miliar

Kamis, 16/06/2022 05:49 WIB
Jaksa Agung ST Burhanuddin (Kompas)

Jaksa Agung ST Burhanuddin (Kompas)

Jakarta, law-justice.co - Kerugian keuangan negara yang disebabkan oleh kasus dugaan korupsi pengadaan satelit Slot Orbit 123 derajat bujur timur Kementerian Pertahanan (Kemhan) periode 2015-2021 ditaksir mencapai Rp500,5 miliar.  Hal itu disampaikan oleh Direktur Penindakan pada Jaksa Agung Muda bidang Pidana Militer Brigjen Edy Imran. Dia mengatakan bahwa kerugian itu diakibatkan proses pengadaan proyek yang melawan hukum.

"(Kerugian akibat) pembayaran sewa satelit dan putusan arbitrase sebesar Rp480,32 miliar dan pembayaran konsultan sebesar Rp20,5 miliar. Total Rp500,5 miliar," kata Edy kepada wartawan di Gedung Kejagung, Rabu (15/6/2022).

Edy menjelaskan bahwa Badan pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah melakukan audit keuangan tiga kali. Yakni audit internal, audit atas tujuan tertentu dan audit investigasi terkait perkara tersebut.

Menurutnya, dari hasil pemeriksaan para saksi hingga bukti lainnya berupa dokumen, surat, rekaman, video dan hasil audit tersebut penyidik meyakini terdapat kerugian keuangan negara timbul akibat korupsi ini.

"Bahwa tersangka Laksamana Muda (Purn) AP bersama sama dengan SCW dan AW secara melawan hukum merencanakan dan mengadakan Kontrak sewa satelit dengan pihak Avanti bertentangan dengan beberapa peraturan perundang-undangan," jelas dia.

Dalam kasus ini penyidik mengatakan bahwa tersangka menggarap proyek satelit itu tanpa mengantongi Surat Keputusan dari Menteri Pertahanan. Dimana, kata dia, proyek tersebut seharusnya disetujui menteri karena menyangkut pertahanan negara.

Selain itu, selama proyek berlangsung tidak dibentuk tim evaluasi pengadaan (TEP). Edy mengatakan proyek tersebut juga tidak memiliki penetapan pemenang yang seharusnya dikeluarkan oleh Menteri Pertahanan selaku pengguna anggaran.

Kejagung menduga sejumlah syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan proyek tersebut juga tak dipenuhi oleh para tersangka.

"Spesifikasi Satelit Artemis yang disewa tidak sama dengan satelit yang sebelumnya digunakan (satelit Garuda) sehingga tidak dapat difungsikan dan sama sekali tidak bermanfaat," tandas dia.

Dalam kasus ini, total ada tiga tersangka yang dijerat. Yakni Mantan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kemenhan pada 2013-2016 Laksamana Muda (Purn) AP, kemudian Direktur Utama PT Dini Nusa Kusuma (PT DNK) berinisial SCW dan Komisaris Utama PT Dini Nusa Kusuma (PT DNK) berinisial AW.

Proyek ini semula diduga bermasalah ketika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) memenuhi permintaan Kemhan untuk mendapatkan hak pengelolaan slot orbit 123 derajat Bujur Timur guna membangun Satkomhan.

Kemhan kemudian membuat kontrak sewa Satelit Artemis milik Avanti Communication Limited pada 6 Desember 2015. Kontrak ini dilakukan kendati penggunaan Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur dari Kemkominfo baru diterbitkan pada 29 Januari 2016.

Namun pihak Kemhan pada 25 Juni 2018 mengembalikan hak pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT kepada Kemkominfo. Pada saat melakukan kontrak dengan Avanti pada 2015, Kemhan ternyata belum memiliki anggaran untuk keperluan tersebut.

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar